‘Keajaiban’ dengan transplantasi rahim
Susan* menginginkan seorang anak, tetapi rahimnya tidak mengizinkan. Ia sama seperti satu dari tujuh wanita di Amerika Serikat yang mengalami kondisi Absolute Uterine Factor Infertility (AUI) – sebuah kondisi rahim tidak ada atau tidak berfungsi.
Namun sekarang, wanita seperti Susan* memiliki kesempatan merasakan salah satu fase terindah dalam hidup: menjadi ibu. Semua ini berkat kecanggihan transplantasi rahim – sesuatu yang masih dalam tahap percobaan.
Transplantasi rahim
Anda mungkin pernah mendengar transplantasi ginjal maupun hati. Organ yang masih sehat diambil dari manusia lain yang masih hidup atau justru yang baru saja meninggal dan ditransplantasi dengan pembedahan ke dalam tubuh pasien.
Di sini, kondisi pasien bisa sangat mengerikan. Namun, bertahan hidup tanpa transplantasi organ juga sangat sulit.
Perbedaannya dengan transplantasi rahim adalah pemberi donor masih hidup dan prosedur transplantasi bukan bertujuan untuk memperpanjang masa hidup pasien. Meskipun demikian, proses ini akan meningkatkan kesempatan seorang wanita untuk hamil, sesuatu yang memberi efek positif pada kesehatan mental.
Oleh sebab itu, tim di Baylor University Medical Center, Dallas, melaksanakan tugas berani ini demi membawa harapan hidup para wanita yang telah divonis tidak akan bisa memiliki anak.
Pihak rumah sakit melaksanakan percobaan pada 10 wanita, dan menurut laporan, sedikitnya 3 orang gagal. Jadi, ketika Susan* akhirnya melahirkan baru-baru ini, pengalaman tersebut membuat terharu banyak orang, tak hanya Susan* dan keluarganya tapi juga si pendonor, dokter yang menangani transplantasi, dan juga dokter yang membantu persalinan.
Ini merupakan bayi pertama di Amerika Serikat yang berhasil lahir karena kesuksesan transplantasi rahim.
Semua berkat waktu dan kerjasama tim
Sang pendonor bernama Taylor Siler, seorang perawat berusia 36 tahun yang bekerja di bidang tersebut. Ia memiliki dua orang anak.
Ketika Taylor mendengar mengenai program transplantasi, ia memutuskan menyumbangkan rahimnya pada Susan*. Mereka belum pernah bertemu, namun beberapa kali saling berkirim surat.
Taylor menjalani pembedahan selama 5 jam untuk mengangkat rahimnya. Dan bayangkan bagaimana bahagianya saat ia menerima surat dari Susan* yang memberi kabar soal kehamilannya!
Para dokter memastikan segala sesuatunya berjalan sempurna. Telur Susan* dipanen dan dibuahi. Embrio dibekukan, di mana mereka menanti kesempatan itu datang.
Transplantasi berhasil dilakukan dan Susan* harus minum imunosupresan agar tubuhnya tidak menolak rahim baru tersebut. Setelah itu, dokter kandungan menanam embrio yang sudah dibuahi, sekitar satu tahun setelah transplantasi dilakukan.
Semua kerja keras itu terbayar saat Susan* melahirkan bayinya dengan selamat.
Perjalanan masih panjang
Transplantasi rahim tidak dilakukan secara rutin di mana pun di dunia. Salah satu alasannya adalah permasalahan biaya.
Asuransi belum meng-cover-nya. Jadi dengan biaya $500,000 (kurang lebih 6 trilyun Rupiah) membuat prosedur ini tidak mungkin dilakukan semua orang.
Alasan lain adalah karena prosedur ini masih belum populer. Kebanyakan pasangan saat divonis sulit punya anak akan memilih jalur adopsi atau menggunakan rahim pengganti (surrogate mother).
Artikel terkait: ‘Curhat’ Aamir Khan Memiliki Anak dari Rahim Ibu Pengganti
Para dokter yang bekerja bersama Susan* tahu betapa pentingnya peristiwa ini bagi Susan*. Mereka semua berharap prosedurnya berjalan lancar.
Suster Kristin Posey Wallis, perawat yang bekerja sama dengan pasien mengatakan kepada majalah TIME, “Bagi wanita yang didiagnosis menderita ketidaksuburan (AUI), kini memliki harapan untuk mempunyai anak.”
*nama disamarkan.
Referensi: TIME, Baylor Scott & White Health
Baca juga:
Jangan Menghakimi Kami – Kisah Para Perempuan Tidak Punya Anak