Pagi ini, tiba-tiba suami mengajak saya dan anak-anak berolahraga pagi ke tempat yang berbeda. Biasanya semenjak pandemi, kami hanya berjalan pagi di sekitar rumah saja. Ajakan ini jelas kusambut dengan rasa senang. Meski demikian, saya tetap perlu menyiapkan segalanya. Ya, mengajak anak autis jalan-jalan memang memerlukan persiapan ekstra.
Kali ini kami sekeluarga memilih area kampus, di mana saya dan suami bertemu menjadi tujuan kami hari itu. Saya semangat sekali ke sana, sudah terbayang sejuknya kampus, dan harapan saya semoga anak-anak terutama putri pertama kami yang mengalami gangguan autis betah untuk melakukan aktivitas di sekitar kampus.
Mengajak Anak Autis Jalan-Jalan, Ini Persiapan Dilakukan
Bawa Makanan dan Camilan
Tidak sedikit anak dengan gangguan autisme seperti putri kami bermasalah dengan pola tidur dan sistem pencernaannya. Maka dari itu, putri kami menjalani pola makan bebas terigu, gula, susu dan kedelai.
Camilannya pun tidak bisa sembarangan kami berikan, dan tidak mudah ditemui seperti di minimarket. Biasanya, kami memberikan buah-buahan untuk camilannya. Berhubung persediaan buah di rumah habis, kami terlebih dahulu mampir ke pasar untuk membeli buah yang aman dikonsumsi untuk putri istimewa kami seperti bengkoang dan jambu kristal.
Setelah itu melanjutkan perjalanan menuju kampus. Tak heran saya cukup sibuk jika akan melakukan perjalanan, walaupun jaraknya cukup dekat. Apalagi jika perjalanan dan kegiatan yang akan dilakukan memakan waktu lama, saya siapkan terlebih dahulu makanan berat untuk putri kami.
Memang sedikit repot, namun lebih baik saya mempersiapkan lebih matang daripada perjalanan atau kegiatan kami terganggu.
Mengajak Anak Autis Jalan-Jalan, Jangan Lupa Mengomunikasikan kepada Anak
Tiba di kampus, suasananya cukup sepi dan kami langsung berjalan kaki mengitari salah satu gedung kampus yang luas. Tak lupa, sebelum berangkat atau dalam perjalanan saya selalu mengomunikasikan kepada anak-anak tujuan dan lokasi yang akan dikunjungi hari itu.
Hal ini bertujuan agar anak tidak kaget dan tidak bertanya-tanya akan pergi ke mana. Khususnya untuk putri istimewa kami, biasanya saya memberikan gambaran tempat yang akan dikunjungi seperti apa, kegiatannya apa saja.
Memang di awal perjalanan, putri kami sedikit panik dan menangis histeris. Banyak kemungkinan, salah satunya ia belum mengenal lokasi tersebut. Namun hal ini tidak berlangsung lama.
Saya kembali bercerita tentang kampus, seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya. Lalu saya berikan cemilan, perlahan tangisannnya berhenti. Sambil berjalan, saya menuntun dan bercerita kepada putri kami. Lama-lama ia mau mengikuti rute perjalanan, menikmatinya bahkan terlihat sangat ceria.
Sesekali putri kami meminta untuk duduk sebentar, melihat alam terbuka dan suasana hijau di sekitar kampus, yang jarang ditemui di rumah. Saya pun beberapa kali mengulang materi terapi kepadanya, ternyata ia dapat mengikutinya. Begitupun dengan adiknya, bisa bermain sambil belajar untuk mengenal hewan dan tumbuhan yang kami lihat.
Istirahat Sejenak di Ruang Terbuka
Setelah berjalan kaki kurang lebih satu jam, kami menemui salah satu rekan saat kuliah yang berada di kantin kampus. Berhubung masih pagi, suasana di sana juga sangat kondusif. Kami duduk santai sambil mengobrol dengan rekan kami yang kebetulan memiliki anak yang umurnya sama dengan putri kedua kami. Tak butuh waktu lama, mereka berdua terlihat akrab satu sama lain. Bermain sepeda, dan berlarian bersama.
‘’Teteh sini, main bersama-sama,” jjar sang adik kepada putri pertama kami. Namun, ia tidak menghiraukannya. Putri pertama kami hanya melihat adiknya dari kejauhan. Sama-sama terlihat senang, tetapi tak mau bermain bersama.
Ia duduk tenang di kursi bersebelahan dengan saya, sambil sesekali mengambil bengkoang, cemilannya. Sampai-sampai rekan kami tidak menyangka bahwa putri kami mengalami gangguan autisme.
Selain kampus, kami biasanya sering membawa putri kami ke alam terbuka seperti pegunungan dan persawahan yang jarang pengunjung. Banyak pengunjung, suara berisik dan bau manusia membuatnya tidak nyaman, panik dan gelisah. Sebagai orang tua, kita harus pandai membaca situasi. Terkadang, lebih baik kami mencari tempat lain jika kondisi tidak memungkinkan untuk dikunjungi.
Itulah cerita saat membawa kedua putri kami berolahraga pagi hari itu. Kebahagiaan untuk anak dapat diciptakan oleh orang tua. Senang sekali melihat mereka ceria dan bercerita tentang hari itu.