Memahami Terapi Plasma Konvalesen pada COVID-19, Ini Manfaat dan Efek Samping

Sejak pandemi COVID-19, istilah terapi plasma konvalesen muncul. Terapi lewat darah dari individu yang pulih COVID-19 digunakan sebagai pengobatan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Semenjak pandemi COVID-19, banyak istilah baru yang mungkin Anda dengar. Salah satunya, terapi plasma konvalesen. Salah satu metode pengobatan dengan cara memasukkan cairan plasma individu yang telah pulih dari COVID-19 kepada individu yang masih berstatus sakit.

Secara terminologi, konvalesen adalah istilah untuk individu yang telah pulih dari suatu penyakit. Sedangkan plasma adalah bagian darah yang cair, berwarna kekuningan dan mengandung antibodi. Antibodi merupakan protein yang dibentuk oleh tubuh sebagai respon terhadap infeksi. 

Plasma konvalesen dari individu yang telah pulih dari Covid-19 umumnya mengandung antibodi terhadap virus penyebab, sehingga dapat membantu mempercepat proses pemulihan pada penderita Covid-19 yang memerlukan rawat inap.

Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (AS) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia telah memberikan izin pakai darurat terapi plasma konvalesen dalam pengobatan Covid-19. Terapi ini umumnya ditujukan untuk kasus konfirmasi Covid-19 yang memerlukan rawat inap dan bergejala berat.

Cara Kerja dan Manfaat Terapi Plasma Konvalesen

Terapi plasma konvalesen adalah metode pengobatan dengan memberikan kekebalan pasif, yakni antibodi yang spesifik untuk infeksi tertentu. Dengan adanya kekebalan pasif, diharapkan antibodi dapat menetralkan virus penyebab infeksi secara cepat sehingga keparahan dan durasi penyakit dapat dikurangi.

Plasma konvalesen diperoleh dari penyintas COVID-19 yang telah pulih sepenuhnya paling tidak selama 14 hari atau dua minggu sebelum mendonorkan darah. Pendonor wajib memiliki diagnosis Covid-19 yang telah terkonfirmasi melalui swab PCR dan memenuhi syarat lain untuk mendonorkan darah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Idealnya, plasma konvalesen diperoleh dari penyintas COVID-19 dengan kadar antibodi yang tinggi. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada batas nilai kadar antibodi yang dianggap tinggi untuk disebut layak sebagai donor plasma konvalesen. Secara umum, FDA AS memberi patokan bahwa penyintas COVID-19 dapat menjadi donor plasma konvalesen selama masih dalam kurun waktu 6 bulan setelah terdiagnosis.

Terapi plasma konvalesen diberikan bersama-sama dengan terapi standar COVID-19, seperti antivirus dan berbagai terapi suportif lainnya.

Dosis Terapi untuk Anak dan Dewasa

Dosis optimal terapi plasma konvalesen pada COVID-19 belum diketahui oleh karena studinya masih berjalan hingga kini, baik di Indonesia maupun di dunia. Oleh sebab itu, dosis terapi plasma konvalesen di rumah sakit masih mengacu pada protokol yang dipakai pada uji klinis. Dosis yang dipakai umunya satu atau dua unit (kurang lebih 200-250 mL per unit).

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Di Indonesia, ada dua cara pemberian plasma konvalesen pada dewasa, yakni 200 mL sebanyak 2 kali di hari yang sama dan 200 mL sebanyak 2 kali di hari yang berbeda.

Pemberian plasma konvalesen tambahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dokter dan kondisi pasien. Pasien dengan gangguan fungsi jantung memerlukan volume yang lebih kecil dengan waktu transfusi yang lebih panjang. 

Sedangkan untuk anak-anak, dosis plasma konvalesen sesuai rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah 200-500 mL untuk anak >40 kg, dan 10-15 mL/kg untuk anak <40 kg.

Kontraindikasi dan Peringatan Sebelum Menggunakan Terapi 

Produk darah telah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit dan umumnya tergolong aman. Risiko mendapatkan Covid-19 akibat terapi plasma konvalesen memang belum diuji. Akan tetapi, para pakar meyakini bahwa risiko ini sangat rendah karena pendonor telah pulih sepenuhnya dari infeksi.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Seperti transfusi darah, terapi plasma konvalesen berisiko menimbulkan reaksi alergi, kerusakan paru dan kesulitan bernafas, serta infeksi HIV, hepatitis B dan C. Meski demikian, risiko mendapatkan infeksi dari plasma donor tergolong rendah karena darah pendonor harus melalui uji keamanan terlebih dulu.

Terapi plasma konvalesen tidak boleh diberikan pada:

  • Individu dengan riwayat alergi terhadap produk plasma
  • Ibu hamil dan menyusui
  • Individu dengan defisiensi IgA (imunoglobulin A)
  • Trombosis (penggumpalan darah) akut
  • Gagal jantung berat

Pada kondisi-kondisi berikut, terapi plasma konvalesen boleh diberikan namun dengan pemantauan ketat:

    • Syok septik
    • Gagal ginjal dalam hemodialisis rutin
    • Koagulasi intravaskular diseminata (penggumpalan darah di seluruh tubuh)
  • Memiliki penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko trombosis 

Efek Samping Terapi yang Bisa Muncul

Sama seperti ada transfusi darah, terapi plasma konvalesen berisiko memicu reaksi transfusi seperti demam, reaksi alergi (gatal, biduran, hingga cedera paru akut akibat transfusi/TRALI). Karenanya, pemantauan terhadap efek samping harus dipantau secara ketat selama dan pasca transfusi plasma konvalesen.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Komponen faktor pembekuan darah yang ada di dalam plasma juga dapat memberikan efek samping aktivasi proses koagulasi (pembekuan darah) sehingga meningkatkan risiko trombosis.

Hasil uji klinis di beberapa negara menunjukkan bahwa plasma konvalesen dengan kadar antibodi yang tinggi dapat mengurangi keparahan atau mempersingkat durasi COVID-19 pada sebagian penderita. Utamanya, ketika diberikan di awal perjalanan penyakit atau pada mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Namun demikian, masih diperlukan studi-studi lain untuk mengonfirmasi apakah terapi ini betul-betul efektif untuk mengobati COVID-19.

 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan