Shannon Powell, adalah seorang ibu yang anaknya bunuh diri setelah dibully secara online. Ia menulis surat tentang mendiang anaknya yang bunuh diri jelang natal tahun lalu agar menjadi pengingat bagi yang lainnya.
Ia tahu bahwa kesedihan yang dialami oleh anaknya bukan hanya dirasakan oleh anaknya seorang diri. Di luar sana, di banyak belahan dunia lain, ada anak-anak yang sedang berjuang mempertahankan hidupnya dari perilaku bullying anak lainnya.
Ia tak ingin kematian anaknya sia-sia. Sehingga surat ini ia tulis agar membuat orang tua lebih perhatian pada kasus yang menimpa anaknya dan menguatkan anak-anak lain yang mengalami nasib serupa.
Lewat laman Headspace yang kemudian dimuat ulang oleh Daily Telegraph, Shannon memulai kisahnya.
Putriku Emma mengakhiri hidupnya sendiri tak lama sebelum Natal, setelah berjuang selama empat tahun mengatasi depresi yang dimulai di sekolah dasar. Dia mencari dan menerima bantuan, tetapi pada akhirnya rasa sakit yang harus ia rasakan terlalu banyak. Usianya 16 tahun. Aku membagikan cerita Em agar orang-orang bisa meyakini bahwa persoalan kesehatan mental bukan hanya masalah yang menjadi urusan orangtua semata. Kita harus mulai mempertanyakan, mengapa anak muda kita bisa sangat menyakiti orang lain, sehingga dapat memahami efek dari bunuh diri pada anak-anak, masyarakat, dan negara.. Aku hanya ingin memastikan bahwa aku berterima kasih atas usaha masyarakat Grafton yang telah berusaha menemukan Em. Tanpa cinta dan dukungan masyarakat, kami tidak akan mampu untuk melewati hari-hari ketika dia menghilang dan kini saat dia pergi. Aku tidak ingin kematian Em sia-sia. Di luar sana, ada anak-anak lain yang berteriak minta tolong tapi tak seorang pun yang akan mendengarnya. Aku telah mendengar generalisasi seperti: “ini adalah kesalahan teknologi, ini adalah kesalahan sosial media.” Aku bahkan telah mengatakannya pada diriku sendiri. Namun, apapun dampak negatif sosial media yang ditimbulkan, generasi yang lebih tua harus mengerti bahwa dengan cara inilah anak jaman sekarang berkomunikasi dan mengekspresikan dirinya.
Kadang, orang tua dan masyarakat sekitar yang tidak memahami kesulitan anak-anak menghadapi kesehatan mentalnya akan makin membuat anak-anak putus asa.
Kita berharap, tak ada anak yang perlu menghilangkan nyawanya sendiri karena dibully teman-temannya. Semoga daya juang anak-anak bisa tetap menyala.
Baca juga:
9 Strategi Mengajari Anak Membela Diri saat Menghadapi Bullying (Perundungan)