Aku pernah membaca sebuah artikel tentang persoalan sarjana jadi ibu rumah tangga. Saat itu, jawaban yang kudapat adalah seorang muslimah sejati takkan enggan untuk menjawab I’m a full time mom and wife at home and I love it.
Hatiku langsung bergejolak. Mengapa aku tidak berani mengambil keputusan seperti itu? Namun, ini adalah sebuah keputusan yang sangat berat.
Keputusanku yang Sarjana jadi Seorang Ibu Rumah Tangga
Ada kedua orang tua tempat berdiskusi dan meminta izin dan kedua mertua yang juga tak bisa diabaikan restunya. Tetapi, orang yang pertama sekali menjadi supporter utama dalam keputusan ini adalah suami tercinta, ayah dari anak-anakku. Kebimbangan menjadi keyakinan yang kuat saat sang motivator mendukung penuh keputusanku untuk berhenti bekerja.
Sempat Bekerja sebagai Guru
Sebelumnya aku adalah seorang guru Bahasa Inggris di sebuah Sekolah Dasar Islam Terpadu di kota Medan sejak tahun 2013-2019. Waktu yang cukup lama membuatku masih sering merindukan suasana ceria dan tawa bahagia para siswaku. Kehidupan yang berkecukupan waktu itu membuatku benar-benar terbuai dengan kemewahan dunia.
Tak bisa disangkal, apa pun yang ku inginkan selalu bisa ku penuhi tanpa ada yang melarang, termasuk suami. Sempat juga tersirat dalam benakku, seandainya aku tak bekerja, aku tak akan mampu untuk membeli ini dan itu sesuka hatiku.
Fee yang aku terima sebagai seorang tenaga pendidik di sekolah itu ditambah dengan menjadi guru Private Course juga dapat menyaingi honor suami yang bekerja sebagai Dosen di Universitas Swasta. Bahkan, honorku saat bekerja dapat melebihi honor suami.
Namun, ada yang fatal dalam kehidupan rumah tanggaku dengan kondisi kami yang seperti itu.
Anak Diasuh Ibu karena Aku dan Suami Sibuk Bekerja
Aku bekerja sejak pukul tujuh pagi dan baru sampai di rumah jam delapan malam. Sementara itu, suami juga melakukan hal yang sama. Pergi dari pagi dan pulang bekerja di malam hari. Kala itu, putri kecilku sudah diasuh oleh ibuku sejak berumur enam bulan.
Dengan keadaan yang sudah tua, mereka harus harus bolak-balik Medan-Pematang Siantar untuk mengisi kerinduan kami pada putriku.
Masa pensiun ibuku pun harus dihabiskan dengan mengasuh seorang bayi, yaitu cucunya sendiri. Beliau memang tak menolak, malah menawarkan agar putriku diasuh olehnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di TV membuat kedua orang tuaku merasa ngeri untuk membiarkan putri kecil kami dirawat orang lain.
Itu tak seharusnya terjadi. Apalagi, aku benar-benar telah mengabaikan tugasku sebagai seorang istri dan seorang ibu.
Merasa Lalai sebagai Ibu dan Istri
Aku tak pernah melayani suamiku dengan baik, seperti memasak untuk suami, membuat teh atau kopi untuknya saat pulang bekerja, dan untuk sekadar mengajaknya berbicara pun aku melupakan hal itu. Aku merasa seperti kembali melajang, di mana segala sesuatu ku lakukan sendiri.
Lalu, apa gunanya aku menikah? Apa tugasku sebagai seorang istri? Aku tak ingin kehilangan masa-masa indah dengan putriku dan menjadi penyesalan karena tak dapat mendampingi pertumbuhannya. Aku harus bisa tegas mengambil keputusan ini.
Akhirnya, setelah tiga tahun menikah dan memiliki seorang putri kecil, Allah membuka mata hati dan membuka pikiranku. Putriku berkembang dengan pesat, mulai dari fisik sampai keingintahuannya yang sangat besar.
Kehilangan Masa Emas Tumbuh Kembang Anak
Aku malu sebagai seorang ibu yang tak dapat melihatnya berkembang dengan baik. Rasa kekhawatiran yang begitu kuat saat melihatnya tumbuh tanpa pendampingan seorang ibu membuatku segera berpikir. Waktuku bersamanya benar-benar tak efisien lagi. Saat tiba di rumah, aku mendapatinya sudah tertidur pulas. Ingin bermain dengannya, walaupun sebentar.
Namun, aku tak tega untuk membangunkannya sekadar melihat kepulanganku. Aku kehilangan masa-masa manis bersama putri kecilku. Padahal, Islam mengatakan bahwa madrasah utama bagi seorang anak adalah ibunya. Lalu, kemana aku saat anakku membutuhkan diriku?
Ku utarakan niatku untuk berhenti bekerja dan fokus merawat anak dan rumah tangga kami. Dia merestui keputusanku.
Baginya, keadaanku bekerja maupun tidak bekerja tidak ada yang berubah darinya sebagai seorang pemimpin keluarga yang berhak atas anak dan istrinya. Namun, tak serta merta aku melaksanakan niatku sebelum berdiskusi dengan ke-empat orang tua kami (orangtua dan mertuaku).
Aku tahu, ibu dan ayah pasti akan sedikit kecewa mendengar keputusanku ini. Saat mereka menyekolahkanku dulu, mereka pasti memiliki cita-cita yang besar terhadapku. Butuh alasan yang benar-benar tepat agar mereka merestui niatku berhenti bekerja.
Meyakinkan Orangtua untuk berhenti Bekerja
Ku yakinkan mereka bahwa tak ada yang salah dengan gelar Sarjana. Walaupun, aku tidak bekerja lagi, dengan ilmu yang ku dapat melalui perguruan tinggi, akan membawaku menjadi seorang ibu yang tak gagap teknologi dan ilmu pengetahuan tentang anak serta kehidupan rumah tangga yang sebenarnya.
Saat itu, ibu masih khawatir. Menurut beliau, kebebasanku dalam mengelola keuangan rumah tangga akan semakin sulit karena aku tak memiliki penghasilan sendiri. Sekali lagi ku pastikan pada beliau bahwa ini adalah keputusan terbaik yang pernah ku lakukan dalam hidupku. Begitupun dengan kedua mertuaku.
Aku tak ingin mereka menganggap bahwa aku memanfaatkan suamiku di kala kehidupan kami mulai membaik. Alhamdulillah, mereka juga benar-benar mendukung keputusanku. “Jika niatmu ingin merawat anak dan rumah tangga, Insyaallah surga adalah balasannya. Rezeki akan datang dari mana saja, tidak usah takut!” Itulah kalimat yang terujar dari ibu mertuaku.
Sekarang aku merasa lega dan bahagia, walaupun harus melepas kesuksesan yang sudah ku raih selama tujuh tahun menjadi seorang guru Sekolah Dasar. Insyaallah selalu akan ada jalan keluar terbaik dalam hidup ini selama masih mengandalkan doa-doa orangtua dan saran-saran mereka.
Disclaimer:
Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.