Belakangan ini para pendidik dan ahli di bidang perkembangan anak mancanegara semakin meningkatkan pemantauan mereka terhadap PR alias pekerjaan rumah bagi siswa, terkait isu apakah PR bermanfaat atau malah berbahaya untuk perkembangan anak.
Cheltenham Ladies College, sebuah sekolah bergengsi berusia 162 tahun di Inggris, telah melarang guru memberikan PR untuk siswa. Alasannya, PR “memancing epidemi depresi dan kecemasan remaja”.
Orangtua suka bila anak mendapat pekerjaan rumah karena khawatir anak tidak paham pelajaran di sekolah.
Sementara dua sekolah di Amerika, yaitu Sekolah Umum 116 (Public School 116) di New York menghapus PR bagi murid kelas 1 hingga kelas 5 karena mereka yakin tidak ada kaitan antara pekerjaan rumah dan prestasi belajar siswa di sekolah. Sedangkan Kino School Arizona membebaskan semua murid dari semua kelas dari pekerjaan rumah.
Tren terbaru dalam dunia pendidikan ini diperkuat dengan munculnya komentar pedas para ahli perkembangan anak tentang PR. Di antaranya adalah Alfie Kohn, pengarang buku laris The Homework Myth.
Dalam sebuah pernyataan yang dimuat dalam Atlantic Monthly, Kohn mengatakan, “PR adalah sebuah praktek yang buang-buang waktu, tanpa fantasi dan kesia-siaan pendidikan yang mengarahkan anak-anak menjadi sekumpulan tikus penghisap jiwa sebelum usia mereka matang.”
Argumen lain tentang mengapa PR harus dihapuskan adalah karena tugas-tugas tersebut menyebabkan anak merasa lelah, tertekan, tidak aktif karena terus menerus duduk.
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa pekerjaan rumah mengurangi waktu anak untuk melakukan hal-hal konstruktif, mengurangi dorongan pribadi anak untuk belajar.
Lebih jauh lagi, pendapat tersebut menyebutkan bahwa memberikan pekerjaan rumah adalah tambahan beban bagi guru karena harus meluangkan waktu untuk merancang apa yang harus dikerjakan murid.
Orang tua suka PR
Sebaliknya, pihak orangtua berpendapat lain. PR, bagi orangtua, menjadi alasan mengapa anak harus belajar di rumah dan pondasi bagi rutinitas yang baik.
Orangtua menganggap PR merupakan suatu aktivitas konstruktif yang musti dikerjakan anak sesudah pulang sekolah, sesuatu yang dapat memupus kekhawatiran kita bahwa mereka tidak memperhatikan apapun yang dijelaskan para guru.
Parents, bagaimana menurut Anda?
Beberapa sekolah masih menerapkan pemberian pekerjaan rumah kepada siswa, setelah mereka berjam jam belajar di sekolah. Pekerjaan rumah yang diberikan dinilai sebagai bentuk pemahaman atas materi yang telah disampaikan di sekolah oleh guru gurunya. Akan tetapi, hal tersebut tidak sejalan dengan pakar perkembangan anak tentang pekerjaan rumah. PR dinilai hanya menghambat siswa dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Berikut ulasan lengkapnya, yuk simak bersama.
Kecaman tentang Pekerjaan Rumah
Ahli perkembangan anak memberikan komentar pedas kepada sekolah sekolah yang masih memberikan pekerjaan rumah kepada para siswanya. Hal tersebut dinilai sebagai pelaksanaan yang membuang waktu siswa dalam mengembangkan potensinya. Selain itu, pekerjaan rumah yang diberikan mampu memancing stres dan kecemasan siswa yang berakibat buruk bagi perubahan tumbuh kembangnya.
Anak menjadi tidak aktif bergerak dan beraktivitas karena setumpuk pekerjaan rumah dari sekolahnya karena terus menerus duduk. Selain itu, siswa tersebut akan merasa mudah lelah dan tertekan. Sebagai seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, ia juga butuh waktu untuk bermain dan belajar di luar aktivitas sekolahnya. Oleh karena itu, kecaman itu muncul untuk membuka pandangan pada guru dan menghapus kebijakan tentang adanya tugas rumah tersebut.
Kecaman seoarang ahli itu telah diterapkan oleh beberapa sekolah. Terbukti sebuah sekolah di Inggris yang sangat bergengsi telah menghapuskan kebijakan adanya pekerjaan rumah untuk para siswa. Selain itu, Sekolah Umum 116 di New York juga telah menghapus adanya pekerjaan rumah bagi siswa kelas 1 hingga kelas 5. Terakhir Kino School yang juga memberi larangan guru memberi pekerjaan rumah kepada siswa dari semua kelas, menarik bukan?
Pendapat Mengenai Pekerjaan Rumah
Para ahli mendukung adanya kebijakan yang meniadakan pekerjaan rumah untuk para siswa. Hal tersebut bertujuan agar siswa memiliki waktu untuk melakukan hal hal konstruktis yang dapat meningkatkan kreativitas dalam dirinya. Hal tersebut juga meringankan beban guru yang harus mempersiapkan tugas rumah siswa siswanya dan masih harus mengoreksi hasil tugas para siswanya.
Akan tetapi, kebijakan sekolah ini tampaknya tidak mendapat sambutan hangat dari para orang tua. Orang tua para siswa tersebut menganggap bahwa PR merupakan ajang untuk mengetes tingkat pemahaman anaknya dari penjelasan guru di dalam kelas. Selain itu, adanya tugas rumah yang diberikan guru membuat anak anak memiliki alasan untuk belajar di rumah dan menjadi awal dari kebiasaan yang baik untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Itulah bentuk setuju dan tidak setuju mengenai penghapusan tugas rumah bagi siswa. Dari beberapa ahli mengatakan bahwa tugas rumah dapat menghambat perubahan tumbuh kembang seorang anak. Akan tetapi, para orang tua mendukung adanya tugas rumah yang dapat dijadikan tolak ukur pemahaman siswa atas penjelasan guru di dalam kelas. Bagaiamankah pendapat Anda tentang adanya tugas rumah bagi siswa?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.