Makna Filosofis di Setiap Urutan Tata Cara Ritual dalam Pernikahan Adat Aceh

Pernikahan adat Aceh memiliki tata cara ritual yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia. Seperti apa?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Aceh yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera memiliki berbagai macam adat, baik yang tertulis maupun yang tak tertulis, salah satunya pernikahan. Seperti apa pernikahan adat Aceh?

Provinsi yang berjuluk Serambi Mekah ini terus berkembang terutama di sepanjang daerah pesisir. Begitupun dengan budaya pernikahan seperti prosesi adat dan busana.

Sumber: Merci News

Budaya Aceh diperkaya dengan budaya Arab, Eropa, Tionghoa dan Hindia. Kulturisasi dari berbagai budaya tersebut turut memengaruhi prosesi pernikahan adat Aceh. 

Beberapa prosesi berikut biasa dilakukan oleh masyarakat Aceh masa lampau, namun dengan perkembangan zaman, sebagian mulai ditinggalkan.

Berikut ini adalah prosesi pernikahan adat Aceh seperti dilansir dari berbagai sumber:

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Prosesi Pernikahan Adat Aceh

Pernikahan Adat Aceh Jak Keumalen  

Jak Keumalen (Weddingku)

Jak Keumalen (Cah Roet) atau merintis jalan merupakan tahap pertama untuk merintis jalan dalam pernikahan adat Aceh. Upacara ini merupakan langkah di mana peranan orangtua dalam pemilihan jodoh untuk anak-anak mereka.

Prosesi Jak Keumalen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu langsung dilakukan oleh orangtua atau keluarga, bisa juga dengan menggunakan utusan khusus (theulangke).

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Adapun dalam prosesi ini, pihak keluarga calon mempelai pria (linto baro) datang bersilaturahmi sambil mengamati calon mempelai perempuan (dara baro). Tak hanya calon mempelai pria, keluarganya juga mengamati suasana tempat tinggal calon mempelai perempuan.

Pada kesempatan ini, pihak calon mempelai pria yang juga membawa bungong jaroe (bingkisan berupa makanan), akan menanyakan apakah calon mempelai perempuan sudah ada yang punya. Bila mendapatkan sambutan baik dari pihak calon mempelai perempuan, maka akan dilanjutkan dengan jak meu lake (jak ba ranub) atau meminang.

Artikel terkait: Mengenal Pakaian Adat Aceh yang Dipengaruhi Ragam Budaya

Pernikahan Adat Aceh Jak Meu Lake Jok Theulangke 

Sumber: Instagram @indahriadiani

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Seperti dijelaskan sebelumnya,  setelah prosesi Jak Keumalen berjalan lancar, maka dilanjutkan dengan Jak Meu Lake (jak ba ranub) atau meminang.

Dalam prosesi ini, orangtua calon mempelai pria memberi kuasa pada theulangke (utusan khusus) yang membawa bingkisan berupa kue, sirih, dan sebagainya untuk mengemukakan maksud mereka kepada keluarga calon mempelai perempuan.

Pihak keluarga dan calon mempelai perempuan akan melakukan musyawarah. Apabila diterima, pihak putri akan menjawab "Insha Allah" yang menjadi pertanda lamaran diterima.

Setelah lamaran diterima, pihak keluarga pria akan melanjutkan dengan jak ba tanda (membawa tanda jadi).

Sementara itu, jika lamaran tidak diterima, maka mereka akan menjawab dengan alasan yang baik seperti "Hana get lumpo" atau mimpi yang kurang baik. Pasalnya, orangtua di masa lalu percaya dengan mimpi sebagai pemberi pertanda.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: 5 Pasangan Artis yang Memilih Menggunakan Adat Aceh di Hari Pernikahannya

Pernikahan Adat Aceh Meugatip

Meugatip (Weddingku)

Meugatip alias pernikahan menjadi momen yang dinanti setiap pasangan calon pengantin.

Dalam acara ini, para kaum bangsawan menghelat pernikahan di rumah mempelai perempuan (dara baro) dan saling memberi hadiah (teu men teuk), dari keluarga linto baro ke dara baro dan dari keluarga dara baro ke linto baro dan diberikan dalam jumlah ganjil.

Setelah acara Meugatip, linto baro pulang kembali ke rumah. Setelah ditentukan waktu Wo Linto/Ek Linto/ Intat Linto, sang linto baro diantar kembali ke rumah dara baro dengan membawa peunowo atau seserahan atau bungong jaroe.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kemudian, kedua mempelai disandingkan untuk melakukan prosesi tepung tawar (peusijeuk).

Artikel terkait: [Foto] Khidmatnya pernikahan Roger Danuarta dan Cut Meyriska dengan adat Aceh

Meukerija 

Pernikahan adat Aceh dilakukan dengan berbagai prosesi. Sumber: Pernikahan 123

Meukerija atau pesta menyambut linto pulang ke tempat dara baro merupakan prosesi selanjutnya yang dilakukan setelah upacara pernikahan berlangsung beberapa hari.

Sebelum menjalani prosesi ini, pasangan mempelai menggelar meudeuk pakat atau bermufakat dengan para pemuka adat dan anggota keluarga, yang terdiri dari tuha peet/penasehat, kechik gampong alias kepala desa, dan imum meunasah atau imam musala.

Orangtua calon mempelai perempuan atau yang mewakilinya biasanya yang menjadi pemimpin acara untuk membicarakan pesta yang akan digelar. Kedua belah pihak keluarga menyampaikan niat untuk memberikan sumbangan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Peudab Jambo

Sumber: Tribun News

Peudab Jambo atau dalam adat pernikahan Jawa disebut pasang tarub yang dikerjakan oleh kaum pria dibuat kurang lebih tujuh hari sebelum pesta. Jambo didirikan di halaman rumah sebagai tempat menerima tamu pria, sedangkan tamu perempuan diterima di dalam rumah.

Untuk tempat menerima tamu, dinding interior rumah dihiasi dengan tabing atau tabir atau tirai, dan untuk besan disediakan tempat khusus dengan hidangan tersedia di tikar atau permadani.

Peulaminan 

Sumber: Terbaru Berita

Peulaminan atau pelaminan merupakan tempat bersanding berbentuk rumah tradisional Aceh yang memiliki atap yang diberi hiasan pada tolak angin sebagai kebiasaan rumah tradisional Aceh.

Biasanya, pelaminan dihiasi kain-kain bersulam emas yang terdiri dari sambungan vertikal kain warna-warni atau tiree dalam bahasa Aceh, digantungkan di seluruh dinding.

Sementara itu, bagian bangku pelaminan terbuat dari sebuah kasur lengkap dengan guling dan bantal untuk bersandar dan diberi sarung bersulam emas. Di lantai depan rumah pelaminan diletakkan dua buah mundam atau wadah air yang terbuat dari kuningan.

Sedangkan di sisi kiri dan kanan lantai rumah-rumah diletakkan dua buah daleung atau wadah hidangan yang diberi tudung kain berkasap emas, disebut sangee diletakkan di atas daleung sebagai peralatan peusijeuk.

Selain upacara tersebut, ada prosesi yang biasanya dilakukan sebelum atau sesudah pernikahan, yaitu:

Malam Inai atau Malam Boh Gaca

(rumahpoto)

Malam peugaca adalah malam berinai menjelang pesta pernikahan. Dalam upacara ini juga diadakan peusiejeuk (upacara pemberian tepung tawar) calon mempelai perempuan dan peusiejeuk gaca, serta bate mupeh (batu giling).

Peusiejeuk merupakan memberi dan menerima restu serta mengharapkan keselamatan atas segala peristiwa yang akan terjadi kepada Allah SWT. Biasanya, prosesi ini dilakukan 3-7 malam selama berturut-turut.

Semua perlengkapan yang telah disiapkan seperti daun pacar dan lainnya ditempatkan di atas piring yang telah dihias, lalu diletakkan di dalam daleung pada tika meusujo (tikar sulaman benang emas khas Aceh).

Busana yang dikenakan oleh dara baro pada malam peugaca ini tidak terikat dan terus berganti dari malam pertama hingga ketujuh.

Pelaksanaan Peusijuek Gaca, salah satu Tradisi dalam Pernikahan Adat Aceh

Sumber: Instagram

Prosesi Peusijuk yang dipimpin oleh nek maja (sesepuh adat) lalu dimulai oleh orangtua atau ibu calon dara baro dan diikuti keluarga terdekat dilaksanakan dengan harapan agar mempelai mencapai kebahagiaan dan mendapat kesan-kesan indah pada detik-detik pelepasan menuju kehidupan baru. Prosesi ini biasa digelar pagi hari dengan harapan agar kehidupan terus memanjang dan murah rezeki.

Sebelum mulai, ke dalam air seunijuek dimasukkan emas sebagai lambang kemuliaan yang tak pernah luntur. Calon dara baro didudukkan di tilam bersulam kasap, dengan sebelah kiri dan kanan diletakkan daleung berisi seunijeuk dan bu leukat (tepung tawar dan ketan), dan daleung berisi daun pacar dan bate seumepeh (batu giling). Kaki dialasi daun pisang muda, lalu beras padi ditaburkan di sekeliling calon dara baro.

Peusijeuk dilakukan dengan memercikkan air senijuek ke calon dara baro, dimana batu giling, daun pacar dan hadirin pun ikut dipercikkan. Dimulai dari telapak tangan mengitari badan menuju atas kepala.

Kemudian, calon mempelai perempuan diberi uang sebagai hadiah, lalu bersujud mencium tangan mem-peusijeuk dan dibalas dengan ciuman sayang di dahi. Setelah selesai, daun pacar digiling oleh ibu calon dara baro dan keluarga terdekat secara bergantian.

Koh Gigo – Meratakan Gigi

Gigi seorang gadis yang telah menikah di masa lalu harus dipotong dengan alat pengikir gigi, kemudian diberi obat penguat gigi atau baja ruek. Upacara ini dilaksanakan 7 hari menjelang pesta wo linto atau pernikahan.

Pemotongan gigi dimulai dengan posisi dara baro berbaring di atas kasur, mengikir gigi bagian sisi yang ganjil lalu ke bagian sisi yang lain.

Setelah selesai, mempelai perempuan berkumur air garam hangat, lalu dengan kain perca yang telah direndam air panas, mengatupkan gigi atas dan bawah, setiap celah diolesi baja ruek hingga merata dan dibiarkan beberapa saat. Kemudian, gigi dibersihkan dengan tapeh (sabut kelapa) dan berkumur dengan air bersih.

Pemotongan gigi ini bertujuan memperkuat gigi dan memberi kesan lebih cantik. Hanya saja, prosesi ini sudah jarang dilakukan di masa sekarang.

Koh Andam 

Koh Andam atau upacara memotong rambut halus di dahi dilakukan sebelum pernikahan dan saat calon mempelai perempuan dalam keadaan suci atau tidak sedang haid.

Perias mencukur bulu-bulu halus yang terdapat pada bagian wajah dan tengkuk, sebagai harapan agar segala hal yang kurang baik dihilangkan dan dimulai dengan kebaikan yang baru.

Bulu yang telah dicukur dan rambut yang digunting ditempatkan dalam kelapa gading atau kelapa hijau yang masih ada airnya dan telah diukir cantik.

Kelapa ukir yang telah berisi rambut itu kemudian ditanam dalam cucuran atap (cuco buhong) atau di bawah pohon yang rindang. Upacara ini dimaksudkan agar calon mempelai perempuan selalu berpikiran tenang dalam menghadapi segala masalah rumah tangga nantinya.

Seumano Dara Baro 

Merupakan upacara memandikan calon mempelai di mana calon dara baro melakukan perawatan agar mendapatkan tubuh yang bersih dan kulit yang halus. Seumano Daro biasanya dilakukan oleh pemuda adat , orangtua mempelai, dan sanak keluarga dalam jumlah yang ganjil.

Dalam upacara mandi ini digelar pembacaan doa-doa bersuci agar calon mempelai bersih lahir batin memasuki jenjang pernikahan. Dengan dipayungi, calon dara baro diantar pemuka adat ke tempat pemandian sambil membaca shalawat Nabi Muhammad SAW.

Upacara mandi dimulai dari orangtua diikuti keluarga terdekat. Dengan cara menyiramkan air ramuan tadi ke atas kepala, bahu kanan dan kiri, lalu ke seluruh badan dan kaki.

Khatam Qur’an

Upacara ini dipimpin oleh guru mengaji dan dimulai dengan membaca doa, memohon pada Allah agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Setelah itu, calon mempelai disuapi ketan dan tumpo, dan menyelesaikan membaca ayat terakhir Alquran.

Setelah selesai, calon mempelai perempuan menyalami , mengucapkan terima kasih, memohon maaf atas segala salah, dan memohon doa restu kepada guru mengaji. Kemudian, dibimbing untuk melakukan hal yang sama kepada kedua orangtua dan keluarga terdekat.

Setelah itu, calon dara baro memberikan telur, bereteh, beras, padi dan uang sedekah kepada guru mengaji.

Acara Meugatib

Upacara wo linto merupakan puncak acara yang dinanti-nantikan, karena merupakan upacara penyambutan mempelai pria yang diantar ke rumah orangtua mempelai perempuan.

Dalam upacara ini, mempelai perempuan mengenakan busana pengantin Aceh, dibimbing oleh peunganjo atau orang yang mendampingi menghadap kedua orangtua untuk sungkem. Setelah selesai, dara baro didudukkan di pelaminan menunggu linto baro tiba bersama rombongan.

Tueng Dara Baro 

Tueng Dara Baro (Alianco Photography)

Upacara yang dilakukan pada hari ketujuh setelah upacara wo linto ini mengundang mempelai perempuan serta rombongan ke rumah mertua atau orangtua linto baro.

Dalam acara ini, dara baro didampingi peunganjo dan rombongan datang membawa aneka kue yang ditempatkan di dalam dalong yang dihias dan ditutupi suhab atau kain penutup atau tudung saji yang disulam benang kasap emas.

Cara penyambutan sama dengan acara wo linto, hanya tanpa ritual berbalas pantun dan mencuci kaki. Di pintu masuk halaman, rombongan disambut dengan tukar menukar sirih oleh orangtua kedua belah pihak. Dipayungi dan dibimbing oleh keluarga linto baro, dara baro disambut menuju rumah linto baro.

Itulah prosesi pernikahan adat Aceh. Semoga bermanfaat!

Baca juga:

Penulis

Tania Latief