Salah satu tujuan manusia melakukan pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan. Begitu juga aku dan suami yang mendamba buah hati hadir dalam kehidupan rumah tangga kami. Awal-awal pernikahan, aku sudah kenyang dengan pertanyaan “Kapan hamil?” atau “Sudah isi belum?”. Sebagai manusia, ranah kami adalah berdo’a dan berusaha. Berbagai ikhtiar kami lakukan untuk menjemput rezeki kehamilan.
Tahun pertama dan kedua pernikahan, aku memang sempat hamil, tetapi Qadarullaah, harus mengalami keguguran. Setelah itu, kami masih tetap melakukan ikhtiar semampu kami. Alhamdulillaah, tahun ketiga pernikahan, aku positif hamil. Kehamilan ketigaku ini terjadi saat Indonesia dan dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19.
Aku terbilang menjalani masa-masa kehamilan yang mudah. Saat trimester 1, aku hanya sering mengalami perut kembung dan sendawa. Mual muntah jarang sekali, bisa dihitung dengan jari. Memasuki trimester 2, semua lebih terasa ringan dan santai. Sudah boleh beraktivitas seperti biasa lagi. Tidak ada keluhan kehamilan seperti saat trimester 1. Hamil saat kondisi pandemi membuatku lebih banyak beraktivitas di dalam rumah. Yang mengharuskan aku keluar rumah hanya untuk kontrol kehamilan rutin.
Tantangan Jalani Kehamilan Ketika Pandemi
Menjalani masa kehamilan saat pandemi Covid-19 memiliki tantangan tersendiri. Tak kupungkiri, ada rasa takut dan khawatir akan tertular virus Covid-19. Doa selalu kupanjatkan. Do’a memohon perlindungan dari penyakit berbahaya, memohon jua supaya kehamilanku kali ini berjalan lancar sampai nanti waktunya persalinan.
Prosedur ketika kontrol kehamilan rutin menjadi lebih ketat dibandingkan sebelum pandemi melanda. Memakai masker, mencuci tangan, dan pengukuran suhu tubuh menjadi hal yang wajib dilakukan saat akan masuk ke rumah sakit dan puskesmas. Saat di meja pendaftaran, pertanyaan apakah ada batuk, pilek, anosmia, dan demam menjadi list pertanyaan wajib bagi pasien. Duduk harus berjarak, dan seringnya menyebabkan beberapa orang kehabisan tempat duduk ketika menunggu. Masuk ke dalam ruang periksa pun hanya boleh seorang diri. Sedih memang, berharap suami juga bisa melihat perkembangan bayi kami secara langsung.
Positif Covid-19 Tiga Pekan Menjelang HPL
Sampai kehamilan trimester 3, semua berjalan dengan lancar walaupun ada keluhan kaki bengkak dan tensi lebih tinggi dibanding sebelumnya. Namun, ada hal yang lebih membuatku down. Pada saat usia kehamilanku sekitar 36 atau 37 minggu, aku mengalami batuk kering, demam, anosmia, dan badan pegal-pegal. Perasaanku tak enak, aku berpikir bahwa aku tertular virus Covid-19 sebab mengalami anosmia yang merupakan gejala khas Covid-19. Padahal, saat itu waktunya untuk kontrol kehamilan rutin dan ketersediaan vitamin prenatal sudah mulai menipis.
Akhirnya, aku tetap ke puskesmas, tetapi tidak diperbolehkan ke poli KIA, harus ke poli ISPA dulu untuk konsultasi batuknya. Ketika itu, aku mengatakan kepada dokter bahwa mengalami anosmia, dan dokter menyuruh untuk tes swab antigen. Maka, aku pun swab antigen dan hasilnya diberitahukan pada hari yang sama.
Malam harinya, hasil diberitahukan via WhatsApp. Ya, aku positif Covid-19. Sejujurnya, aku tidak kaget karena memang sudah menyiapkan diri. Yang aku pikirkan saat itu adalah bagaimana dengan bayi yang aku kandung? Aku khawatir dengan bayiku, takut akan berpengaruh terhadap keadaannya. Batuk kering yang cukup menyiksa, badan pegal-pegal, dan anosmia. Makan minum pun jadi tidak enak.
Selang beberapa hari suami yang gantian mengalami batuk dan anosmia. Beliau harus swab antigen di puskesmas, dan hasilnya juga positif Covid-19. Sungguh, tidak terbayangkan bahwa kami positif Covid-19 bersamaan. Alhamdulillaah keluarga dan teman-teman terus menyemangati serta mendoakan untuk kesembuhan kami. Selama 2 pekan kami menjalani isoman di rumah. Alhamdulillaah tidak ada perburukan gejala dan bayi dalam kandungan tetap aktif bergerak. Sebenarnya, untuk ibu hamil sudah diperbolehkan untuk vaksin covid. Tetapi, aku tidak bisa ikut karena jarak dari positif covid ke vaksin harus 6 bulan.
Menjalani isoman selama 2 pekan membuatku tak menyangka bahwa HPL semakin dekat, sekitar sepekan lagi. Setelah isoman, aku bisa kembali kontrol kehamilan. Seingatku, prosedur puskesmas saat itu bahwa mendekati HPL, ibu hamil harus rapid test antibodi. Aku pun diminta untuk rapid test antibodi kala itu. Setelah hasil keluar, petugas lab memberitahukan bahwa rapid test antibodiku reaktif. Aku sudah menjelaskan bahwa sudah menjalani isoman selama 2 pekan. Tetapi, akhirnya aku diminta untuk swab antigen lagi untuk memastikan. Hasilnya diberitahukan keesokan harinya dan alhamdulillaah negatif. Lega rasanya! Sungguh, kehamilan anak pertamaku ini rasanya nano-nano sekali.
Itulah sekelumit kisah perjuanganku menjalani kehamilan di masa pandemi. Menjalani kehamilan saat pandemi kurasa sudah cukup berat, begitu banyak tantangan, ditambah harus positif Covid-19 menjelang persalinan. Sungguh, menjadi pengalaman berharga yang tak terlupakan. Dan, aku bersyukur Si Kecil terlahir dengan sehat dan selamat.
***
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.