Hanya dibalut dengan celana dalam, gadis mungil ini dipukul berulang kali oleh ayahnya. Apa yang jadi penyebab kekerasan pada anak seperti yang terjadi pada video ini?
Apa yang terbersit dalam pikiran Anda saat melihat sebuah video yang memperlihatkan kekerasan pada anak? Sedih? Merasa ngilu? Atau marah ketika mengetahui kekerasan ini dilakukan oleh orangtuanya sendiri?
Salah satu pertanyaan yang akan muncul tentu saja akan terkait dengan apa yang jadi penyebab kekerasan pada anak. Mengapa orangtua bisa tega melakukan kekerasan pada seorang anak yang bahkan tidak memiliki kekuatan untuk melawan?
Sayangnya, peristiwa kekerasan pada anak memang masih terus bergulir. Baru-baru ini masyarakat Malaysia, khususnya di kalangan orangtua dibuat geger lantaran tersebarnya video yang memperlihatkan kekerasan pada anak perempuan yang masih berusia balita.
Semula, masyarakat menduga video tersebut terjadi di Malaysia. Ternyata, belakangan diketahui bahwa video balita yang dipukuli ini terjadi di Tiongkok. Namun, tetap saja hal ini tidak mengubah fakta bahwa seorang anak balita yang tidak bersalah dipukul berulang-ulang, bahkan dicekik oleh ayahnya sendiri.
Video balita yang dipukuli di Tiongkok, apa yang jadi penyebab kekerasan pada anak ini terjadi?
Video yang sudah viral dan dibagikan di berbagai sosial media termasuk Whatsaap ini memperlihatkan seorang balita perempuan yang yang hanya mengenakan celana dalamnya. Ia tengah berbaring di tempat tidur dengan seorang pria yang berlutut di atasnya.
Seolah tahu apa yang akan terjadi berikutnya, balita malang itu kemudian terlihat menangis. Lewat gerakannya tubuhnya, kaki dan lengannya berusaha melindungi dirinya sendiri. Namun malang, hantaman demi hantaman tetap mendarat di area punggungnya.
Suaranya terdengar serak, ia pun memohon agar pukulan tersebut dihentikan. “Tidak … tidak … tidak …” ucapnya dalam bahasa Mandarin.
Tanpa mengindahkan permohonan puterinya, pria itu, yang wajahnya tidak terekam dalam video tetap memukulnya. Dalam video tersebut, di tengah ketidakberdayaannya, balita perempuan ini memohon agar ayahnya segera menghentikan pukulan yang terus menerus menghantam tubuh mungilnya.
Seakan tidak puas memukuli, sang ayah kemudian mengangkat dan melemparkannya ke tempat tidur sehingga posisinya lebih dekat ke kamera. Pelaku pun mencekik balita yang menangis begitu keras sampai kepalanya tersentak maju mundur.
Bahkan, serangan demi serangan tetap dilakukannnya dengan menampar pipi. Video pun berakhir dengan menyedihkan karena pelaku masih saja memukulinya. Sementara, sang balita hanya mampu meringkuk dan menangis karena pemukulan tersebut tidak juga kunjung selesai.
Apa yang jadi penyebab kekerasan pada anak ini terjadi?
Video balita yang dipukuli di China ini diambil beberapa minggu lalu di Guangxi. Menurut media lokal Tionghoa, pria berusia 26 tahun itu membawa putrinya bersamanya untuk mencari mantan istrinya di kota.
Setelah sempat menghabiskan waktu untuk minum minuman keras, dia pun kembali ke kamar hotelnya dan menemukan putrinya menangis. Hal inilah yang mendorongnya jadi penyebab kekerasan pada anak karena ia mulai memukulinya.
Karena di bawah pengaruh minuman keras, kemudian dia justru merekam kekerasan pada anaknya sendiri dengan niat mengirimkan video tersebut kepada mantan istrinya.
Beruntung, pelaku segera dikenali dan hingga saat ini telah ditahan karena tindakan kekerasan pada anak.
Penyebab kekerasan pada anak
Tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak sering menjadi korban kekerasan saat kondisi rumah tangga orangtua tidak baik.
Fakta ini tentu saja sangat menyedihkan. Kekerasan pada anak memang sering berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini disebab dalam keluarga yang mengalami kekerasan akan melibatkan ayah, ibu, atau saudara lainnya. Oleh karena itu, anak seringkali menjadi sasaran kemarahan dari orangtua.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak bisa disebabkan karena pengalaman masa lalu orangtua yang buruk. Saat orangtua pernah menjadi korban kekerasan, peristiwa ini akan berisiko terulang kembali. Kondisi ini bisa terjadi sebagai salah satu bentuk proses imitasinya atau balas dendam yang dilakukan tanpa sadar.
Lebih menyedihkan lagi, kekerasan pada anak akan menimbulkan luka psikologis yang berkepanjangan, bahkan jika diatasi dengan sesegera mungkin akan meninggalkan bekas luka permanen yang bertahan seumur hidup.
Berbeda dengan luka fisik yang bisa sembuh seiring berjalannnya waktu, kekerasan pada anak secara psikis memerlukan proses yang lebih panjang. Inilah trauma jangka panjang yang sedapat mungkin perlu ditangani dengan tepat.
Saat anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin tampak baik-baik saja. Namun untuk kondisi psikis tentu saja akan berisiko terjadinya gangguan pada mental dan trauma di kemudian hari.
Oleh karena itulah, setiap anak berhak mendapat rumah yang aman dan hangat, dan bebas paparan kekerasan yang bisa dilihat terlebih lagi dirasakan.
Artikel ini disadur dari artikel Rosanna Chio, theAsianparent Singapura