Pernahkah Bunda melihat seseorang dengan warna kulit yang tidak merata? Di mana di beberapa bagian tubuhnya terdapat bercak berwarna putih susu? Jika iya, dalam istilah medis, kondisi tersebut dinamakan dengan penyakit vitiligo.
Penyakit vitiligo merupakan kelainan pada kulit yang mengakibatkan sel-sel melanosit tidak lagi bekerja dengan normal dalam memproduksi melanin. Akibatnya, melanin tidak mampu menghasilkan pigmen dan membuat sebagian kulit berwarna putih susu dan dengan warna tidak merata.
Faktanya, terdapat sekitar 0,5 hingga 2 persen orang di dunia mengidap vitiligo. Sementara, prevalensi antara perempuan dan laki-laki ternyata memiliki potensi yang sama mengidap vitiligo.
Artikel terkait : Gejala vitiligo pada anak, kenali penyebab dan penanganannya
Menurut dr. Dian Pratiwi, SpKK, FINSDV, FAADV, biasanya vitiligo muncul sejak dini, yaitu sebelum usia 12 tahun. Namun, sekitar 70 hingga 80 persen justru muncul pada usia 10 hingga 30 tahun.
Meskipun penyakit ini tidak berbahaya dan menular, namun bukan berarti bisa disepelekan. Pasalnya, penderitanya bisa berisiko merasakan stress berkepanjangan. Sebab, mayoritas dari mereka merasa tidak percaya diri dengan penampilannya.
“Vitiligo sering berkaitan dengan depresi. Rata-rata mereka merasa malu, sehingga tidak mau pergi sekolah, kuliah, bermain, atau tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Hampir setiap hari selalu menangis,” ujar dr. Dian dalam acara Seminar Media bersama Klinik Pramudia.
Penyebab seseorang mengidap penyakit vitiligo
Lebih lanjut, dr. Dian memaparkan setidaknya ada 4 faktor yang dapat memicu vitiligo, di antaranya yaitu:
- Genetik
- Stress oksidatif
- Sistem imun
- Lingkungan
“Sebenarnya penyebab pasti vitiligo masih belum dipahami sepenuhnya. Namun, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai mekanisme seperti kelainan metabolik, stres oksidatif, respons autoimun dan faktor genetik memiliki kontribusi pada timbulnya vitiligo,” ungkapnya lagi.
Sementara itu, secara umum vitiligo terbagi menjadi 2, yaitu: Segmental dan Non-Segmental. Dari 2 jenis tersebut pun terbagi lagi menjadi beberapa macam, seperti:
- Segmental (Unisegmental dan Multisegmental)
- Non-Segmental (Akrofasial, Mukosal, Generalisata, Universalis, Mixed/Dll)
“Untuk yang segmental mengenai satu sisi badan atau setengah saja, baik itu hanya sisi kiri maupun sisi kanan saja. Kalau hanya di 1 area, kita sebut unisegmental, tapi kalau terjadi di beberapa segemen kita sebut sebagai multisegmental,” jelas dr.Dian.
“Sementara non-segmental jenisnya lebih banyak, ada Akrofasial yaitu yang terkena vitiligo di wajah, tangan maupun kaki. Kemudian, Mukosal yaitu muncul di dalam mulut, lalu Generalisata yaitu vitiligo yang muncul di badan sekitar lebih dari 50%. Universalis, vitiligo yang muncul di permukaan kulit lebih dari 90%, serta ditemukan juga varian campur yang ditemukan,” lanjutnya menjelaskan.
Deteksi dini vitiligo
Ada 4 cara melakukan deteksi dini vitiligo:
1. Kehilangan warna kulit merata, menjadi putih susu.
2. Uban atau rambut putih pada rambut di kulit kepala, bulu mata, alis dan janggut.
3. Kehilangan atau perubahan warna lapisan dalam bola mata.
4. Serta, kehilangan warna pada selaput lendir mulut dan hidung.
“Itulah cara mendeteksi vitiligo, tapi yang paling mudah adalah terjadinya perubahan warna kulit menajdi putih susu secara tidak merata,” kata Dian yang ditemui pada Rabu, 20 November 2019.
Bayi dan anak-anak memiliki potensi sama mengidap vitiligo
Tidak hanya orang dewasa, vitiligo juga dapat menyerang anak-anak, bahkan sejak mereka masih bayi. Dalam hal ini dr. Ronny Handoko, SpKK selaku dokter spesialis kulit dan kelamin mengatakan kalau ada yang dinamakan early-onset vitiligo, yaitu vitiligo yang menyerang anak bayi, misalnya sejak usia 3 bulan.
Ia mengatakan, kemungkinan bayi dan anak-anak mengidap vitiligo dikarenakan faktor genetik atau bawaan orangtua. Terlebih jika kedua orangtuanya memang mengidap vitiligo.
“Gejala umumnya relatif sama, tapi ada beberapa perbedaan yang perlu diketahui. Pada anak-anak, lebih sering ditemukan adalah segmental vitiligo,” ucap dr.Ronny.
Meskipun tidak menular dan berbahaya, apabila melihat gejala penyakit vitilogo pada anak, tentu saja bisa membuat Parents khawatir. Takut jika akan mengganu penampilan buah hatinya.
dr. Ronny mengingatkan, ketika si kecil memiliki tanda vitiligo, sebaiknya Parents segera mengambil tindakan treatmen pengobatan yang tepat. Dengan begitu, maka kemungkinan keberhasilan pengobatan vitiligo lebih tinggi.
“Pada anak-anak, perlu dilakukan pengobatan secara dini agar penyakit tidak meluas dan tingkat keberhasilan pengobatan lebih baik. Pengobatan harus dilakukan sesuai dengan usia, karena terapi yang efektif dan berhasil pada orang dewasa, belum tentu efektif untuk pasien anak-anak,” jelas Ronny.
“Patut diingat juga untuk tidak over treatment pada anak-anak, karena berhubungan dengan munculnya efek samping. Sedangkan, bagi pasien dewasa, dilakukan terapi yang lebih intensif karena pasien dewasa lebih kuat dalam menghadapi efek samping yang akan timbul”.
Mengingat penyakti ini tidak menular dan berbahaya, artinya tidak ada alasan untuk menghindari orang yang memang memiliki tanda-tanda vitiligo.
Semoga informasi terkait penyakit vitiligo bisa bermanfaat untuk Parents.