Baru-baru ini kabar mengenai bayi meninggal karena dehidrasi menjadi viral di media sosial. Baca: Cerita dari Ibu yang Menyesal Setelah Bayinya Meninggal Karena Dehidrasi.
Berita tentang kematian baby Landon tersebut tak hanya menuai duka, namun juga kontroversi seputar ASI dan susu formula. Banyak ibu yang bahkan menilai kabar tersebut hoax belaka.
Untuk itu theAsianparent Indonesia mewawancarai dr Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC. Beliau adalah dosen dan praktisi kesehatan anak, Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), serta Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia (SELASI).
Berikut hasil wawancara kami.
Menurut ibu apa yang dialami oleh baby Landon sehingga bisa mengalami serangan jantung pada hari ke-3 kehidupannya?
Menilik cerita sang ibu, Jilian Johnson -yang dimuat pertama kali oleh Fedisbest.org – baby London meninggal di usia 19 hari setelah selama 15 hari bertahan di unit perawatan intensif neonatus. Pada usia 3 hari, sekitar 12 jam setelah pulang dari rumah sakit, baby Landon ditemukan dalam keadaan membiru, suhu tubuhnya 33,9 derajat Celcius (hipotermia), tidak berespon bahkan setelah dilakukan intubasi, beberapa siklus bolus epinefrin, dan resusitasi jantung-paru selama 30 menit tetap tidak terdeteksi denyut jantung.
Atas persetujuan orangtua, resusitasi dihentikan, dan dipasang akses cairan intravena serta mesin ventilator mekanik untuk membantu pernapasan baby Landon, bayi meninggal karena dehidrasi. Kurang lebih 20 menit kemudian barulah denyut jantungnya kembali dan segera ditransfer ke unit perawatan intensif neonatus untuk prosedur penanganan cidera otak pada bayi dengan teknik head cooling. Hingga akhir hayatnya tanggal 15 Maret 2012, diagnosis baby Landon adalah hypoxic-ischemic encephalopathy with pneumonia, cardiac pulmonary arrest (resuscitated), hypernatremic dehydration, and other undetermined factors, sebagaimana tercantum di Department of Medical Examiner-Coroner.
Kejadian yang dialami baby Landon merupakan kondisi yang jarang, beberapa publikasi menyebutkan insiden breastfeeding hypernatremic dehydration (BFHD) hanya berkisar 1,3-1,9% dari populasi neonatus. Namun kondisi ini dapat mengakibatkan dampak kerusakan otak yang serius hingga mengancam nyawa.
Dehidrasi hipernatremik dapat terjadi pada bayi yang masih belum cukup memperoleh asupan ASI, terutama pada masa transisi di hari-hari pertama. Semua bayi baru lahir seyogyanya dipantau selama 48-72 jam pertama sebelum dipulangkan dari fasilitas kesehatan. Jika terjadi penurunan berat badan melebihi 10% atau ada tanda-tanda dehidrasi yang nyata, maka kadar natrium darah akan meningkat, memicu kejang, perdarahan otak atau trombosis pembuluh darah yang menghentikan pasokan oksigen ke organ tubuh termasuk henti jantung yang berujung kematian.
Berapa batas aman penurunan berat badan bayi pasca lahir? Adakah korelasinya dengan penyerapan nutrisi?
Di minggu pertama kehidupan, penurunan berat badan bayi baru lahir adalah hal yang wajar. Berdasar penelitian Prof Valerie Flaherman dkk dari UCSF, terdapat perbedaan antara bayi yang lahir spontan per vaginam dengan bayi yang lahir melalui tindakan bedah sesar (lihat grafik di bawah).
Bayi lahir per vaginam mengalami penurunan berat badan hingga titik nadir pada usia 54-60 jam, sedangkan bayi sesar baru akan menyentuh titik nadir pada usia 60-72 jam, keduanya memerlukan dengan perhatian khusus apabila terdapat penurunan >10% dari berat lahir, atau penurunan >7% yang disertai gejala klinis yang mengindikasikan bayi tidak bugar. Setelah melalui fase transisi ini, diharapkan berat badan bayi yang mendapat ASI eksklusif akan terus bertambah dan kembali mencapai berat lahir di usia 10-14 hari.
Pada kasus bayi meninggal karena dehidrasi, ia didiagnosa mengalami hypoxic-ischemic encephalopathy atau cedera otak akibat kekurangan oksigen karena tekanan darah rendah dari dehidrasi dan serangan jantung. Sebenarnya penanganan seperti apa yang bisa mencegah kondisi ini? Apakah pemberian cairan selain ASI dari payudara ibu (ASI perah atau susu formula) dapat membantu?
Jika terjadi penurunan >8-10% berat badan lahir, atau bayi terus-menerus menangis meski telah disusui ibunya, langkah yang perlu segera diambil adalah mengevaluasi manajemen laktasi, apakah posisi dan perlekatan bayi saat menyusu sudah optimal, hubungi konselor menyusui untuk memberikan bantuan praktis pada ibu baru. Serangkaian pemeriksaan juga perlu dilakukan, seperti evaluasi payudara ibu, rongga mulut bayi, pengecekan gula darah, serum natrium, marker infeksi, dan keadaan bayi secara umum.
Pada kondisi transfer ASI belum memadai, pemberikan ASI perah ibu atau dari donor bisa dipertimbangkan. Dalam hirarki makanan bayi, apabila ibu tidak bisa menyusui langsung, opsi berikutnya adalah ASI perah ibu kandung, atau ASI donor, dan jika tidak tersedia apa boleh buat diberikan formula bayi untuk sementara waktu sampai produksi ASI adekuat.
Bayi yang lahir dengan tindakan bedah sesar, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami BFHD. Selain itu ada beberapa kondisi yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu: ibu baru pertama kali hamil dan mempunyai bayi, persalinan sulit atau lama, ibu sangat termotivasi ‘ASI ekslusif’ tetapi belum mengikuti kelas persiapan menyusui, dan ibu dengan kondisi medis tertentu termasuk gangguan hormon atau struktur payudara.
Namun secara umum, setiap ibu (dan ayah) perlu memahami tanda bahaya yang mengharuskan membawa bayinya diperiksa oleh dokter, di antaranya seperti tercantum pada kartu berikut ini:
Jillian, ibu Landon, didiagnosa mengalami PCOS, diabetes, masalah dengan infertilitas, serta puting kecil dan tidak berkembang selama kehamilan. Sehingga tubuhnya sangat kesulitan dalam memproduksi ASI. Ia pun mengaku terus-menerus memberikan ASI, bahkan Landon tak lepas dari payudaranya hingga 14 jam. Dalam kondisi ini, apa saran yang akan ibu berikan pada Jillian jika ibu menjadi dokter yang menanganinya?
Di antara sumpah dokter yang paling prinsip adalah ‘do no harm’, yang berarti segala keputusan info-saran-tindakan yang dilakukan seorang dokter harus berpijak pada kepentingan terbaik pasien. Dalam kasus baby Landon, dengan mempertimbangkan faktor risiko yang sudah diketahui sebelumnya –sangat rasional jika telah dipersiapkan alternatif pemberian ASI dengan teknik suplementer (bayi mendapat tambahan asupan sambil tetap menyusu pada payudara ibu).
Minuman pengganti yang dapat ditawarkan untuk bayi adalah ASI perah, donor, baru setelah itu formula bayi. Untuk ibu-ibu lain yang saat ini sedang hamil dan belum mengikuti kelas persiapan menyusui, sempatkan diri bergabung mempelajari ilmu menyusui, berbagi tips sukses menyusui, menyiapkan diri dan pasangan untuk lebih jeli memantau proses transisi yang rawan di minggu pertama kehidupan bayi. Mengenal ‘tanda bahaya’ sangat penting karena jika sesuatu yang potensial mengancam kesejahteraan bayi terjadi, bisa terdeteksi lebih awal dan ditangani lebih dini.
Sebagai konsultan laktasi, apa saja tips yang bisa ibu berikan pada para ibu yang kesulitan menyusui setelah bayi lahir?
Setiap pasangan ibu-bayi-ayah akan membutuhkan tips yang berbeda sesuai kebutuhan mereka. Tantangan menyusui bisa disebabkan oleh kondisi internal ibu-bayi, tapi bisa juga melulu karena faktor dukungan dan rasa percaya diri. Pada dasarnya saat ibu menjumpai kesulitan menyusu, hendaknya segera mencari konselor atau konsultan laktasi. Setelah melakukan investigasi, kami akan mengupayakan solusi yang realistis berdasar prioritas kesejahteraan bayi (dan ibu).
Dalam gambar postingan ibu di Facebook, ada keterangan untuk memberikan suplementasi ASI perah jika bayi kehilangan berat badan >10% (dalam kasus baby Landon ia kehilangan 9,7% BB pada hari ketiga, sebelum dibawa pulang ke rumah), jika ibu tidak menghasilkan ASI saat diperah dan tidak mendapatkan donor ASI, apakah boleh memberikan susu formula? Bagaimana pertimbangannya?
Kalau kita berpatokan pada hasil penelitian Prof Riccardo Davanzo, dkk yang dimuat dalam Journal of Human Lactation, suplementasi yang diberikan memang dapat berupa ASI perah, ASI donor, atau formula bayi. Indikasi medis memperbolehkan dokter meresepkan formula apabila terjadi hipoglikemia, dehidrasi, hipernatremia, hiperbilirubinemia yang tidak teratasi dengan pemberian ASI.
Perlu ditekankan bahwa suplementasi ini hanya bersifat sementara dan seperlunya, seperti penggunaan ‘obat’ saat anak sakit. Pada kasus kelainan metabolik bawaan tertentu, formula khusus bermanfaat untuk memperpanjang harapan hidup bayi.
Mengenai teknik suplementernya, dalam beberapa kasus ibu lebih memilih memberikan anaknya air gula, teh, madu, air beras, atau susu kambing/sapi, ketimbang memberikan susu formula. Apakah tidak justru berbahaya?
Dalam hirarki makanan bayi, WHO tidak merekomendasikan air gula, semi-solid food (makanan cair-red), dan lain-lain sebagai pengganti ASI. Karena berbahaya terkait ketidaksiapan saluran cerna bayi mengolah sumber nutrisi selain susu, khususnya ASI yg sudah spesifik sekali komposisinya mengikuti kebutuhan bayi.
Artikel terkait: 10 Jenis Makanan yang Berbahaya Bagi Bayi dibawah 1 Tahun
Perang ASI vs susu formula terus saja terjadi, ada yang menganggap ini perkara industri produk susu formula yang terus memengaruhi ibu agar memberikan suplementasi kepada bayinya, namun ada juga para ibu yang merasa sangat tertekan karena dianggap tidak menyayangi bayinya jika memberikan susu formula bahkan jika karena terpaksa. Bagaimana menurut pandangan ibu akan hal ini?
Apapun pilihan ibu untuk asupan bayinya, berhak dihargai. Secara pribadi, saya menyatakan dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif (maksudnya menyusui) selama 6 bulan eksklusif dan dilanjutkan hingga 2 tahun atau lebih.
Pemberian asupan lain termasuk formula bayi, membawa konsekuensi yang tidak sedikit dan hal ini perlu diketahui ibu-ayah. Formula bayi dipertimbangkan dengan seksama apabila terdapat indikasi medis.
Baca juga:
D-MER: Rasa Frustasi dan Depresi Saat Menyusui yang Sering dialami Ibu Pasca Melahirkan