Pengakuan mengharukan ibu yang kini berhenti bermain HP saat menyusui

undefined

Ibu ini dulunya suka bermain ponsel saat menyusui, sekarang tidak lagi. Apa alasannya?

Sebagai ibu yang butuh dunia sosial, bermain ponsel saat menyusui adalah hal yang biasa. Namun, ibu ini menyadari bahwa ada waktu-waktu berharga yang hilang bersama anaknya saat ia lebih sibuk melihat HP daripada bayinya.

Sejak menyadari bahwa memperhatikan anak itu jauh lebih bermanfaat dari mainan HP, ibu ini akhirnya berhenti bermain ponsel saat menyusui dan lebih memperhatikan putrinya.

Kisah ibu yang bermain ponsel saat menyusui

Surat terbukanya dimuat di Peaceful Parent Confident Kids. Kami menerjemahkannya untuk Anda:

Aku menatap ponsel yang redup sambil mengasuh bayiku yang mungil. Kemudian notifikasi ponsel mencuri perhatianku. Aku mengecek ponsel sampai anakku selesai menyusui. Pada awalnya, aku harus duduk di kursi untuk menyusui selama satu jam, kemudian berjam-jam dalam sehari. Rasanya, itulah saat yang tepat untuk bisa mengecek semua email, pesan, dan pemberitahuan Facebookku. Seringkali aku melakukan itu saat mata bayiku tertutup saat sedang disusui, sehingga aku bisa membaca semua itu sambil menyusui. Sempurna! Baru saja, setelah sekian lama, aku mulai menyadari bahwa ada begitu banyak kerugian yang aku buat. Begitu banyak hal tentang anakku yang hilang. Meskipun kami memiliki hubungan fisik yang dekat pada saat itu, secara mental, kami tidak sinkron. Sebagai pengasuhnya, aku memang tidak mendukung ia sepenuhnya. Aku hanya menyediakan makanan dan membuatnya menolong diri sendiri. Aku tahu bahwa ini bukan hubungan yang aku inginkan dengan anak perempuanku. Kebersamaan kami, meski waktunya sangat banyak, jadi amat terbatas. Aku ingin bisa memanfaatkan masa ini bersama-sama. Aku ingin melihat anak ini tumbuh dari makanan yang aku berikan padanya. Aku mulai memperhatikan hal-hal yang sebelumnya aku lewatkan. Aku menyadari tangannya yang manis. Caranya berbaring di payudaraku atau caranya mengulurkan tangan untuk menjelajahi kalung, wajah atau kerah bajuku. Aku melihat kedua tangan kecil itu dengan lembut menekan dadaku seolah ingin membantu melancarkan aliran susu. Aku melihat kuku jarinya yang mini dan tersenyum karena kemiripannya dengan kukuku sendiri. Tatapanku beralih ke wajahnya; Matanya yang biru dan indah, menatapku.

Sudah berapa lama matanya menatapku? Apa yang ia pikirkan ketika mataku justru fokus ke sesuatu yang lain, yang tampaknya lebih menarik dari dirinya yang berada tepat di bawahku?

Aku selami lebih dalam kemurnian mata itu. Tidak ada apa-apa selain pengabdian mutlak; Cinta yang begitu erat, tidak ada yang bisa mengalihkannya. Matanya bergeser ke sesuatu di atas bahuku, aku mengikutinya dan menyadari bahwa dia tertarik pada pola selimut yang terbungkus di sandaran kursi tempat kami duduk. Apa lagi yang dia lihat? Apa yang dilihat gadisku di sekitarnya dan menunjukkan ketertarikan sementara selama ini aku hanya menunjukkan ketertarikan pada teleponku? Apakah dia pikir bahwa aku akan peduli padanya? Dia berhenti minum sebentar, nampaknya penasaran dengan minatku yang mendadak padanya. Bibirnya muncul di tepinya dan memberiku senyuman kecil sebelum menyibukkan diri lagi dengan tugas minum ASInya. Saat aku mendekatkan tubuhnya, aku melihat gerakan seluruh tubuhnya yang kecil tampak berirama saat dia sedang minum. Aku bertanya-tanya apa yang sedang ia pikirkan dan sejak berapa lama ia melakukan hal ini.

Rasanya sangat menenangkan. Rasanya sangat menenangkan untukku ketika aku mulai melakukan kontak mata dengannya. Aku merasa terkoneksi dan hadir. Tidak ada apapun di pikiranku selain dia, kita berdua.

Aku mulai menyadari bahwa aliran ASI ini meninggalkan tubuhku untuk berpindah ke tubuhnya. Aku mulai memperhatikan adanya perasaan yang berubah. Saat sedotannya mulai melambat dan tampak lelah, maka aku akan siap membantunya mendapatkan sisa terakhir dari ASI yang tertinggal dari dadaku dengan menekannya sedikit. Kemudian dia berhenti minum. Dia sudah cukup kenyang. Dia menjauhkan tubuhnya usai menyusui dan aku memberinya waktu beberapa saat sebelum bertanya apakah ia sudah selesai. Dia menghisap beberapa saat lagi dan kemudian dengan sukarela melepaskan diri dan menatapku. Mulutnya membentuk senyuman manis dan apresiatif. Aku tidak bisa berhenti memandangnya. Apa momen seperti ini yang selama ini aku rindukan? Baca juga: Busui, waspadai 5 Kesalahan Saat Menyusui yang bisa Berbahaya bagi Bayi ini

Selama ini aku telah memberinya ASI, tapi tidak memberikan diriku padanya. Padahal ia memberikan segalanya untukku dan aku tak menyambut apapun darinya.

Seringkali, saat aku membaca sebuah artikel di ponsel sambil menyusuinya, bayiku akan tertidur sebelum aku menyadarinya. Tidak ada apresiasi, tidak ada koneksi dalam fase ini. Kemudian aku akan membaringkannya di tempat tidur dan dia akan bangun beberapa jam kemudian tanpa ingat hal itu. Menyusui adalah pekerjaan yang dia selesaikan secara fisik terhadapku. Tapi secara emosional, dia sendirian. Pikiran kita untuk saling terhubung sangat kurang; Pikiranku ada pada sesuatu yang lain. Syukurlah, aku sudah menyadari ini sejak awal dalam proses menyusui kami dan sejak saat itulah aku dapat membuat waktu spesial ini lebih dari sekadar memberi makanan baginya. Ini tentang kedekatan, hubungan di antara kita, dari seorang ibu ke anak. Pada saat-saat indah bersama itu, seolah tidak ada orang lain di dunia ini. Hanya ada kita berdua. Kami berdua, tidak tergesa-gesa dan tidak terganggu dengan apapun lagi. Ini adalah waktu yang sakral dan sekarang aku sangat menghargai itu. Tidak seperti bayiku, ponselku akan selalu ada dan tidak akan berubah, tidak aktif dan tanpa emosi. Ponselku menyimpan apapun di memorinya dan aku punya banyak waktu untuk mengaksesnya, sedangkan bayiku tidak punya. Jika aku kehilangan waktu bersama bayiku, maka waktu itu akan hilang selamanya. Aku tidak mau ketinggalan apapun soal bayiku. Aku kini punya aturan ‘tidak boleh main ponsel saat sedang mengasuh’. Dan tidak akan mengubahnya demi apapun di dunia ini.  

Jadi Bun, masih akan bermain ponsel saat menyusui bayi?

 

Baca juga:

AIMI: Ibu gagal menyusui adalah kegagalan ayah, keluarga, dan lingkungan

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.