Tak ada orangtua yang tidak merasa patah hati dan geram mengetahui kabar seorang balita mengalami pelecehan seksual di sekolahnya sendiri, taman kanak-kanak yang harusnya menjadi tempat teraman baginya.
Balita kecil usia 4,5 tahun dikabarkan beberapa media dicabuli penjaga sekolah berstatus PNS di TKN Mexindo, Bogor, sejak Mei 2017 lalu. Namun, sampai sekarang pihak sekolah maupun kepolisian belum melakukan tindakan tegas atas kasus tersebut.
Bahkan, ketika sebuah akun Instagram, @thenewbikingregetan (TNBG), mencoba memviralkan kasus ini, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jakarta malah meminta ibu sang anak untuk tidak melakukan tindakan lebih lanjut.
“Disaat ibu tersebut ingin menegakkan keadilan untuk anaknya, dan menuntut pihak sekolah beserta PNS yang telah melakukan pencabulan terhadap anaknya, Ibu tersebut malah difitnah telah menyebar HOAX! Sungguh miris kasus yang telah menimpa ibu M dan anaknya. Bukannya keadilan yang mereka terima. Malah intimidasi dari beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab!” tulis TNBG dalam laman web mereka.
TNBG juga menerbitkan rekaman percakapan via Whatsapp antara pihak LPA dengan seorang wartawan yang dekat dengan ibu korban:
Kasus ini terkesan ditutup-tutupi karena Bogor sedang dalam masa evaluasi ‘kota layak anak’, hingga akhirnya dinyatakan meraih penghargaan tersebut pada tanggal 28 Juli 2017 lalu.
Namun, layakkah kasus pelecehan seksual seperti ini ditenggelamkan hanya demi kebanggaan sebuah kota?
Pihak sekolah masih mempekerjakan tersangka, keluarga menuntut keadilan
Ibu korban mengisahkan kronologi peristiwa yang menimpa buah hatinya seperti berikut ini:
10 Mei 2017
Saya menjemput anak saya ke sekolah seperti biasa. Tetapi pada hari itu saya telat menjemput, sekitar kurang lebih setengah jam. Kemudian saya melihat anak saya tidak seperti biasanya. Mukanya lesu dan sedih, terus melamun sepanjang perjalanan pulang. Setelah tiba dirumah, anak saya ingin buang air kecil dan saya pun membantu membukakan celana dalam yang digunakannya, dan betapa terkejutnya saya mendapati bercak darah pada celana dalam anak saya. Ibu saya pun melihatnya dengan kaget. Kemudian saya telfon ibu guru anak saya menanyakan apa anak saya sempat jatuh, dan dia jawab tidak.
12 Mei 2017
Pada pagi hari sebelum anak saya pergi ke sekolah, saya menanyakan dan membujuk rayu dengan segala cara agar anak saya mau mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Anak saya berkata pelakunya adalah pak Udin, sambil ia peragakan perlakuan yang ia terima. Pak Udin adalah penjaga sekolah, di sekolah anak saya, yang juga merupakan Pegawai Negeri Sipil. Sebagai orangtua, saya merasakan perubahan yang amat drastis pada anak saya. Seperti perubahan perilaku; anak saya menjadi pemarah, tengah malam selalu bangun dan menangis teriak tanpa sebab. Setiap harinya dia harus diantar sampai kelas, seperti ketakutan. Juga pada saat pulang sekolah, dia lari setiap hari agar cepat keluar sekolah, berlari sampai keluar pagar. Akhirnya saya memutuskan untuk membawa ke dokter spesialis kandungan. Namun untuk diperiksa, harus ada surat dari kepolisian. Saya membuat laporan polisi pada hari jumat tanggal 12 mei 2017. Saya berikan semua bukti berupa video pengakuan anak saya dan celana dalam anak saya yang penuh bercak darah. Keesokannya pada hari sabtu setelah mendapatkan surat visum, saya pergi ke rumah sakit yang direkomendasikan kepolisian. Dokter spesialis kandungan, dr Vivi, menyatakan bahwa vagina anak saya penuh luka lecet dikarenakan ada benda yang hendak dimasukkan, tapi susah jadi digesek-gesek hingga menimbulkan lecet di sekitar mulut vaginanya. Saya pun merekam pernyataan dokter dengan kamera video pada ponsel saya, setelah itu saya kembali kepolres memberikan bukti visum yang mereka minta dan saya di-BAP lagi. Saya sudah menghadirkan banyak saksi ke kepolisian; seperti mama saya, yang menjadi supir saat penjemputan, ayah anak saya, teman saya, dan terakhir anak yang pada saat itu melihat bahwa anak saya bersama tersangka pada hari tersebut. Disini saya sebagai orangtua korban merasa sangat kecewa dan betapa hancurnya hati saya. Dikarenakan pelaku masih dipekerjakan dan dibebaskan. Padahal ketua dinas pendidikan, Pak Fahmi, berjanji akan menonaktifkan tapi kenyataannya masih dipekerjakan. Segala cara saya sudah tempuh, bukti semua saya sudah serahkan, keterangan dua dokter, hasil visum, celana dalam anak saya, pengakuan anak saya, hingga saksi yang melihat. Saya sudah kooperatif dari awal sampai semua saksi komplit, bukti sudah ada, olah tkp sudah, saya sudah mencoba bertemu walikota, dinas pendidikan, KPAI, P2PAT, tapi semua hanya janji-janji manis. Sampai saat ini anak saya tidak mendapatkan sedikitpun perhatian dari semua instansi yang terkait. Bahkan pihak sekolah, yaitu ibu sofi sebagai kepala sekolah, menjaminkan tersangka agar tidak ditahan dahulu. Terlebih yang membuat hati saya sakit dan sedih adalah pihak kepolisian, ibu Kanit Frida, menyuruh saya pasrah dan mencontohkan bahwa kasus seperti ini banyak. Di Bogor sendiri ada 95 kasus pelecehan anak, dan yang naik ke kejaksaan baru 4. Yang akhirnya tidak kuat saksi dan banyak yang dicabut laporan hingga meminta ganti rugi. Seolah-olah dia ingin mematahkan semangat saya dan menyuruh saya seperti itu. Saya sudah memberikan support kepolisian dengan yang saya punya. Tapi sampai saat ini kasus anak saya tidak terselesaikan padahal semua bukti dan saksi ada, lebih dari dua alat bukti. Ini bukan delik aduan lagi. Berapa anak lagi yang akan menjadi korban jika seorang predator anak masih dibebaskan? Setiap hari makin banyak korban lain dengan kasus yang sama.
Sudah layak anakkah kota Anda?
Hingga saat ini, gelar perkara tidak kunjung dilakukan. Pihak kepolisian masih meminta korban diperiksa oleh psikiater mereka.
Padahal, korban sudah dua kali melakukan sesi dengan psikiater, pernyataan yang diajukan pun tidak berubah-ubah.
“Anak saya sudah bisa menceritakan kejadiannya menggunakan boneka. Anak saya sudah 2 kali diperiksa kepolisian. Anak saya tidak berubah-ubah kesaksiannya,” tegas sang ibu kepada theAsianparent Indonesia.
Semoga, segala pihak yang bersangkutan bisa segera menyelesaikan perkara pelecehan seksual ini. Sebagai orangtua, kita tentunya ingin mendapatkan rasa aman ketika anak-anak kita di sekolah, tempat kita menitipkan mereka, tempat yang selayaknya menjadi rumah kedua bagi mereka.
Sebarkan artikel ini hingga viral, hingga pemerintah mau turut turun tangan.
Baca juga:
7 Tips Melindungi Anak dari Pelecehan Seksual Menurut Dokter Anak yang Juga Seorang Ibu