Bunda, jangan lupa untuk selalu berhati-hati atas keselamatan dan keamanan anak Anda. Sebab pelecehan seks pada anak bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.
Seperti kisah miris yang diceritakan oleh pengguna Facebook Fitra Wilis Masril berikut ini.
Pelecehan seks pada anak bisa terjadi di mana saja
Dalam ceritanya, Fitra mengungkapkan bahwa melihat pelecehan seks pada anak yang terjadi di sekitar lingkungan sebuah SD.
“Beberapa hari lalu, aku ada urusan ke sebuah Puskesmas. Letak Puskesmas ini berhadapan dengan sebuah SD yang saat itu ternyata jam bubaran kelas 1 dan 2. Di depan sekolah berjejer abang-abang tukang mainan, tukang jualan, riuh,” tulis Fitra mengawali cerita.
Setelah itu, ia pun mulai menceritakan kronologi selengkapnya.
“Aku berdiri menunggu gojek, selintas aku mendengar obrolan abang penjual mainan dengan abang penjual huruf dari bahan seperti gabus.
‘Kamu sengaja yaaa ngelama-lamain,’ kata abang penjual mainan dengan nada ngeledek kepada abang penjual huruf yang sedang menempelkan huruf-huruf ke karton tebal.
‘Ya iya dong…. rejeki nomplok, kapan lagi…” jawab si abang penjual huruf sambil terkekeh.
Aku nggak ngeh mereka bicara apa. Sampai aku tersentak, rupanya, berhadapan lurus dengan si abang penjual huruf, si pembeli -gadis kecil mungkin SD kelas 1- sedang berjongkok menunggu pesanan hurufnya.
Posisi berjongkoknya memperlihatkan pakaian dalamnya. Langsung celana dalam. Yang dalam saat itu cara pakainya tak rapi, agak miring, memperlihatkan aurat terintimnya,” ungkap Fitra.
Sebagai seorang wanita, ia pun kaget dan segera menarik gadis kecil itu untuk berdiri.
“Spontan aku menarik gadis kecil untuk berdiri. ‘Jangan kurang ajar yaa,’ kataku judes pada abang penjual huruf. Dia gelagapan. Terkaget karena nggak nyangka ada orang dewasa yang menguping pembicaraan mereka. Abang penjual mainan juga terlihat ketakutan saat aku menatapnya tajam.
‘Kulaporin kalian berdua kalo berani kurang ajar,’ ancamku.
Tak ada orang dewasa selain aku disana. Si gadis kecil yg telah menyelesaikan transaksinya menepi ke teras luar puskesmas. Sama sekali tak menyadari kalo barusan ada 2 laki-laki dewasa telah keenakan menonton aurat terintimnya. Dia ‘beruntung’, ini bukan tempat sepi jadi kejahatan tak berlanjut ke pelecehan yang lebih mendalam.
‘Mama belum jemput?’ Tanyaku
‘Sebentar lagi,’ jawabnya tenang, wajahnya berbinar senang mengamati rentetan huruf warna warni bertuliskan namanya ‘KEISYA’,” ujarnya.
Dengan segera, Fitra pun membatalkan Gojeknya dan berniat menunggu sampai mama Keisya datang.
“‘Bu, kalau boleh saran, karena Keisya pake rok, sebaiknya dipakein celana dobel di dalamnya sebelum pakai rok. Seperti legging atau celana panjang kaos,” saranku.
Kuceritakan apa adanya atas apa yg kulihat dan percakapan abang-abang pedagang yang kudengar,” tulis Fitra.
Artikel terkait: Lagi pelecehan seksual terjadi di sekolah
Tidak hanya sekolah, tempat ini bisa jadi lokasi pelecahan seks pada anak
Dari cerita gadis kecil bernama Keisya tersebut, Fitra teringat akan cerita pelecehan seks pada anak yang hampir sama pada 5 tahun lalu. Waktu itu, dia sedang mengantarkan Raffi, putra keduanya, yang kala itu masih TK ke acara porseni di Ancol.
“Lima tahun lalu, Ancol belum seperti sekarang. Kala itu, Tempat bilas masih di ruang terbuka. Ada semacam lingkaran besar dengan puluhan kran mengitarinya, di ruang terbuka itulah anak anak membilas tubuhnya usai bermain pasir
Usai main pasir, orangtua sibuk membilas anaknya dan demi kepraktisan tak sedikit orangtua yang langsung membuka total baju anak-anaknya, telanjang, menyabuni, lalu memakaikan baju ganti di bawah pohon yang rindang.
Mungkin, ibu-ibu itu berpikir, lebih praktis memandikan anak dalam kondisi si anak tak berpakaian, cepat bersihnya, nggak ribet sama baju yang berpasir, lalu memakaikan baju ganti di bawah pohon (ruang terbuka) lebih mudah dibanding mencari kamar mandi atau ruang tertutup.
Apakah kita bisa menjamin semua yang di pantai ini adalah orang2 yang ‘sehat’? Dari ratusan pengunjung pantai benarkah semua tak ada yang ‘penjahat seksual’?
Di sana ada abang-abang penjual kepiting, ada mas-mas penjual teh botol, ada bapak-bapak tukang sewa perahu, ada bapak-bapak penyewa ban, ada supir bus, ada kondektur bis, ada mas-mas tukang sapu. Bahkan salah satu orangtua dari teman anak kita pun bisa jadi adalah lelaki bejat,” ujar Fitra mengingatkan.
Ia pun melanjutkan cerita dengan kisah seorang gadis kecil lain yang juga mendapatkan pelecehan
“Kala itu, seorang gadis kecil putih cantik dan agak gemuk, menggerak gerakkan badannya mungkin untuk mengeringkan air yang masih menempel di tubuhnya yang baru saja dibilas ibunya.
Gadis kecil ini tak terbalut selembar benangpun. Ibunya, sibuk membongkar tas, mencari baju ganti.
Seorang bapak tak jauh dari sana, juga sedang sibuk mengeringkan badan anaknya. Tanpa sengaja aku menangkap kemana tatapan mata si bapak ini.
Aku terperangah, di antara tangannya yang sibuk memasangkan baju anak lelakinya, si bapak ini curi-curi pandang ke gadis kecil yang telanjang. Matanya fokus ke satu titik. Ke organ terintim si gadis kecil. Menatap tepat ke sana!
Memang hanya beberapa detik, tak sampai 1 menit. Tapi aku bisa mengartikan itu tatapan yang tak pantas.
Aku berdiri ke tengah, menghalangi si bapak menghujamkan tatapannya pada aurat tertinggi si gadis kecil. Dan kudapati riak terkejut di mata bapak itu, menyadari kalo ada yang memperhatikannya
“Ngeliatin apa Pak?” Tanyaku dengan nada sejutek yang kubisa.
Si bapak buang sela. Mengeringkan kepala anaknya, membilas sandal anaknya, menjauh dariku.
Aku dekati si ibu gadis kecil. Memintanya untuk minimal menutup aurat anaknya, karena ada laki-laki yang keenakan menikmati tubuh anaknya.
Aku nggak paham, apakah kasus seperti ini bisa diributkan? Mereka ‘hanya’ melihat gratis apa yang terpampang nyata di depan mereka. Walaupun menurutku cara melihatnya sudah mengandung unsur nggak pantas.
Lalu aku teringat pesan bang Napi “kejahatan terjadi bukan selalu karena pelaku berniat jahat, tetapi kejahatan bisa juga terjadi karena ada kesempatan, karena itu waspadalah! Waspadalah!,” cerita Fitra.
Fitra mengingatkan pada para orangtua untuk selalu berhati-hati
Berdasarkan pengalaman buruk ini, Fitra mengingatkan pada para orangtua untuk menjaga aurat anaknya masing-masing. Menurutnya, anak-anak masih terlalu polos untuk mengetahu adanya ancaman bahaya.
“Untuk sahabat yang punya anak perempuan, lebih aman kemana-mana anaknya pakai celana panjang dan atasan saja. Kalaupun anaknya harus pakai rok atau gamis, pastikan juga memakai dengan celana panjang.
Begitupun saat di tempat umum yg mengharuskan anak ganti baju. Carilah ruang tertutup. Dan pastikan, minimal bagian intim anak, tak dilihat oleh siapapun kecuali orangtua dan pengasuh kepercayaan.
Untuk anak perempuan, batas dari leher ke bawah sampai atas lutut. Untuk anak laki-laki dari perut sampai atas lutut. Terutama organ terintim, jaga baik-baik. Terlalu banyak mata-mata bejat di luar sana.
Tak mengapa jika harus ribet dan repot, yang penting ‘kehormatan’ anak terjaga.
Yuk bu, saling menjaga. Saling mengingatkan. Lihat senyum manis anak-anak kita, senyum itu terlalu polos untuk menyadari adanya bahaya, kita yang harus lebih waspada menjaganya sambil terus mengajari mereka untuk berhati-hati menjaga diri,” tutup Fitra.
Referensi: Facebook
Baca juga
"Bukan, ini bukan salahmu!” Surat terbuka untuk korban pelecehan seksual