Any Siswandari terkejut saat anaknya tiba-tiba mengeluh bahwa pandangannya ada 2, di usia 4,5 tahun. Selain itu, ia melihat bahwa kelopak mata anaknya turun disertai dengan sesak nafas. Dokter kemudian memvonis dia terkena penyakit Myasthenia Gravis.
“Padahal saat lahir dia sehat. Berat badannya 3,1 kg dan panjangnya 49cm.”
Muhammad Malik Akbar Wibiwo atau yang biasa dipanggil Malik ini awalnya mengalami penurunan kelopak mata sebelah kanan. 2 minggu kemudian, kelopak mata kirinya juga mengalami hal yang sama ditambah dengan bola mata yang tidak dapat bergerak.
Sebagai ibu yang selama ini menganggap anaknya sehat, gejala tersebut sempat membuatnya panik. Ia segera membawa Malik ke dokter ahli saraf.
Dokter memberi resep Mestinon untuk Malik. Setelah mengonsumsi obat tersebut secara rutin, kondisi mata Malik mulai membaik. Any juga gembira saat dokter di RS Mayapada memberitahunya bahwa MG ada obatnya.
“Soalnya pas awal saya tahu kondisi kelopak mata Malik yang turun, rasanya sedih… sekali. Saya bingung, down, dan setiap kali melihat Malik, saya pasti nangis,” tuturnya.
Anak yang lahir pada 5 Desember 2010 ini juga sempat menjalani operasi tumor mdiastinum, tymoma di RSPAD. Gatot Subroto. Setelah operasi, kondisinya makin membaik.
“Malik anak yang aktif di sekolah dan di rumah. Tapi kalau dia kecapekan, kelopak mata kirinya akan mengecil. Sampai sekarang dia masih minum obat.” Jelasnya.
Ia juga bercerita bahwa dokter yang memeriksa Malik sempat bilang kalau pasien MG harus mengonsumsi obat secara rutin.
Penyakit Myasthenia Gravis, Termasuk Autoimun
Penyakit Myasthenia Gravis (biasa disingkat dengan MG) adalah penyakit yang terjadi karena terputusnya syaraf antara mata ke otot. Hal ini membuatnya masuk sebagai daftar penyakit Autoimun, karena sistem kekebalan tubuhnya menyerang sel-sel sehat dalam tubuhnya sendiri.
Gejala MG adalah sebagai berikut :
- Perubahan kualitas suara
- Pengelihatan ganda
- Sulit menelan dan mengunyah sehingga membuat penderita jadi mudah tersedak
- Sulit bernafas saat beraktivitas atau berbaring
- Ekspresi wajah yang terbatas
- Gangguan mobilitas seperti melemahnya otot tangan, kaki, dan leher.
MG yang ada pada tubuh penderita akan menghancurkan sel saraf pada otot. Kondisi ini akan menyebabkan komunikasi antar saraf terputus karena kinerjanya terhambat oleh antibodi tubuh. Inilah yang menyebabkan penderita MG ototnya melemas dan jadi mudah lelah.
Seperti penyakit auto imun lainnya, penyakit MG tidak dapat disembuhkan. Namun, gejalanya bisa dikurangi dengan terapi, operasi, dan obat-obatan. Terutama mengendalikan kelemahan ototnya.
Namun, obat untuk MG memiliki efek samping yang tidak sepele. Diantaranya adalah diare, kram perut, mual, otot berkedut, diabetes, osteoporosis, serta kenaikan berat badan. Efek samping obat sangat bergantung dengan dosis, jenis obat, dan komplikasi penyakit.
Penderita MG bisa hidup Normal
Sebagian besar orang berusaha hidup dengan normal layaknya orang yang tidak punya penyakit langka tertentu. Itu juga yang diinginkan oleh pasien MG.
“MG memang jadi kendala untuk bisa hidup normal seperti yang lainnya. Namun bukan jadi penghalang.” Tegas Dyani Gobel saat menjawab kekhawatiran orangtua yang takut anaknya tidak bisa hidup normal karena menderita penyakit langka.
Salah satu pendiri dan juru bicara Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia (YMGI) ini didiagnosa menderita MG sejak balita. Kini usianya sudah 29 tahun. Ia mengakui, peran almarhum ibunya sangat besar untuk hidupnya.
“Ibu tidak pernah menganggap saya sebagai anak yang sakit sekalipun gejala MG yang saya alami timbul secara bergantian. Setiap kali sakit, ibu selalu bilang bahwa saya hanya butuh istirahat.”
Berbeda dengan pasien MG lain yang minum obat sepanjang hidupnya, jadwal minum obat Dyani baru dimulai saat ototnya mulai melemah dan memicu adanya gagal nafas. Karena itulah, ia pernah mengalami hari-hari di mana ia perlu disokong dengan ventilator.
Peran ibunya sebagai single parent turut membentuk pribadinya menjadi seorang yang mandiri. Bahkan, ia merasa bahwa aktivitasnya di masa kecil sudah melebihi anak normal yang tak punya penyakit apapun.
“Ibu bekerja sebagai dokter gigi yang praktek tanpa henti untuk membiayai pengobatan saya yang tidak murah. Ibu juga berambisi untuk menyekolahkan anak di tempat terbaik dibarengi dengan kegiatan les yang cukup banyak.” Katanya.
Dyani menyebut bahwa ia pernah menjalani les berenang, piano, bahasa Inggris, tenis, gitar, matematika, melukis, dan banyak lagi lainnya. Pribadi aktif yang sudah terbentuk sejak kecil membuatnya ikut aktif dalam berbagai kegiatan yang berguna sebagai bekal sosialnya di saat ia beranjak dewasa.
Ia pernah tercatat sebagai pengurus BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), Himpunan Mahasiswa, kepanitiaan acara lokal dan internasional. Selain itu, ia juga aktif traveling sendirian maupun dengan kawanan,
Bekal kecakapan organisasi dan keaktifan di gerakan sosial mendorong Sarjana Ilmu Politik ini untuk mendirikan YMGI pada bulan Juni tahun 2011. Awalnya, ia dan teman-teman sesama MG mendirikannya secara informal. Kini, organisasi tersebut sudah legal.
Berkat hadirnya YMGI, orangtua seperti Ana merasa bahwa anak dengan kondisi seperti Malik tidak sendirian. Apalagi informasi lengkap seputar MYGI bisa diakses dengan mudah di laman ymgi.or.id.
Parents, jika anak mengalami satu dari banyak gejala MG, jangan tunda diri untuk memeriksakan anak. Jangan khawatir, pasien Myasthenia Gravis bisa memperoleh pengobatan gratis dengan kartu BPJS di rumah sakit.
Jika Anda sempat down dengan kondisi anak yang menderita Myasthenia Gravis, tak perlu khawatir. Karena YMGI akan sigap membantu menguatkan mental orangtua dan pasien untuk hadapi MG dengan sikap tenang.
Kontak YMGI bisa ke nomer+6281289026813. Atau bisa juga bergabung dengan laman facebook Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia.