Mitos tentang pandemi corona banyak beredar. Selama pandemi virus korona covid-19, ia wajib muncul sebagai topik utama. Sebagian besar informasi tersebut ada yang benar, namun ada juga yang mitos belaka.
Kominfo Republik Indonesia bahkan mencatat ratusan hoax terkait pandemi corona. Beberapa kasus bahkan diproses hingga ke ranah hukum. Betapa tidak, hoax dan mitos selama pandemi bahkan menaikkan harga barang-barang tertentu, mengundang panic buying di kalangan masyarakat.
Namun, seiring berkembangnya penelitian tentang virus korona covid-19, mitos-mitos tersebut akhirnya terpatahkan oleh penelitian yang terus dilakukan oleh para ilmuwan.
Kami merangkum mitos-mitos dan konspirasi paling umum yang beredar saat ini!
1. Masker wajah dapat melindungi dari virus korona
Masker bedah sempat jadi barang mahal, langka, dan seolah barang ajaib pelindung dari virus korona. Faktanya, masker sekali pakai tidak memberikan perlindungan seefektif itu. Masker wajah tidak dapat memblokir partikel virus yang sangat kecil.
Perlu diingat bahwa penggunaan masker harus disertai tindakan pencegahan lainnya, seperti tidak menyentuh wajah dan mempraktikkan physical distancing.
Masker wajah memang dapat membantu mencegah penyebaran droplets karena wajah dan hidung tertutup oleh masker. Penggunaan masker wajah mencegah orang-orang dari menyentuh wajah secara langsung.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan agar setiap orang memakai masker wajah di tempat-tempat umum.
Pakai masker akan membantu memperlambat penyebaran virus dari orang tanpa gejala dan mereka yang tidak tahu bahwa mereka telah tertular virus. Sayangnya, masker sekali pakai jenis surgical mask saat ini sulit didapat.
Mengutip pernyataan dr. Tirta Mandira Hudhi, dokter relawan garda depan penanggulangan Covid-19 di Indonesia, menyarankan memakai masker kain. Ini lebih baik dari pada tidak pakai sama sekali.
Artikel terkait : Bisa cegah paparan virus corona, ini cara membuat masker kain
Saat melakukan sesi diskusi terkait masker kain di akun Instagram milik Staf Khusus Milenial Presiden Belva Devara (@belvadevara) ia mengatakan, “Masker kain ini bisa digunakan oleh orang awam. Lebih baik memakai masker kain daripada tidak menggunakan sama sekali. Jadi, masker bedah dan N95 biarlah tenaga medis yang pakai, karena mereka yang lebih membutuhkan,” ungkap dr. Tirta.
2. Virus covid-19 sudah ada vaksinnya
Faktanya, hingga saat ini belum ditemukan vaksin covid-19. Setidaknya, ada 70 vaksin Covid-19 yang tengah dikembangkan di dunia.
Menurut keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tiga di antaranya telah diuji pada manusia. Upaya pengembangan vaksin ini terus dilakukan untuk menemukan obat bagi patogen berbahaya yang masih mewabah hingga kini.
Melansir Bloomberg (13/4/2020), perkembangan terdepan dari proses klinis saat ini adalah vaksin eksperimental yang dikembangkan oleh CanSino Biologics Inc. yang terdaftar di Hong Kong dan Institut Bioteknologi Beijing.
Pengembangan vaksin tersebut berada telah memasuki fase kedua. Sementara, dua lainnya yang telah diujikan pada manusia adalah pengobatan yang dikembangkan secara terpisah oleh produsen obat AS Moderna Inc. dan Inovio Pharmaceuticals Inc.
3. Mitos tentang pandemi corona : semprotan desinfektan membunuh virus di tubuh
Penyemprotan disinfektan ke tubuh ternyata dapat membahayakan kulit. Disinfektan pada umumnya terbuat dari dasar kimia berbahaya. Fungsinya, membasmi bakteri dari permukaan barang atau tempat bukan untuk kulit.
Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia memperingatkan publik untuk tak menyemprotkan atau memakainya langsung ke tubuh manusia. Sebab, beberapa kandungan dalam larutan disinfektan justru menyimpan risiko kesehatan.
“Menyemprot bahan-bahan kimia seperti itu dapat membahayakan jika terkena pakaian atau selaput lendir, contohnya mata dan mulut,” tulis cuitan dari akun resmi WHO Indonesia di Twitter WHO.
Semprot desinfektan langsung ke tubuh dapat berbahaya, terutama bila terhirup hidung dan mulut.
4. Orangtua lebih rawan terinfeksi virus corona, anak-anak tidak
Faktanya, anak-anak maupun orang dewasa, sama besar peluangnya terinfeksi virus korona. Hanya saja, anak-anak memang menunjukkan gejala yang lebih ringan. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa terpapar.
“Ini adalah pengamatan yang luar biasa, dalam literatur global yang kita miliki tentang virus korona, bahwa bahkan anak-anak dengan kondisi medis yang sangat serius, yang menggunakan terapi imunosupresif atau pada perawatan kanker, jauh lebih sedikit terdampak daripada orang dewasa, terutama orang dewasa yang lebih tua,” kata Andrew Pollard, kepala Oxford Vaccine Group.
Tetapi seorang gadis berusia 12 tahun dari Belgia dan seorang bocah lelaki berusia 13 tahun dari London, Inggris, telah meninggal dalam beberapa hari terakhir, menjadikan mereka korban termuda di Eropa. Seorang anak berusia 14 tahun di Cina juga dilaporkan meninggal setelah terinfeksi virus.
Maka dari itu, pengawasan dan penjagaan kesehatan terhadap anak-anak tetap harus dilakukan.
5. Paket atau parcel dari daerah terjangkit dapat menyebarkan virus
Dari penelitian sebelumnya terhadap coronavirus yang serupa, termasuk yang menyebabkan SARS dan MERS dan mirip dengan SARS-CoV-2, para ilmuwan percaya bahwa virus tidak dapat bertahan hidup melalui surat atau paket untuk waktu yang lama.
Artikel terkait : 5 Cara aman menerima paket saat pandemi COVID-19, apa saja?
Dilansir dari situs resmi Kementerian Kesehatan, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Achmad Yurianto, menjelaskan bahwa kemungkinan penyebaran virus korona Covid-19 melalui barang sangatlah rendah. Menurut Yuri, virus tidak dapat menular melalui benda mati.
“Virus itu sama persis dengan benalu di pohon. Benalu tidak akan hidup di pohon yang mati, (virus) butuh sel hidup. Terkait dengan barang-barang, tentu bukan sel hidup kan, sehingga (virus) akan mati. Karenanya, sangat tidak mungkin jika (virus) menular melalui barang maupun pakaian,” kata Yuri.
6. Virus corona berasal dari sup kelelawar
Meskipun para ilmuwan yakin bahwa virus itu dimulai pada hewan, tidak ada penelitian yang membuktikan bahwa virus korona berasal dari sup hewan apa pun.
Kominfo menuliskan faktanya, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto membantah soal Kelelawar ada hubungannya dengan virus Corona. Beliau mengatakan bahwa itu adalah hoaks.
Kelelawar dan semacamnya tidak ada hubungan dengan virus korona. Selain itu, Erni Juwita Nelwan Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga mengatakan bahwa virus corona awalnya menyerang hewan, seperti kelelawar. Namun, jika sudah dijadikan sup, seharusnya virus sudah mati.
7. Pengobatan alternatif di rumah dapat mengobati infeksi covid-19
Banyak sumber yang menuliskan bahwa home remedies atau menjalani perawatan dan pengobatan tertentu di rumah, dapat mengatasi virus corona.
Tidak ada pengobatan rumahan yang dapat melindungi terhadap COVID-19, termasuk vitamin C, kalung energi tertentu, minyak atsiri, koloid perak (colloidal silver) , minyak wijen, bawang putih dan lainnya.
Dinas komunikasi dan informasi Republik Indonesia juga telah memuat di situs resmi mereka tentang berbagai disinformasi seputar pandemi corona. Bunda bisa cek juga di sana, mana yang mitos dan mana yang fakta.
Pendekatan terbaik adalah melakukan kebiasaan cuci tangan yang baik dan menghindari tempat-tempat umum yang kemungkinan ada orang terinfeksi covid-19.
8. Virus corona adalah hasil ciptaan orang-orang tertentu
Terlepas dari desas-desus internet, tidak ada bukti bahwa ini adalah masalahnya. Faktanya, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus adalah produk alami dari evolusi. Tentu hal ini termasuk mitos tentang pandemi corona.
Beberapa peneliti percaya bahwa SARS-CoV-2 mungkin telah melompat dari trenggiling ke manusia. Yang lainnya, berpikir bahwa itu mungkin telah diberikan kepada kita dari kelelawar, yang merupakan kasus untuk SARS.
Sekelompok peneliti asal Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, virus korona merupakan hasil mutasi alam. Peneliti dari Scripps Research, yang dipimpin oleh pakar imunologi dan microbiologi Kristian Andersen, mempublikasikan hasil riset dalam makalah berjudul The proximal origin of SARS-CoV-2.
“Analisis kami dengan jelas menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bukan konstruksi laboratorium atau virus yang dimanipulasi dengan sengaja,” tulis mereka dalam makalah penelitian, dikutip dari Live Science.
9. Mitos tentang pandemi corona : Antibiotik dapat membunuh virus
Faktanya, antibiotik hanya dapat membunuh bakteri. Alodokter menuliskan bahwa virus dan bakteri adalah dua mikroorganisme yang sangat berbeda, mulai dari struktur hingga cara berkembang biaknya.
Antibiotik bekerja dengan cara menyerang struktur-struktur tertentu pada bakteri yang membuatnya tidak bisa berkembang biak atau bertahan hidup.
Struktur yang ditarget antibiotik ini tidak didapatkan pada virus. Oleh karena itu, COVID-19 jelas tidak bisa dicegah apalagi diobati oleh antibiotik.
Jadi, faktanya mengonsumsi antibiotik tidak akan berguna untuk menekan penyebaran virus Corona
10. Terinfeksi virus corona berarti akan meninggal dunia
Faktanya, seseorang dapat sembuh dari infeksi virus korona, apabila daya tahan tubuh seseorang mampu melawan serangan virus. Terbukti, sudah banyak yang sembuh dari infeksi corona covid-19.
Jika muncul gejala, segera ke dokter dan jangan ragu untuk tes. Namun ada kalanya, infeksi covid-19 muncul tanpa gejala.
Penderita merasa sehat-sehat saja padahal ia sudah terinfeksi. Satu-satunya cara adalah meningkatkan higienitas diri dengan mencuci tangan 20 detik menggunakan sabun.
Jika kembali bepergian dari daerah terjangkit, atau berisiko besar terpapar, namun tak ada gejala, maka lakukan isolasi mandiri di rumah. Tentu saja, lebih baik tetap memeriksakan diri.