Miliki Anak Berkebutuhan Khusus, karena Kami Orang Tua yang Terpilih

Pandangan dan informasi yang diceritakan di dalam artikel ini merupakan pendapat penulis dan belum tentu didukung oleh theAsianparent atau afiliasinya. TheAsianparent dan afiliasinya tidak bertanggung jawab atas konten di dalam artikel atau tidak bisa diminta pertanggungjawaban untuk kerusakan langsung atau tidak langsung yang mungkin diakibatkan oleh konten ini.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sama seperti orang tua lainnya, memiliki anak yang sehat merupakan impian setiap pasangan yang menikah. Saya dan suami pun demikian, Tuhan berkata lain karena kami dititipkan untuk miliki anak berkebutuhan khusus.

Selang 1 bulan setelah menikah, saya mendapatkan kabar yang sangat membahagiakan untuk kehamilan anak saya yang pertama. Saat itu proses persalinan pun melalui operasi caesar karena terjadi plasenta pengapuran.

Awal Menyadari  Miliki Anak Berkebutuhan Khusus

Siapa yang tidak bahagia ketika anak pertama tumbuh dengan sehat. Namun semakin bertambah umurnya, beberapa hal yang tidak saya duga muncul secara perlahan.

Si sulung lambat berbicara, sekalinya berbicara pun tidak banyak kata yang ia keluarkan dari mulutnya, dan jarang melakukan kontak mata. Saat itu saya sebagai orangtua tidak lantas panik dan mencoba berpikir positif bahwa anak saya ini mungkin perlu bersosialisasi dengan banyak teman.

Pada umur 4 tahun, saya memasukkan anak saya ke sekolah PAUD, berharap ia bisa memperoleh beragam kosakata dari temannya. Upaya itu pun ternyata belum membuahkan hasil, namun kami tetap menyekolahkannya.

Pada umur 5 tahun, ia masuk ke TK. Sedikit demi sedikit mulai mau berbicara. Tetapi ada hal lain yang muncul ketika TK. Bahwa ia kerapkali konflik dengan teman-teman sebayanya, karena sulit menyampaikan apa yang sedang ada di benaknya.

Sampai kami berpikir mungkin anak kami perlu lebih dekat dengan ayahnya agar banyak aktifitas motorik yang bisa dilakukan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tak terasa ia sudah masuk sekolah dasar. Kami memasukkan-nya ke sekolah swasta. Tidak banyak hal yang terjadi sampai ketika di kelas 2, ia menunjukkan perilaku yang tidak biasa, seperti kerapkali berjalan-jalan di luar kelas, terlihat melamun, dan masih tidak mau bersosialisasi dengan teman sebayanya.

Hal yang membuat saya sedih saat ia merasa kesal kepada beberapa temannya, ia melukai jari-jarinya hingga kulitnya agak terkelupas dan berdarah. Karena ia tidak dapat membela dirinya dan tidak tahu harus berbicara apa kepada mereka.

Anakku Mendapat Diagnosis Alami Diskleksia dan ADHD 

Akhirnya saya mengunjungi dokter tumbuh kembang anak, kemudian mendaftarkan terapi untuknya, sampai saya mengunjungi psikolog anak berkebutuhan khusus. Dari hasil kunjungan ke para ahli tersebut, saya mendapat jawaban bahwa anak saya ini menderita Diskleksia, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), dan ada masalah dengan sensoriknya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Betapa terkejutnya saya mendengar berita tersebut. Saya pun menyampaikan kepada pihak keluarga bermaksud untuk mendapatkan dukungan batin. Namun mereka melihat si sulung sehat dan tidak ada masalah.

Terlepas dari itu, saya dan suami memutuskan untuk memindahkan sekolahnya ke sekolah inklusi agar mendapatkan pendampingan selama belajar.

Alhamdulillah, dengan intuisi dan firasat seorang ibu, ternyata belum terlambat untuk membuat si sulung mendapatkan sekolah dan terapi yang tepat, dan mengajarkannya bersosialisasi mengenal teman yang lebih memahami dirinya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ia pun tidak lagi menyakiti dirinya, berat badan tubuhnya pun lambat laun bertambah (karena sebelumnya begitu kurus), sehingga ia pun bahagia di sekolah barunya.

Miliki Anak Berkebutuhan Khusus, Kami Orang Tua yang Terpilih

Menjadi orang tua anak berkebutuhan khusus ibarat selalu belajar untuk memperbaiki diri saya sendiri.

Melatih diri untuk menjadi orangtua yang sabar dan mampu menahan amarah. Mengajari apa yang ia butuhkan dan memberikan nasihat kepadanya bahwa ia adalah anak spesial yang selalu disayang  Tuhan. Karena tidak ada yang salah dan bukan salahnya jika ia tumbuh menjadi anak yang spesial.

Berbagai masukan dan arahan dari terapis, dokter tumbuh kembang anak dan psikolog sangat bermanfaat bagi kami selaku orang tua agar bisa membentuk anak saya menjadi seorang anak yang bermoral baik; seperti percaya diri, sabar, bertanggung jawab, jujur, dan disiplin.

Meskipun sampai saat ini ia masih sulit bersosialisasi dengan temannya, saya selalu menekankan agar ia berbuat baik kepada siapa saja dan belajar memaafkan teman yang pernah menyakitinya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Melalui pengalaman miliki anak berkebutuhan khusus, saya ingin berbagi kepada setiap orang tua lain:

  1. Senantiasa bersyukur terhadap anugerah Tuhan
  2. Senantiasa peka terhadap perkembangan anak kita, jika ada yang mengganjal sebaiknya konsultasikan dengan dokter tumbuh kembang anak atau psikolog
  3. Senantiasa bersemangat dan tetap optimis terhadap perkembangan anak kita, karena kita adalah orangtua terpilih untuk mendidik anak spesial
  4. Tidak perlu berkecil hati ketika orang lain melihat anak kita sebelah mata, karna ini adalah hal yang harus kita hadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
  5. Jangan menyerah untuk mencari tahu masalah pada anak kita sehingga nantinya mereka mendapatkan penanganan yang tepat
  6. Senantiasa membangun kepercayaan diri anak kita saat berada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat

Dari sinilah kita berjuang untuk masa depan mereka. Bahwa setiap anak sesungguhnya diciptakan oleh Tuhan dengan segala kebaikan yang ada pada dirinya. Ketika kita mampu mendidik dan membesarkannya menjadi sebaik-baik manusia, semoga segala hal yang kita perjuangkan ini bernilai ibadah bagi setiap orang tua yang terpilih.

 

Ditulis oleh Vella Putiksari, VIPP Member theAsianparent ID

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan