Dalam banyak lelucon, orang jomblo sering diejek oleh sebagai seorang yang kesepian karena masih sendiri. Yang tak banyak dibahas orang adalah, beberapa orang yang menikah juga bisa merasa kesepian dalam pernikahan mereka.
Setelah orang menikah, idealnya rasa kesepian itu lenyap. Karena akhirnya ada pasangan yang selalu di sebelah kita saat bangun tidur dan jelang tidur.
Sekalipun sudah bersama pasangan, kadang kesepian dalam pernikahan itu tetap datang. Perasaan sepi ini bisa jadi karena beberapa hal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penyebab Merasa Kesepian dalam Pernikahan
Pelajari penyebab kesepian dalam pernikahan dan solusinya untuk suami istri berikut ini.
1. Suami istri sudah tidak berbagi keseharian bersama
Tak ada lagi rutinitas makan bersama, tidur bersama, berangkat kerja, apalagi liburan. Seolah-olah dua orang di dalam satu rumah ini adalah orang asing yang hanya berbagi atap.
Karena keduanya sibuk, anak yang jadi pemersatu suami istri banyak diurus kakek nenek maupun baby sitter-nya. Suami istri makin ‘tidak bertemu’ di dalam kegiatan yang sama.
Artikel terkait: Hal yang bisa dilakukan suami untuk mengurangi stres istri
Solusi:
Jika masih ingin mempertahankan pernikahan, buatlah aturan baku yang harus ditaati oleh suami istri. Misalnya wajib sarapan bersama, wajib makan malam bersama, kencan berdua di akhir pekan, nonton film bersama di rumah bersama anak, dan lainnya.
Semakin sedikit keseharian dan hal-hal sepele yang dilakukan berdua, maka rasa kesepian dalam pernikahan ini akan semakin tebal. Yang harus dilakukan adalah berkomunikasi secara baik-baik dan katakan bahwa Bunda merasa bahwa ada beberapa hal yang harus dibenahi demi menyelamatkan pernikahan dari kehampaan yang ada.
2. Tekanan salah satu pasangan
Jika salah satu orang dalam hubungan pernikahan merasa bahwa dirinya lebih berkuasa dan lebih tahu tentang segalanya, maka ia akan membuat pasangannya merasa kesepian. Sikap dominan tersebut bisa mengakibatkan orang lain merasa tak punya suara, tak didengar, maupun ‘kalah’ dalam segalanya seolah eksistensinya tak ada.
Apalagi jika kediktatoran salah satu pihak dalam pernikahan sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan. Bisa jadi pasangannya justru selalu diliputi perasaan takut, khawatir, bersalah, dan perasaan tak nyaman lain yang membuatnya semakin menghindar dari si diktator ini.
Solusi:
Memahami perspektif pasangan adalah solusinya. Bunda memahami bahwa ia tak selalu benar, tapi ia merasa bahwa pendapatnya adalah solusi terbaik dari segalanya.
Jika Bunda sudah gagal berkomunikasi dengan pasangan, berhentilah berusaha memuaskan dirinya dan hargailah diri sendiri. Mulailah sebuah hobi baru, berteman dengan teman-teman lama, cari komunitas yang mendukung, dan jangan mengasihani diri sendiri.
Ingat, diri Anda sangat berharga. Jika ada orang lain yang menganggap bahwa Bunda selalu salah, maka jangan merendahkan level Anda sendiri di depannya. Mulailah hidup baru.
3. Lupa hari-hari penting
Pasangan lupa hari pernikahan kalian, hari ulang tahun pasangannya, hari ulang tahun anak, hari di mana orangtua meninggal, sehingga tak mempersiapkan apa-apa.
Bahkan, dia juga lupa kalau kalian punya janji bersama. Ia lupa hari di mana seharusnya kalian berlibur bersama.
Solusi:
Anda perlu memahami bahwa ia adalah seorang yang ceroboh dan pelupa. Tak perlu berekspektasi bahwa tiba-tiba saja dia jadi seorang lelaki romantis seperti dalam drama Korea yang akan memberikan bunga sebagai kejutan di hari ulang tahun.
Berhenti berekspektasi tentang dia yang akan mengingat hari penting kalian. Bunda adalah orang bijak yang belajar dari peristiwa yang sudah lalu dan berperanlah sebagai asisten pribadinya yang mengingatkan dia jadwal yang harus ia penuhi sepanjang waktu.
Kapan lagi kan suami punya istri yang bisa jadi asisten pribadi dan bisa temani dari bangun tidur hingga waktu tidur tiba?
Artikel terkait: 4 Rahasia agar hubungan langgeng berdasarkan penelitian selama 50 tahun
4. Pasangan Anda melakukan segalanya sendiri
Barangkali ia adalah tipe orang yang tidak enak hati. Misalnya, ketika dia ingin bawa bekal ke kantor, ia memilih untuk menyiapkan bekal makannya sendiri dibanding meminta Bunda untuk membantunya.
Di satu sisi, Bunda senang bahwa orang yang Anda nikahi adalah seorang yang mandiri. Tapi ada bahaya yang diam-diam mengintai dalam kemandirian itu, yaitu ketika Bunda merasa jadi orang yang tak berguna bagi pasangan.
Solusi:
Tawarkan apa yang bisa Anda bantu. Katakan bahwa Bunda senang jika ia mandiri tapi jika ada hal yang bisa dibantu, Bunda akan senang melakukannya.
Jangan sampai kemandirian masing-masing membuat suami istri berhenti untuk saling membantu satu sama lain karena merasa, “Aku bisa kok ngerjain semuanya sendirian, nggak ada kamu juga bisa kok.”
Kalau sudah sampai pada tingkat itu, pernikahan Anda akan jadi sulit untuk diselamatkan. Perlu mengempiskan ego diri sendiri agar dapat membesarkan diri pasangannya.
Kesepian dalam hubungan pernikahan akan “membunuh” pernikahan diam-diam. Hal ini juga bisa membawa seseorang pada depresi hingga komplikasi lain menyangkut buruknya kesehatan fisik, kesulitan konsentrasi, sulit mengambil keputusan yang bijak, melambatnya respon otak, hingga lari ke hal-hal yang membuat seseorang kecanduan.
Komunikasi dan pengertian tetap jadi solusi utama dalam penikahan. Setelah membaca artikel yang disarikan dari momjuction ini, semoga pikiran Bunda lebih jernih dalam berpikir apakah pernikahan ini masih bisa diselamatkan?
****
Baca juga:
Surat Kepada Selingkuhan Suami, dari Istri yang Sedang Sekarat
5 Kebutuhan Dasar Suami yang Sebaiknya Dipenuhi Istri
15 Rekomendasi Ide Hadiah untuk Suami di 2023, Bermanfaat dan Berkesan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.