Menjadi orangtua yang baik untuk anak-anaknya merupakan keingian semua orangtua di muka bumi ini. Dalam praktiknya hal ini tentu saja tidak mudah dilakukan. Meskipun begitu menjadi orangtua yang baik bukanlah hal mustahil.
Seperti yang dikatakan psikolog keluarga sekaligus praktisi pendidikan, Najelaa Shihab, bahwa sebenarnya masalah pengasuhan anak merupakan urusan bersama. Hal ini tidak terlepas karena tidak ada satu orangtua pun yang sempurna. Oleh karena itulah ia menandaskan bahwa yang paling dibutuhkan adalah kerja sama orangtua untuk bisa mencintai anak-anaknya dengan lebih baik.
Menjadi orangtua yang baik, orangtua perlu saling merangkul
“Saya percaya bahwa semua orangtua itu sudah punya modal cinta untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya, tapi banyak sekali orangtua yang nggak belajar untuk mencintai lebih baik. Rata-rata setelah jadi orangtua, melakukan pola asuh itu sebagai mana mereka diasuh sama orang tuanya dulu. Padahal kondisi ini bisa diubah, Ya, memang jadi orangtua itu tidak ada sekolahnya tapi bukan berarti jadi tidak bisa belajar,” tegasnya.
Oleh karena itulah, Najelaa Shihab menyarankan agar bisa menjadi orangtua yang baik perlu terus belajar agar bisa mencintai lebih baik. Belajar dari pengalaman, lingkungan, bahkan belajar dari sesama orangtua untuk bisa saling merangkul.
Lewat Keluarga Kita, Najelaa Shihab selaku founder menggunakan pendekatan baru yang melibatkan publik untuk sama-sama belajar untuk bisa lebih mencitai lebih baik. Caranya dengan melakukan pendekatan dengan mengajak publik menjadi Relawan Keluarga Kita, yang disingkat menjadi Rangkul.
Pengasuhan anak juga perlu keterlibatan publik
“Pendidikan keluarga yang dilakukan Rangkul melibatkan publik secara sukarela dan terbukti bisa dipraktikan di berbagai kondisi, termasuk keluarga rentan yang dalam kemiskinan. Pendekatan ini juga efektif dalam jangka panjang untuk mencegah masalah pengasuhan orangtua dan mencerdaskan anak karena dimulai sejak dini, sebelum masuk sekolah,” papar Najelaa Shihab, pendiri Yayasan Rangkul Keluarga Kita yang menginisiasi Program Rangkul.
Najelaa Shihab mengungkapkan, bahwa faktanya, banyak sekali anak-anak yang sudah memiliki masalah sebelum memasuki bangku sekolah. Hal ini tentu saja semakin mempertegas bahwa lingkungan keluarga sebagai pendidik pertama dan utama, sering kali hanya sekadar jadi mantra.
“Kalau mau melihat anak Indonesia bahagia, mandiri, dan cerdas, intinya memang harus dimulai dari keluarga lebih dulu sebagai pendidikan pertama. Nggak bisa menyerahkan pada sekolah dan menuntut perbaikan pendidikan di sekolah saja, tanpa ada perubahan pendidikan dalam keluarganya. Kenapa pendidikan dalam keluarga itu sangat penting, bukan hanya karena waktu yang dihabiskan banyak di rumah, tapi memang orangtualah yang memberikan pengaruh besar pada anaknya.”
Untuk itulah lewat Keluarga Kita merancang kurikulum apa saja yang perlu dipelajari oleh orangtua sehingga bisa menjadi orangtua yang baik. Contohnya, soal poal pengasuhan masa lalu, di mana sesi ini berbicara tentang cara kita diasuh dulu yang memengaruhi bagaimana kita menjadi orangtua dan mengasuh anak.
Mengapa berbagi dan belajar bersama orangtua lain bisa efektif mengajarkan orangtua untuk mencintai lebih baik?
“Jika kita hanya belajar sendiri, tidak terbiasa melakukan percakapan yang bermakna dengan orang lain, maka belajarnya akan menjadi lama. Lama pinternya. Dengan mengikuti menjadi rangkul tidak hanya mendapatkan ilmu, kita juga sebenarnya belajar menyebarkan ilmu pada orangtua lainnya. Kita punya data, para rangkul yang semakin sering melakukan sesi, berbagi pada orangtua lain, akan mengalami perubahan yang semakin baik pada diri sendiri,”
Saat ini Rangkul telah tersebar di 64 Kabupaten/Kota di berbagai wilayah Indonesia, sejak 2015 menjalankan sesi belajar pengasuhan dengan orangtua sebagai sumber belajar orangtua lain.
Ada 5 prinsip yang perlu dipahami orangtua agar bisa mencintai lebih baik lagi:
1. Sesuaikan cara mencintai di setiap tahap usia anak
Pengasuhan merupakan perjalanan dan tujuan jangka panjang. Anak butuh proses serta struktur berbeda di tiap tahap perkembangan, oleh karena itu strategi orangtua juga perlu tumbuh seiring anak balita jadi remaja dan dewasa.
2. Percaya pada kemampuan anak
Keluarga sering kali memiliki impian yang sangat tinggi terhadap anak-anaknya, sayangnya sebagian kita hanya sibuk dengan ekspektasi pribadi, dengan rentetan syarat, ambisi dan segala tuntutan yang ingin kita dapat.
Berbeda dari orang lain yang menuntut bukti sebelum janji, orangtua perlu percaya anaknya mampu, bahkan sebelum anak membuktikan pada dirinya dan dunia bahwa ia bisa berhasil.
3. Keluarga mencintai dengan menerima tanpa drama
Tetap tulus di saat anggota keluarga menghadapi tantangan dan mengalami tekanan emosi. Keluarga perlu mencintai dengan menerima apa adanya tanpa banyak drama.
Saat anak kalah dan salah, orangtua harus bisa menahan cela dan mengendalikan amarah. Dukungan tanpa syarat dari lingkungan terdekat akan menjadi modal anak dalam berbuat baik untuk orang banyak.
4. Keluarga kita mencintai dengan tidak takut salah
Menjadi orangtua butuh terus belajar karena tidak ada keluarga yang sempurna. Meskipun begitu, orangtua juga perlu belajar untuk mencintai dengan tidak takut salah.
5. Keluarga kita mencintai dengan asik main bersama
Interaksi hangat dan penuh humor menjadi candu bila dilakukan bersungguh-sungguh. Setiap hubungan bukan hanya butuh kedekatan dan keintiman, namun juga keseruan. Kehadiran dan keterlibatan keluarga seharusnya jadi pengalaman bermakna untuk semua.
“Anak tidak bisa memilih orangtua, orangtua pun tidak bisa memilih anak. Tetapi, setiap keluarga sejatinya dapat memilih untuk mencintai dengan lebih baik, setiap hari,” tegas Najelaa Shihab.
Baca juga:
21 Cara Lain Bilang 'I Love You' ke Pasangan, Nomor 9 Paling Sulit!