Pernikahan dini masih sering dialami anak perempuan dan laki-laki, terutama yang tinggal di pedesaan. Di tambah lagi, anggapan bahwa perempuan tak perlu bersekolah tinggi dan harus menikah di usia dini masih kental di pemikiran masyarakat di beberapa budaya.
Bahkan, sebuah survei yang dilakukan secara nasional pada tahun 2012 menyatakan, lebih dari 220.000 anak perempuan dinikahkan di usia 15-19 tahun di Jawa Barat. Dan Jawa Timur sekitar 236.000. Dan 44% dari mereka menjadi korban KDRT.
Menikah di usia dini, gadis ini tewas akibat KDRT yang dilakukan suami
Seorang gadis berusia 15 tahun berinisial Y, asal Indramayu, Jawa Barat, harus meregang nyawa di tangan suaminya. Setelah menikah di usia dini, ia tinggal bersama sang suami yang kerap melakukan KDRT.
Sampai kemudian, tubuh rapuh Y tak mampu lagi menanggung penganiayaan suaminya, hingga akhirnya meninggal dunia di RSUD Indramayu.
Suami Y, yakni D yang berumur 16 tahun sempat ditangkap polisi setelah kematian Y. Akan tetapi, karena kurangnya bukti, dia kembali dibebaskan setelah 24 jam.
Y merupakan anak sebatang kara, ayahnya telah meninggal saat dirinya masih berusia tujuh bulan, sedangkan ibunya bekerja di luar negeri sebagai TKW. Sebelum menikah, Y tinggal bersama neneknya. Karena tak ingin cucunya terjerumus zina, akhirnya Y dinikahkan dengan D, yang juga terhitung masih remaja.
Melihat kondisi keluarga Y, Pengadilan Agama Indramayu memutuskan memberi keringanan agar Y bisa menikah dengan D. Walaupun usia mereka belum memenuhi syarat usia menikah seperti yang tercantum dalam UU Perkawinan tahun 1974.
Menikah di usia dini, Y kerap menjadi sasaran pukulan suami
Setelah menikah, Y tinggal bersama keluarga suaminya. Setahun kemudian, Y melahirkan seorang anak melalui operasi caesar. Sayangnya, bayi tersebut meninggal dalam usia satu bulan. Semenjak anak mereka meninggal, Y sering mengeluh pada neneknya bahwa D kerap melakukan KDRT.
D, suami Y, tidak hanya suka menganiaya istrinya, namun juga kerap mengunggah foto sang istri yang babak belur ke media sosial. Melihat foto Y yang lebam dan penuh luka, seorang kenalan memberitahu nenek Y tentang kelakuan cucu mantunya tersebut.
Sang nenek segera pergi ke rumah mertua Y, namun ternyata cucunya sudah dibawa ke rumah sakit. Tak lama kemudian, Y dinyatakan meninggal pada pukul 8 malam, 21 September 2018.
Y dimakamkan keesokan harinya, pada 22 September. Polres Indramayu mengatakan bahwa pihak berwenang masih melakukan penyelidikan terhadap kasus ini.
Kasus ini tidak hanya mendapat perhatian kepolisian, namun juga Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Barat. Mereka menyayangkan Y harus menjadi korban dari kegagalan negara dalam melindungi anak-anak. Selain menikah di usia dini, ia juga jadi tewas karena KDRT.
Padahal, anak seusianya harusnya bisa menikmati masa remaja dengan bersekolah dan bermain bersama temannya.
Tingkat pernikahan usia dini di Indramayu memang cukup tinggi, data dari tahun 2017 menyatakan, Pengadilan Agama Indramayu memberikan dispensasi kepada 287 pasangan yang menikah di usia dini. Dan tahun 2016 adalah 354 dispensasi yang diberikan.
Ketentuan menikah di usia dini dalam hukum Indonesia
Dalam Undang-Undang tentang Perkawinan tahun 1974, pasal 7 menyebutkan bahwa batasan usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun, sedangkan laki-laki 19 tahun. UU ini sedang berusaha direvisi melalui perppu, agar batasan usia menikah menjadi 18 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Indry Oktaviani, Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) mengatakan bahwa ketentuan pada UU sebelum direvisi adalah aturan yang diskriminatif bagi perempuan. Dan mendorong adanya praktik pernikahan anak.
Misiyah Misi, Direktur Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan, pembahasan perppu untuk mengatur batasan usia nikah akan dibarengi dengan pembahasan mengenai pemberian dispensasi, dari pengadilan agama bagi perempuan yang ingin menikah namun belum mencapai usia minimum yang ditentukan.
Ketentuan yang direvisi dari UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut hanya pasal tentang usia menikah saja, sedangkan pasal lainnya akan tetap berlaku jika Perppu sudah disahkan.
Sebelumnya, pengajuan untuk menaikkan batas usia nikah sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi, namun tidak dikabulkan.
Mengingat yang paling banyak mendapat kerugian adalah perempuan bila pernikahan anak terjadi, maka sewajarnyalah UU tersebut direvisi. Pernikahan anak tidak saja menutup peluang anak perempuan mendapat pendidikan tinggi dan peluang karir masa depan, namun juga risiko hamil dan melahirkan di usia dini yang bisa mengancam nyawanya.