Pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta putaran kedua akan berlangsung sebentar lagi. Sekalipun Pilkada tersebut berlangsung di Jakarta, suasana panas yang terjadi seolah menunjukkan bahwa yang berkepentingan dengan Pilkada Jakarta adalah seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini membuat situasi di media sosial dan grup WhatsApp keluarga sering memanas. Apalagi dengan banyaknya pesan berantai yang bernada provokatif dan seringkali dibumbui dengan hoax.
Sudah banyak orang yang mengaku telah memutus hubungan di media sosial dengan kerabat maupun keluarga karena urusan politik Pilkada Jakarta. Tak ingin mengalami perdebatan berkepanjangan yang merusak hubungan keluarga maupun pertemanan? Berikut tips cara menghindarinya:
1. Menahan diri menyebar pesan berantai
Saat musim pemilu terjadi, biasanya grup WhatsApp akan penuh dengan tulisan-tulisan yang mengajak orang untuk membenci kandidat tertentu. Biasanya, tulisan tersebut bernada mengungkap rahasia kejahatan kandidat maupun alasan-alasan untuk memilih kandidat.
Jika Anda menilai bahwa dengan mengirim pesan berantai itu kerabat Anda akan berubah pikiran dalam menentukan kandidat calon gubernurnya, maka Anda keliru. Karena itu hanya akan membuatnya jengkel dan membantah Anda.
Dari sanalah perdebatan biasanya bermula. Karena, akan selalu ada pihak yang merasa dipojokkan dengan tersebarnya pesan berantai tersebut. Jika Anda mendapatkan broadcast ‘dari grup tetangga’ tentang politik, ada baiknya untuk menahan diri menyebarkannya.
Abaikanlah anjuran ‘jangan berhenti di kamu’, ‘sebarkan,’ dan ‘kirim ke 10 orang temanmu’, karena hubungan kekerabatan Anda sesungguhnya harus lebih kuat dari pesan berantai yang akan memasung kelenturan hubungan kalian.
2. Hindari pembahasan politik
Di musim pilkada seperti sekarang, hal ini tentu saja sangat sulit. Tapi Anda bisa memulainya dengan mengalihkannya ke tema lain.
Penulis buku Guide to Holiday Civility David Brooks memiliki trik jitu menghindari pembahasan politik. Misalnya dengan mengalihkannya dengan bertanya tentang kondisi kesehatan orang yang mengajak Anda berdebat, hobinya, maupun minatnya pada teknologi maupun makanan.
Bukan berarti malah menyinggungnya dengan bertanya, “Anda sehat?” dengan nada sarkasme yang bisa berarti mempertanyakan kewarasan otaknya setelah memancing perdebatan. Tapi bertanya tulus dengan kalimat seperti, “kapan terakhir kali maag mu kambuh? Apakah sekarang kondisimu sudah mendingan?”
Bertanya tentang kondisi kesehatan akan membuat orang lain merasa diperhatikan. Tunjukkan padanya bahwa sekalipun pandangan politik kalian berbeda, Anda akan tetap jadi orang yang memberikan perhatian padanya di saat orang lain menyibukkan diri dengan perdebatan politik.
Menandai temen di Facebook dan Twitter seputar berita politik yang jelas-jelas berseberangan dengan pemahaman politik Anda itu adalah tindakan menyebalkan. Maka, jika Anda tak ingin dianggap menyebalkan, ada baiknya untuk berhenti melakukan itu.
3. Mengontrol keinginan untuk mendakwahi orang lain
Ajakan untuk mengajari orang lain walau hanya satu huruf memang benar. Namun, kita harus mawas diri dengan mengingat bahwa mestinya kita tidak mengatakan hal yang tidak benar-benar kita kuasai bidangnya.
Perasaan ingin mengajak orang lain untuk meyakini apa yang kita yakini itu memang sering ada di benak banyak orang. Namun, kita harus memahami bahwa pikiran dan hati orang memang berbeda-beda tergantung kepentingan dan kapasitas penyerapan pengetahuannya.
Jika seluruh dunia punya pemikiran yang sama, tidak akan ada inovasi baru di dunia ini. Bahkan, para penemu teknologi dan kemajuan sains di dunia seringkali dianggap aneh dengan pemikiran yang dianggap tak umum di masyarakat.
Daripada berusaha menjadikan pikiran semua orang seragam, bagaimana jika mulai sekarang kita berpikir untuk menganggap orang yang pemikirannya berbeda sebagai variasi kehidupan belaka.
4. Belajar mengabaikan
Ada baiknya menghindari perdebatan dengan mengabaikan lawan bicara. Tunjukan bahwa Anda tak tertarik membicarakannya lebih dalam.
Apalagi, jika Anda memiliki teman segrup WhatsApp yang juga kesal dengan perdebatan politik. Maka, Anda dan dia bisa mulai bicara tentang lagu, film, makanan, sekolah, dan hal ringan lain di luar topik pancingan lewat politik.
Sebisa mungkin, ajak teman yang lain untuk ikut andil dalam perbincangan Anda. Jika penyebar broadcast maupun provokator debat politik sudah terlalu sering diabaikan, maka ia juga akan lelah atau tahu diri bahwa tidak ada seorang pun yang tertatik dengan topik yang ia bawa.
Jika mengabaikannya terus-terusan tak juga membuat ia jera, biarkan dia menjadi dirinya yang provokator. Dan biarkan Anda serta teman-teman menjadi orang yang menjaga hubungan kekerabatan.
5. Menyadari kapasitas
Sadarilah kapasitas masing-masing. Jika Anda memang bukan seorang pakar politik yang menempuh pendidikan khusus, bukan penulis artikel di media massa, dan bukan publik figur yang dapat mempengaruhi pendapat orang lain, maka Anda tak perlu repot-repot mengemban tugas untuk ‘mencerahkan pemikiran orang lain’.
Menyadari kapasitas keilmuan serta keterbatasan pemahaman itu adalah sesuatu yang penting. Misalnya, jika Anda menerima kabar tentang keburukan kandidat tertentu, maka Anda bisa menghindari putusnya hubungan kekerabatan dengan menahan diri dan bercermin dengan keadaan diri sendiri.
Maka, Anda harus memahami bahwa ia bukanlah seseorang yang Anda kenal betul kesehariannya. Anda juga bukan wartawan atau pihak kepolisian yang benar-benar sudah mengungkap tuntas kejahatan yang diperbuatnya.
Selain itu, jika kerabat Anda meyakini kandidatnya yang paling baik, dan Anda juga meyakini bahwa kandidat Anda adalah orang terbaik, maka Anda dan kerabat tersebut sudah jelas tak perlu berdebat. Karena itu hanya akan menghasilkan perdebatan yang sia-sia antara dua orang yang sudah sama-sama yakin dengan pilihannya.
Di titik ini, Anda harus mulai menghentikan niat mengubah pandangan politik orang lain. Apalagi, sudah ada pandangan subyektif masing-masing yang akan membuat segala sesuatunya jadi tampak bias.
Jika Anda sudah terlanjur gagal menghindari putusnya hubungan kekerabatan karena urusan politik, tak ada salahnya untuk memulai minta maaf. Anda tak perlu menargetkan bahwa semua akan baik-baik saja dalam waktu cepat, cukup tunjukkan padanya bahwa Anda tetap ingin menjalin silaturahmi dengannya.
Misal dengan berkata, “jabatan pejabat yang kita pilih dalam politik hanya 5 tahun. Sedangkan, hubungan kekeluargaan kita akan berlangsung selamanya tanpa ada pergantian jabatan maupun batasan jangka waktu tertentu. Temenan lagi, yuk!”
Bagaimana, apakah menurut Anda tips ini bisa diterapkan? Apa trik menghindari putusnya hubungan kekerabatan versi Anda?
Baca juga:
Jelang Putaran Kedua, Simak Program Ahok-Djarot & Anies-Sandi Soal Perempuan dan Anak ini