Pernah kah Anda mengalami ataupun sekedar melihat orang yang rela antri berjam-jam karena makanan yang sedang hits di media sosial? Mulai dari gerai makanan yang berasal dari luar negeri, makanan hasil review food blogger, makanan khas artis, dan sebagainya.
Seorang ibu mengungkapkan pemikirannya lewat status viral berikut ini tentang fenomena rela antri makan berjam-jam yang banyak terjadi belakangan ini:
DEMI APA? By : Amalia Sinta
Kemarin saya jalan ke sebuah mall di Jakarta Barat. Sebuah antrian panjang menyita perhatian saya. Di KI** MA*** TH**, outlet minuman yang baru buka sekitar dua minggu, mengekor antrian sangat panjang. Padahal saat itu baru jam 10 lewat dikit, mall baru buka. Emm..mereka dateng dari jam berapa yaa? Iseng saya ajak ngobrol pak satpam. Ternyata butuh waktu minimal 2-3 jam untuk mendapatkan minuman itu. Bahkan kemarin sampai 4 jam, saat antrian mengekor hingga lantai atasnya. Gilaak kan.. Ah, mungkin cuma saya yang gak bisa memahami kenapa orang-orang itu mau mengantri sangat lama, hanya untuk segelas minuman baru. Itu bukan hal yang urgent, gak harus beli sekarang dengan antrian segitu panjang. Besok-besok kan masih tetep di situ outletnya, gak lari kemana-mana hehe.. Emm.. apa demi segera terlihat keren di mata teman IG nya? Karena setelah memegang gelas minuman itu, kebanyakan gak langsung mencicipinya. Tapi sibuk selfie nyegir bareng si gelas. Karena penasaran, saya searching di IG soal makanan/minuman kekinian. Betul saja, ratusan foto muncul. Banyak orang langsung berfoto selfi begitu mendapat menu itu. Captionnya bermacam-macam. Ada yang menyesal karena ikutan antri sampai 4 jam. Ada pula yang bangga. Owh jadi demi eksis, sampai rela antri berjam-jam. Sudah sedemikian kah medsos mengaburkan logika? Ah, betapa sudah bergeser jauh arti kata “keren” dan “wajib” di era sosmed saat ini. Yang sekarang terasa keren adalah saat kau bisa duluan beli menu mahal yang lagi kekinian. Yang terasa wajib adalah segera mempostingnya, biar dibilang gaul oleh teman dunia maya. ♧♧♧ Saya masih ingat, ketika outlet Bre** Ta** ada diskon, dan J.** ada potongan harga Rp.20rb untuk pembelian 2 lusin donat, langsung antrian panjaaang banget. Orang-orang membeli setumpuk roti dan donat itu banyak-banyak. Sebetulnya wajar jika yang mengantri adalah mereka yang tidak mampu membeli dengan harga normal. Tapi sering kita jumpai wanita dengan tas branded, ikut dalam antrian panjang itu. Rela berdiri begitu lama demi potongan harga Rp.20rb. Tidak sadarkah bahwa orang lain lebih berhak?
Anda kan sangat mampu beli tanpa harus menunggu diskon. Dan melihat banyaknya jumlah makanan yang dibeli, apa yakin semuanya termakan, ga ada yang terbuang? Ah, mungkin hanya saya yang sedih melihat meningkatnya konsumerisme macam ini. Semoga semua sudah memperhitungkan pembeliannya agar gak ada yang mubazir. Mengingat masih banyak orang kelaparan di luar sana. Dan jika sedang punya waktu luang, daripada dihabiskan waktu antri yang berjam-jam itu, bukankah lebih bermanfaat jika dipakai main bersama anak? Selama ini kan sudah terlalu banyak waktu dipakai untuk sibuk bekerja. Saya lihat, ada pula mama papa muda yang mengantri sambil menggendong bayinya. Aduh, berlama-lama di kumpulan orang begitu, rentan membuat si baby terkena virus. Sudahkah berpikir sejauh ini? Dan terlihat pula abang gojek yang antri. Huft, itu orang yang pesan via go-food, apa gak mikir ya, nyuruh driver antri segitu lama? Bisa ngasih tip berapa? Bayangkan kalau abangnya pakai durasi mengantri itu untuk ambil orderan lain, dia kan bisa mendapat pemasukan lebih untuk makan anak istrinya. Ah semoga si pemesan bukan kurang bisa berempati atau sibuk mikirin diri sendiri, tapi memang sudah menyiapkan tip besar untuk abangnya.. ♧♧♧ Btw FYI, di sebelah outlet minuman ini, ada outlet cheese tart Pab**, yang tidak nampak antrian sama sekali. Padahal saat baru launching, cheese tart ini juga fenomenal, antri sampai berjam-jam. Kalo saya pribadi sih, belinya sekarang, saat ga antri. Masa bodo mo dibilang ga keren karena gak duluan nyobain saat masih ngehits. Setidaknya inilah yang saya contohkan ke Tera. Bahwa tidak perlu selalu mengikuti tren kekinian, kalau tidak ada manfaat yang dipetik darinya. Ingat ya Tera sayang, Kelak kamu boleh penasaran dengan rasa menu baru, tapi kamu harus bisa menakar, apakah worth it, waktu yang akan kamu habiskan untuk mengantri untuk hal yang gak urgent. Karena waktu itu sangat berharga, gak bisa diputar ulang. Dan juga Nak, untuk menjadi keren, bukan saat kamu jadi yang pertama mencicip menu mahal yang ngehits. Tapi saat kamu gak merasa kemahalan saat belanja di pasar dan gak menawar ke pedagang kecil. Nak, untuk menjadi hebat, bukan dengan mampu berdiri lama dalam antrian panjang semacam ini. Tapi kamu hebat saat mampu berdiri di KRL karena memberi kursimu pada ibu hamil yang segerbong denganmu. Dan saat akan makan, kamu tak wajib memfoto dan mempostingnya di sosmed. Tapi kamu wajib berdoa dan bersyukur masih bisa makan kenyang. Dan yang paling penting Nak,
Hiduplah di dunia nyata
Jangan terlena dengan hiruk pikuk dunia maya
Karena semua itu semu belaka.. #SharingnyaSinta *SHARE ga perlu izin
*JANGAN di COPAS.
Status tersebut hingga kini sudah dibagikan oleh lebih dari 7000 akun di Facebook dan disukai oleh lebih dari 8 juta pengguna. Tentu saja, di dalam sebuah tulisan viral selalu ada pro dan kontra di dalamnya sekalipun tetap banyak yang setuju.
Sinta juga bercerita bahwa antrian yang menular tak hanya satu jalur, melainkan tiga jalur. Antrian seperti itu pun pernah terjadi di gerai makanan lainnya beberapa bulan lalu. Kini, gerai makanan yang dimaksud justru sepi.
Teori di balik fenomena tersebut
Dalam teori mob psikologi disebutkan bahwa jika ada antrian makanan yang mengular, maka orang lain cenderung ingin menjadi bagian dari antrian tersebut. Mencicipi sebuah makanan yang sedang hits dapat membuat kepercayaan diri seseorang meningkat karena ia jadi merasa memiliki atau melakukan sesuatu yang sama seperti orang lainnya. Artinya, ia tidak sendirian di dunia ini.
Dr. Gail Saltz mengatakan bahwa mencicipi makanan yang sulit didapatkan berpotensi membuat orang lain iri yang dampaknya justru positif untuk kepercayaan diri.
“Saat ada orang lain yang iri padamu, maka hal itu akan meningkatkan kepercayaan dirimu sendiri,” ujar Profesor sekaligus psikiater ini.
Saat ini juga sedang tren Mukbang, yaitu orang yang dibayar untuk menyiarkan video yang memperlihatkan ia sedang makan dalam jumlah besar. Secara psikologis, beberapa orang yang memiliki masalah makan juga ingin makan ketika melihat postingan seseorang yang sedang lahap makan. Bahkan orang yang sedang diet pun merasa terbantu ketika melihat seseorang makan karena itu membuatnya kenyang tanpa perlu makan.
Begitupun dengan melihat foto makanan bagus yang banyak tersebar di media sosial. Sehingga kecenderungan untuk memakan hal yang sama jadi meningkat.
Apapun alasannya antri demi makanan, semoga saja budaya antri masih terjaga ya. Jangan sampai rusuh hanya demi makanan.
Baca juga: