Ketika Menghadapi Kenyataan Memiliki Anak Autis

"Bisa menjadi masalah besar dalam keluarga, aku pun ingin berbagi pengalaman dan inilah kisahku... "

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Menjadi orang tua yang memiliki anak autis lebih besar tantangannya. Setidaknya inilah yang saya rasakan.

Tantangan memiliki anak autis terkadang menjadi masalah besar dalam keluarga sehingga harus disikapi dengan bijak. Tujuannya, tentusaja agar tidak sampai menimbulkan perpecahan. Namun, yakinlah kita merupakan orang-orang pilihan yang dipercaya Tuhan untuk menjaga Amanah-Nya.

Sebab bisa jadi melalui masalah atau cobaan itu Tuhan ingin menguji keimanan dan ketabahan seseorang. Berikut saya ingin berbagi pengalaman bagaimanaa saya menerima kenyataan memiliki anak autis

1. Cari support system yang bisa mendengar sangat dibutuhkan saat memiliki anak autis. 


Semenjak mengetahui anak kami berbeda, jujur sebagai orang tua sempat sangat terpuruk. Apalagi saya, ibu kandungnya merasa bersalah. Beruntung saya memiliki suami yang sering mendengarkan keluh kesah saya. Kami pun tidak menyembunyikan kondisi anak kepada nenek, kakek, saudara dan tetangga sekitar. Karena semakin bertumbuh besar, anak kami pasti terlihat berbeda dengan anak sebayanya.

Memang saat kami memberitahu mereka, khususnya nenek dan kakek, mereka kaget dan tidak percaya dengan yang terjadi kepada cucunya. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya dapat mengerti dan menyemangati kami untuk selalu bersyukur serta tidak pantang menyerah dengan keadaan.

Begitupun dengan tetangga sekitar rumah, awalnya seorang tetangga bertanya kepada suami ada apa yang terjadi dengan putri kami yang saat itu selalu menangis tiap malam. Suami pun menceritakan dengan kalimat yang mudah mereka pahami.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tujuh tahun usia putri kami, mereka sangat berhati-hati apabila bertanya tentang putri pertama kami. Beruntung sang adik mudah beradaptasi dengan siapapun, yang kerap kali membuat suasana hangat.

2. Hindari toxic people.


Pernah saya mendapati orang yang benar-benar membuat saya ‘’jatuh’’ dengan kondisi anak. Dan itu terjadi di salah satu tempat terapi untuk anak autis. Memberikan penilaian kepada orang lain mungkin lebih mudah daripada menilai diri sendiri.

Baru pertama kali bertemu tetapi dia sudah menghakimi bahwa saya orang tua yang salah, sangat terlambat menangani putri kami yang saat itu berusia empat tahun. Jujur, saya begitu terpukul padahal kami belum bercerita pengalaman membawa anak ke beberapa tempat terapi.

Berkaca dari pengalaman tersebut, saya dan suami berusaha untuk belajar tidak menghakimi orang lain (no judging), dan menghindari pertemanan yang membuat kami merasa ‘down’.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

3. Memiliki anak autis, mulai belajar khlas menerima dan selalu berpikiran positif.

Jangan membandingkan anak dengan anak lain. Memang benar kondisi anak berbeda, namun hindarilah berpikiran negatif. Percaya dibalik kekurangannya, anak yang saya lahirkan memiliki kelebihan lain yang mungkin belum terlihat saat ini., termasuk tidak membandingkan dengan adiknya sendiri.

Ketika anak kami berusia tiga tahun dan mulai menunjukkan gejala autisme, jujur saja saya sering membandingkan dengan teman sebayanya. Malah hal tersebut sering membuat saya stress dan frustasi. Perlahan saya ikhlas, belajar bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan karena tidak semua wanita berkesempatan memiliki anak.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tahun demi tahun berlalu, saya ikhlas menjalani hari-hari dengannya, mengajari apapun yang mampu ia lakukan tentunya saya memiliki target khusus untuk mengejar ketertinggalannya.

Ajaib, ketika putri saya berusia lima tahun dan sudah mulai bisa berbicara dengan benar, pelajaran verbal yang saya berikan melekat dalam ingatannya. Bacaan surat-surat Al-qur’an, doa harian dan lagu-lagu anak, ia hafal semua.

4. Ikhtiar dan berserah diri kepada Tuhan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tidak dapat dipungkiri, beberapa kali saya beradu pendapat mengenai putri pertama kami. Awal mengetahui ia mengalami gangguan autisme, saya sering menyalahkan diri sendiri kenapa saya yang dititipkan anak autis? Sering juga saya menanyakan alasan kepada suami penyebab autis itu muncul.

Apakah karena faktor genetik atau obat-obatan yang saya konsumsi ketika hamil?

Namun, suami kerapkali menjawabnya dengan bijak. Berusaha mengajak saya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri, Ingatlah bahwa Allah menguji hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya. Tuhan menitipkan anak istimewa berarti kita mampu merawatnya.

Kita sebagai orang beriman harus senantiasa berdo’a, berserah diri kepada Tuhan di samping selalu berikhtiar, berusaha sekuat tenaga untuk tumbuh kembang putri kami. Bagaimana penanganan selanjutnya serta memberikan yang terbaik semampu kami sebagai orang tua misalnya melalui terapi dan pengaturan pola makan yang sedang dijalani sekarang.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Memiliki anak autis memang harus menghadapi tantangan yang lebih besar. Semangat terus, ya, para orang tua hebat.