Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan kanker yang bermula pada salah satu jenis sel darah putih, yaitu limfosit. Limfosit merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Limfoma jenis ini lebih banyak ditemukan ketimbang limfoma Hodgkin.
Perbedaan utama dari limfoma Hodgkin dan Non-Hodgkin adalah keberadaan sel abnormal yang disebut dengan sel Reed-Sternberg. Sel ini hanya ada pada limfoma Hodgkin. Selain itu, pilihan pengobatan kedua jenis limfoma ini pun sangat berbeda.
Jenis Limfoma Non Hodgkin
Tipe limfoma non-Hodgkin paling banyak melibat kedua jenis limfosit berikut:
- Sel B, yakni limfosit yang melawan infeksi dengan memproduksi antibodi untuk menetralkan kuman berbahaya. Sebagian besar LNH bermula dari sel B ini. Subtipe LNH yang melibatkan sel B, yaitu limfoma sel B besar difus, limfoma folikular, limfoma sel mantel, dan limfoma Burkitt.
- Sel T, yakni limfosit yang berfungsi membunuh kuman berbahaya secara langsung. LNH tipe ini lebih jarang ditemukan. Subtipe LNH yang melibatkan sel T, yaitu limfoma sel T perifer dan limfoma sel T kutan.
Meski ada lebih dari 60 tipe LNH, limfoma sel B besar difus (diffuse large B cell lymphoma /DLBCL) adalah yang paling banyak ditemukan. Limfoma tipe ini menyumbangkan hampir 30 persen dari semua kasus limfoma. DLBCL merupakan LNH yang cepat berkembang dan agresif. Tanpa pengobatan, DLBCL bersifat fatal. Namun dengan pengobatan dini yang tepat, sekitar dua per tiga penderita bisa disembuhkan.
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Gejala pertama LNH adalah adanya benjolan kelenjar getah bening yang cepat membesar dan tidak nyeri pada area leher, lipat paha, atau perut.
Gejala lain yang menyertai limfoma jenisa ini, mencakup:
- Nyeri atau bengkak pada perut.
- Nyeri dada, batuk atau kesulitan bernafas.
- Rasa lelah yang terus-menerus.
- Demam.
- Keringat malam.
- Penurunan berat badan yang tidak disengaja.
Penyebab Limfoma Non Hodgkin
Sayangnya, penyebab pasti limfoma jenis ini belum diketahui secara pasti. Namun, kanker ini terjadi ketika tubuh memproduksi terlalu banyak limfosit yang abnormal.
Normalnya, limfosit memiliki siklus hidup yang dapat diprediksi, di mana limfosit yang telah menua akan mati dan digantikan oleh yang baru. Pada limfoma non-Hodgkin, sel-sel ini mengalami mutasi genetik sehingga tidak dapat mati dan pertumbuhannya tidak terkontrol. Selanjutnya, kelebihan limfosit ini akan memadati kelenjar getah bening, sehingga akhirnya membengkak.
Sebagian besar individu dengan limfoma non-Hodgkin tidak memiliki faktor risiko yang jelas. Menariknya, banyak juga individu yang memiliki faktor risiko tidak mengalami kanker ini. Beberapa faktor yang diketahui meningkatkan risiko limfoma non-Hodgkin, mencakup:
- Berusia paruh baya atau lansia (60 tahun ke atas).
- Berjenis kelamin pria.
- Berasal dari etnis tertentu. Di Amerika Serikat, orang berkulit putih lebih berisiko mengalami LNH ketimbang orang keturunan Asia atau Afrika.
- Menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, seperti pada yang memiliki kelainan autoimun atau menjalani transplantasi organ.
- Mengalami infeksi oleh virus atau bakteri tertentu, seperti infeksi virus HIV dan Epstein-Barr, serta infeksi bakteri Helicobacter pylori penyebab tukak lambung.
- Terpapar zat kimia tertentu, seperti yang terkandung dalam insektisida.
Limfoma Non-Hodgkin tidak diturunkan sehingga saudara kandung maupun anak dari individu penderita LNH tidak menjadi lebih berisiko mengalaminya. Sebagian besar individu dengan LNH tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker serupa.
Diagnosis Limfoma Non Hodgkin
Selain melalui wawancara media yang mendalam, pemeriksaan-pemeriksaan berikut perlu dilakukan untuk mendiagnosis limfoma non-Hodgkin:
- Pemeriksaan fisik untuk menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada leher, lipat ketiak, dan lipat paha, serta pembengkakan limpa atau hati.
- Pemeriksaan darah dan urin untuk melihat adanya kemungkinan infeksi atau penyakit lain.
- Pemeriksaan radiologi seperti foto Rontgen, CT scan, MRI dan PET scan untuk mencari penyebaran kanker di organ lain.
- Biopsi kelenjar getah bening untuk mengetahui tipe limfoma non-Hodgkin.
- Biopsi sumsum tulang dan prosedur aspirasi (sedot) dengan memasukkan jarum ke tulang pinggul.
- Pungsi lumbal untuk melihat penyebaran kanker pada susunan saraf pusat termasuk otak. Pada pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan jarum kecil ke dalam kanal tulang belakang di area punggung bawah. Sejumlah cairan otak akan disedot untuk diperiksa apakah mengandung sel-sel kanker.
Setelah limfoma non-Hodgkin terdiagnosis, akan dilakukan penentuan stadium kanker. Hal ini penting untuk menentukan pilihan pengobatan dan prognosis (kemungkinan sembuh) penyakit.
Tahapan limfoma non-Hodgkin berkisar dari stadium I (hanya satu area atau struktur KGB yang terlibat) hingga stadium IV (kanker telah menyebar di luar sistem limfatik). Secara umum, kanker dengan stadium yang lebih rendah lebih mungkin disembuhkan dan lebih kecil angka kekambuhannya setelah pengobatan ketimbang kanker dengan stadium yang lebih tinggi.
Selain itu, ada kriteria tambahan yang menyertai setiap tahapan stadium limfoma non-Hodgkin berdasarkan ada tidaknya gejala seperti demam, penurunan berat badan, dan keringat malam. Huruf “A” berarti gejala-gejala ini tidak ada. Sedangkan huruf “B” berarti ada.
Sebagai contoh, individu dengan limfoma non-Hodgkin stadium IB berarti mengalami kanker pada satu area kelenjar getah bening dan mengalami gejala demam, penurunan berat badan, atau keringat malam.
Pengobatan yang Bisa Dilakukan
Pilihan pengobatan yang terbaik bergantung pada tipe limfoma dan apakah kanker bersifat agresif. Bila limfoma tumbuh lambat (indolen) dan tidak bergejala, mungkin tidak perlu segera diobati. Dokter akan menyarankan pemeriksaan rutin setiap beberapa bulan untuk memantau kondisi dan perkembangan kanker.
Bila bersifat agresif atau bergejala, dokter akan merekomendasikan pengobatan yang dapat berupa:
- Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan secara oral maupun injeksi. Obat-obatan ini bertujuan untuk membunuh sel kanker, dan dapat digunakan sebagai satu-satunya pengobatan maupun dalam kombinasi dengan metode pengobatan lain. Pada individu dengan limfoma non-Hodgkin, kemoterapi juga digunakan sebagai persiapan sebelum menjalani transplantasi sumsum tulang.
- Radioterapi
Pengobatan ini melibatkan sinar-X berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Sama seperti kemoterapi, radioterapi dapat digunakan secara tunggal maupun dalam kombinasi dengan metode pengobatan lain. Radioterapi mungkin menjadi satu-satunya pengobatan yang diperlukan bila limfoma tumbuh lambat dan hanya terdapat pada 1-2 lokasi. Radioterapi juga digunakan pascakemoterapi untuk membunuh sel-sel yang tersisa.
- Transplantasi sumsum tulang
Pengobatan ini bertujuan untuk mengembalikan sel-sel sehat ke dalam tubuh. Sebelum prosedur dilakukan, individu akan menjalani kemoterapi dosis tinggi untuk mematikan sel-sel kanker. Sel-sel lain yang normal pun akan mati dengan cara ini. Sel-sel yang digunakan untuk transplantasi dapat berasal dari penderita itu sendiri atau pendonor.
- Terapi target
Terapi ini menyasar pada kelainan spesifik yang terjadi pada sel kanker. Dengan menghambat kelainan yang terjadi, obat-obatan dalam terapi ini dapat memicu kematian sel kanker. Pada limfoma non-Hodgkin, obat-obatan dalam golongan ini sering dikombinasikan dengan kemoterapi.
- Merekayasa sel kekebalan tubuh untuk melawan limfoma
Ini merupakan pengobatan spesialistik yang disebut chimeric antigen receptor (CAR)-T cell therapy. Sel limfosit T yang melawan kuman berbahaya direkayasa di luar tubuh dan kemudian diinfus kembali untuk bisa melawan sel kanker.
- Imunoterapi
Pengobatan ini menggunakan antibodi di dalam tubuh untuk melawan kanker. Dalam kondisi normal, antibodi tidak bisa mematikan sel kanker oleh karena sel-sel ini menghasilkan protein yang membuatnya tidak terdeteksi oleh sistem kekebalan tubuh. Imunoterapi bekerja dengan mengganggu proses tersebut.
Tingkat kelangsungan hidup penderita limfoma non-Hodgkin bervariasi dan bergantung pada usia, kondisi kesehatan secara umum, tipe LNH yang dialami, dan seberapa cepat kanker terdiagnosis. Pada dasarnya, individu dengan kanker yang tumbuh lambat dapat hidup lebih lama. Kadang-kadang, limfoma non-Hodgkin tidak ditemukan hingga sudah berada pada stadium lanjut. Pada kasus seperti ini, kanker umumnya lebih sulit diobati dan dapat bersifat fatal sebelum pengobatan memberikan efek.