Inilah pengalaman ibu Ng, 30 tahun, selama menyusui putri tercintanya dengan puting terbalik. Semoga kisah nyata ini dapat memberi semangat untuk semua ibu menyusui lainnya.
Dapat menyusui bayiku hingga minimal 6 bulan adalah harapanku sejak awal kehamilan. Semua orang berbicara tentang betapa pentingnya ASI serta berbagai manfaatnya untuk ibu dan bayi.
Sayangnya, jarang yang membicarakan bagaimana sulitnya menyusui bagi ibu yang memiliki inverted nipple alias puting terbalik.
Aku ingat sekali ketika mengikuti kelas pra-melahirkan bersama suamiku. Suster mengajarkan bagaimana cara menyusui bayi menggunakan boneka bayi. Semua terasa mudah karena hanya terbatas teori saja.
Banyak buku yang kubaca, yang semakin membuatku yakin dengan keputusan untuk menyusui bayiku setelah ia lahir. Namun, perjalanan itu ternyata tidak semulus yang kubayangkan.
Perasaan bersalah seorang ibu
Ketika bayiku lahir, aku sedih luar biasa karena ia tidak dapat melakukan inisiasi dini. Bayiku tidak dapat menghisap putingku yang terbalik ini. Aku merasa gagal sebagai seorang ibu. Apalagi, ketika akhirnya susu pertama yang diberikan kepadanya adalah susu formula.
Dengan dukungan moral dari keluarga dan sifat keras kepalaku, aku terus mencoba menyusui putri mungilku. Akhirnya, beberapa hari kemudian bayiku dapat melakukan perlekatan yang cukup baik, walaupun hanya pada satu payudara saja. Sejak saat itu perasaanku menjadi lebih baik.
Opname di rumah sakit
Tidak seperti bayi lainnya yang minta ASI setiap 2 jam, putriku hanya terbangun setiap 5 jam dan menangis minta ASI. Selebihnya ia tertidur pulas. Aku baru merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan hal ini ketika pada hari kelima bayiku demam.
Benar saja, ketika aku memeriksakannya ke dokter, saat itu juga bayiku harus dirawat di rumah sakit. Perasaanku hancur tak berdaya ketika melihat selang infus di tangannya. Namun aku tak gentar untuk tetap memberinya ASI.
Setiap tiga jam aku memeras ASI-ku semampu yang kudapatkan. Butuh sekitar 1 jam setiap kali memerah agar mendapatkan jumlah yang cukup. Akhirnya di rumah sakit aku jatuh sakit. Payudaraku bengkak dan badanku demam.
Suami dan keluarga menyarankan aku agar memberi bayiku susu formula untuk sementara, agar aku dapat beristirahat. Namun aku keras kepala, aku menolak dan tetap berjuang memeras susu untuk anakku tercinta. Saat itu aku merasa sendirian tanpa ada yang mendukung aku untuk tetap memberi ASIP pada anakku.
Pelajaran berharga
Minggu itu selama di rumah sakit adalah masa penuh pembelajaran berharga untukku. Mulai dari pengetahuan tentang dehidrasi pada bayi akibat kurangnya ASI, serta cara tradisional mengatasi bengkak payudara. Aku tidak pernah tahu sebelumnya, bahwa payudara bengkak dapat diobati dengan menaruh daun kol pada bra.
Namun aku sangat bangga dengan perjuanganku untuk memberikan yang tebaik untuk bayiku. Hingga kini, putriku berusia 11 bulan dan aku masih memberinya ASIP. Teman penolongku adalah sebuah pompa elektrik yang setia menemaniku hingga kini.
Punya kisah nyata seputar melahirkan dan menyusui? Mari saling berbagi.
Naskah asli : How I Fought For My Right to Breastfeed – sg.theasianparent.com