15 Kasus perkosaan ‘korektif’ terjadi di India
Sebanyak 15 perkosaan korektif terjadi selama 5 tahun terakhir di India, sebagaimana dilaporkan oleh tim penanganan krisis dari LGBT Collective di Telangana, India.
Ironisnya, para pelaku perkosaan adalah anggota keluarga korban yang ditunjuk oleh orangtua korban untuk ‘meluruskan’ orientasi seksual anaknya yang cenderung menyukai sesama jenis (homoseksual).
“Kami yakin jumlahnya lebih banyak, namun tidak dilaporkan (ke pihak berwajib),” jelas Vyjayanti Mogli, anggota tim penanganan. “Kami mengetahui kasus ini bukan karena para korban ingin melaporkannya, tapi karena mereka ingin melarikan diri dari rumah.”
“Pernikahan di antara saudara sepupu adalah sesuatu yang wajar di India Selatan,” lanjut Vyjayanti. “Seorang gadis akan dijodohkan dengan saudara sepupunya sejak masih bayi. Namun ketika si gadis telah dewasa, ia berpacaran dengan sesama perempuan.”
“Para tetua dalam keluarga yakin bahwa berhubungan intim dengan calon suaminya (saudara sepupu yang telah dijodohkan) akan ‘menyembuhkan’ si gadis, meski dilakukan di bawah paksaan.”
“Para korban mengalami trauma akibat perkosaan yang dilakukan saudara sepupunya. Mereka memilih melupakan kejadian itu dari ingatannya dan memutuskan hubungan dengan keluarganya. Inilah sebab mengapa perkosaan korektif jarang dilaporkan,” lanjut Vyjayanti.
Istilah pemerkosaan korektif konon pertama kali muncul di Afrika Selatan, di mana perkosaan korektif merajalela. Perkosaan ini merupakan inisiatif orangtua yang bertujuan meluruskan perilaku seks menyimpang anak agar sesuai dengan norma sosial.
Menjadi inspirasi sebuah film
Deepthi Tandaki, seorang pembuat film, menjadikan perkosaan korektif sebagai inspirasi film terbarunya, Satyavati. Film itu menceritakan tentang sebuah ‘kenyataan hidup yang mengejutkan’ di Bangalore, India.
“Saat saya melakukan riset untuk film saya, saya mendengar bahwa seorang gadis diperkosa oleh saudara sepupunya agar ia tidak lagi menyukai sesama jenis. Sementara seorang remaja gay dipaksa berhubungan intim dengan ibunya supaya ia menjadi normal,” kata Deepthi.
“Saya meminta bantuan pada sejumlah LSM yang menangani korban pemerkosaan untuk mencari tahu statistik kejadian pemerkosaan korektif. Di luar dugaan, tak satu pun LSM yang berhasil mengungkapkannya.”
“Banyak kejadian pemerkosaan di India yang tak dilaporkan. Itulah sebabnya saya membuat film ini. Saya tahu ini topik yang belum pernah dibicarakan dan dianggap tabu. Saya memang tak punya data tentang statistik kejadian, namun saya yakin pemerkosaan korektif benar-benar terjadi.”
Satyavati adalah sebuah film doku-drama yang menceritakan pasangan lesbian dan teman mereka yang normal. Saat seorang anggota keluarga si gadis normal datang berkunjung, ia yakin bahwa gadis itu menjalin hubungan ‘tidak normal’ dengan salah satu dari pasangan lesbian temannya. Kemudian keluarga si gadis merencanakan pemerkosaan korektif terhadap dirinya dan kedua teman lesbiannya.
“Film Satyavati telah digarap 40 persen. Dan kini saya mengalami kesulitan keuangan. Saat ini saya sedang berusaha mengumpulkan uang melalui crowdsourcing untuk menyelesaikan film ini,” pungkas Deepthi.
Parents, informasi di atas bukan untuk menakut-nakuti, tetapi agar kita dapat mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita, dan waspada agar hal-hal buruk tidak terjadi pada anak-anak kita.