Ketika menjadi seorang ibu, seringkali hasrat seks seorang wanita menurun. Namun, ibu dari 3 orang anak ini malah mengalami ketagihan seks yang tidak terkendali.
Rebecca Barker, wanita asal Tadcaster, Yorkshire mulai menjadi pecandu seks sejak usianya memasuki 20 tahun-an. Keinginannya melakukan hubungan seksual sangat tinggi sehingga ia menginginkannya setiap menit ketika dia terbangun.
Bahkan wanita yang saat kini berusia 37 tahun itu, pernah bercinta dengan salah satu partnernya selama lebih dari tujuh jam dan masih menginginkannya lagi.
Kisah hidup seorang wanita yang ketagihan seks ini menjadi sebuah berita menarik ketika ia mengungkapkannya dalam sebuah wawancara.
Efek ketagihan seks pada wanita
Ketika membagikan ceritanya, Rebecca berkata, “Saya selalu memiliki dorongan seksual yang sangat tinggi. Saya kehilangan keperawanan saya di usia 15 tahun. Saya bertemu ayah dari dua anak pertama saya yang sekarang berusia 18 dan 14 tahun, ketika saya berumur 16 tahun. Saat itulah kecintaan saya terhadap seks dimulai,”.
Ia menceritakan bahwa dengan pasangan pertamanya, ia melakukan hubungan seks hampir setiap hari. “Tapi ketika beberapa tahun berlalu, dan aku melahirkan dua anak kami, kehidupan berakhir,”.
Rebecca yang saat itu berusia 24 tahun itu memutuskan untuk mengakhiri pernikahan pertamanya dan pindah ke Prancis untuk tinggal bersama ibunya.
“Ibuku, Jannine, memiliki sebuah peternakan di Vienne, Prancis tengah. Enam bulan kemudian saya keluar bersama ibu ketika saya bertemu seorang pria. Cinta pada pandangan pertama itu pun muncul. Kami berdua tergila-gila dan saya tidak bisa melepaskan tangan saya darinya. Kami berhubungan seks hampir setiap hari dan pada tahun 2010 kami memiliki seorang putri yang sekarang berusia 8 tahun,” ungkap wanita yang ketagihan seks itu.
Keduanya pindah bersama. Tapi Rebecca terus merasa “tidak aman dan tidak tenang”. Dia menambahkan bahwa pasangannya itu tidak dapat memahami dorongan konstannya untuk melakukan hubungan seks dan dia sering merasa salah paham.
“Akhirnya, saya mendatangi dokter dan diresepkan obat untuk mengatasi kegelisahan. Saat itu sekitar tahun 2014, saya tetap ketagihan seks, saya kecanduan,”.
Bahkan dengan beberapa pasangan seksual, Rebecca tetap tidak puas
Dalam kisahnya, Rebecca menjelaskan bahwa ketagihan seks adalah tanda yang mendasari gangguan mental. Sesuatu yang tidak bisa ia mengerti sebelumnya.
“Setiap menit saya terjaga, saya memiliki pikiran obsesif tentang seks. Ketika saya menyerah dengan godaan, saya merasa lebih baik, stres dan cemas pun berkurang. Tetapi, tidak ada kepuasan jangka panjang setelah itu selesai. Saya hanya berpikir ingin melakukannya lagi,” katanya.
“Sekarang kesehatan mental saya menurun. Saya menderita depresi berat,” ungkapnya lagi.
Artikel terkait: Waspadai 5 Tanda Suami Anda Mengalami Kecanduan Seks ini
Ketagihan seks yang dialami Rebecca sebenarnya adalah gangguan mental
“Merasa tidak aman dan putus asa. Hanya seks yang dapat saya pikirkan. Itu membuatku gila. Saya berjuang ketika mengobrol dengan seseorang. Saya menatap bibir mereka lalu dorongan seksual pun muncul. Semuanya mengingatkan saya tentang seks,” katanya.
Menyadari apa yang terjadi padanya, ia mulai menemui seorang psikiater yang menyarankan agar dia menggunakan anti-depresan. Rebecca akhirnya memutuskan untuk terbuka kepada ibunya tentang kecanduannya. “Saya perlu melepaskan diri dari ketagihan seks dan fokus menjadi pribadi yang lebih baik. Saya melakukan banyak penelitian tentang kecanduan seks yang saya alami dan menarik kesimpulan bahwa saya adalah seorang nymphomaniac, yaitu seorang wanita dengan hasrat seksual yang tidak dapat dikendalikan,” jelas Rebecca.
Pada tahun 2015, Rebecca memutuskan untuk menyapih diri dari anti-depresan.
Ketagihan seks yang dialami Rebecca didiagnosis sebagai gangguan obsesif kompulsif
“Saya bertemu dengan dua psikoterapis yang keduanya mengatakan bahwa ketagihan seks yang saya alami adalah gangguan obsesif kompulsif. Diagnosis ini melegakan buat saya,” kata Barker.
Pada Mei 2015, ibu tiga anak itu pindah dari rumah ibunya dan menyewa sebuah rumah di dekatnya. Akhirnya, ia bertemu seseorang yang telah membantunya melalui cobaan beratnya.
“Saya menyadari bahwa saya tidak membutuhkan seks untuk memvalidasi diri sebagai manusia. Saya bisa dicintai dan diinginkan tanpa perlu seks konstan. Timbul percikan asmara antara saya dan Jean-Marc. Dalam sebulan setelah dia pindah, ia mengajak saya berkencan,” ungkap Rebecca yang kini tinggal bersama pasangannya yang berusia 54 tahun di Vienne, Prancis.
Saat ini, Rebecca akhirnya menjalin hubungan dengan normal dan berharap bahwa suatu hari orang-orang seperti dia di luar sana juga akan mencapai tahap ini dalam hidupnya.
WHO mengakui kecanduan seks sebagai gangguan mental
Pada bulan Juli tahun ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya mengakui kecanduan seks sebagai gangguan mental. Artinya, mereka yang sedang mengalami hal yang sama bisa memulai rehabilitasi dan meminta bantuan.
Kecanduan seks atau hiperseksualitas adalah gangguan di mana pasien sangat mengidamkan seks secara berlebihan dan merasa tertekan jika tidak terpenuhi.
Gejala yang umum, termasuk mengulang fantasi seksual, lama waktu yang dihabiskan dalam melakukan seks, kurangnya emosi terhadap seks, serta peningkatan frekuensi dan dorongan untuk seks.
Dilansir dari artikel Deepshikha Punj di theAsianparent Singapura
Baca juga: