Hasil penilaian tentang efektifitas pendidikan sekolah dasar di Indonesia, belum bisa memberikan hasil yang memuaskan. Kemampuan nalar siswa rendah, meski jam pelajaran SD di negeri ini lebih banyak dibanding negara lain.
Sebagai perbandingan, dalam satu tahun, Indonesia memberlakukan 1.095 jam pelajaran. Sedangkan Korea Selatan hanya 903 jam pelajaran per tahun.
Di Jepang lebih sedikit lagi, mereka hanya memberlakukan 712 jam pelajaran per tahun. Dan hasil penilaian pendidikan mereka berada di peringkat atas dunia.
Artikel terkait: 3 Faktor yang Membentuk Kemandirian Anak-Anak Sekolah di Jepang
Hal ini disampaikan pada Seminar Hasil Penilaian Pendidikan untuk Kebijakan yang dilaksanakan oleh Kemendikbud, pada tanggal 14 Desember 2016 lalu. Seminar ini dihadiri oleh perwakilan dari dinas Pendidikan, perguruan tinggi dan juga sekolah.
Nizam, Kepala Puspendik mengungkapkan, pembelajaran di sekolah yang menggunakan sistem ulangan harian dan ujian sekolah, tidak mengasah nalar siswa. Ujian nasional juga terlalu banyak ditempeli beban, sehingga kemampuan nalar siswa yang rendah tidak bisa dihindari.
“Siswa Indonesia bagus dalam mengerjakan soal yang bersifat hafalan. Namun dalam pelajaran yang menuntut nalar dan aplikasi, itu masih rendah,” ujar Nizam seperti dikutip dari Kompas.
Kemampuan nalar siswa rendah
Nizam menambahkan bahwa selama ini pembelajaran yang ada bukan untuk menguasai pengetahuan, tetapi membangun kompetensi. Padahal, di masa sekarang sangat dibutuhkan kemampuan dalam berpikir kritis, kreatif, komunikasi, kolaborasi dan karakter. Literasi dasar seperti Sains, Matematika, Membaca dan Teknologi juga harus dikuasai.
Hasil penilaian ini juga menunjukkan adanya masalah mendasar yang harus diatasi, diantaranya ialah kemampuan tenaga pengajar. Para guru seringkali tidak bisa memecahkan soal yang sulit dikerjakan oleh siswa. Manajemen sekolah dan peran keluarga juga harus diperbaiki agar permasalahan pendidikan ini bisa diatasi.
Pada tahun 2015, Indonesia mengikutkan kelas IV SD dalam TIMSS (Trends International Mathematics and Science Study). Sebuah survey yang diselenggarakan 4 tahun sekali oleh International Association for the Evaluation of Education Achievement (IEA).
TIMSS yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran siswa dalam matematika dan sains, menguji kemampuan siswa kelas IV SD dan kelas VIII SMP. Hasil TIMSS 2015 untuk Indonesia masih menunjukan kemampuan nalar siswa rendah.
Skor Matematika 379, yang membuat Indonesia berada di urutan ke-45 dari 50 negara. Di bidang Sains, Indonesia juga memiliki skor 397, sehingga menempati urutan ke-45 dari 48 negara. Kemampuan nalar dengan menggunakan data tabel atau grafik juga hanya 4%.
Rahmawati, Peneliti dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik), mengatakan, “Kemampuan siswa bisa dioptimalkan jika dibiasakan dan menjadi rutinitas. Dengan menyertakan contoh yang dekat dengan konteks keseharian mereka, sehingga mudah dimengerti,”
“Jika dituntut untuk membuat interpretasi dan sumber yang tidak dekat konteksnya dengan mereka, siswa mengalami kesulitan. Sehingga tidak bisa membuat kesimpulan,” tambahnya.
Rahmawati juga mengatakan, bahwa pihaknya telah mulai mengadakan pelatihan pada guru, dengan tujuan agar bisa mendorong siswa untuk lebih aktif bertanya. Pelatihan ini juga bertujuan agar para guru bisa membuat soal yang membutuhkan kemampuan nalar tinggi, agar terbiasa berpikir di kelas bersama siswa.
Rahmah Zulaiha, yang juga seorang peneliti di Puspendik memaparkan bahwa dari hasil Penilaian Mutu Tingkat Kompetensi, kemampuan nalar siswa rendah. Karena itu, siswa harus mulai dibiasakan berlatih dengan alat peraga, dan guru juga harus bisa mengembangkan metode pembelajaran yang menuntut kemampuan bernalar dengan lebih baik.
Peran serta orangtua, tentunya juga dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan nalar para siswa. Mari jadi orangtua yang aktif menemani anaknya belajar, dan tidak hanya bergantung pada pembelajaran di sekolah saja.
Semoga bermanfaat.