Menikah dan memiliki keluarga merupakan sebuah pilihan yang kita ambil secara pribadi bukan paksaan dari pihak manapun. Banyak yang sudah berencana mau dibawa kemana pernikahan ini dan apa yang akan dilakukan setelah menikah nanti.
Demikian juga dengan saya. Ketika saya akan menikah, saya memutuskan untuk resign dan menjadi IRT ikut merantau bersama suami. Saya sadar keputusan itu adalah keputusan besar dimana sebelumnya saya mendapatkan tawaran untuk jenjang karir berikutnya. Namun, di sisi lain saya pun saya sangat bahagia, mungkin karena sebelumnya saya dan suami 4 tahun menjalani hubungan jarak jauh. Saya sudah memiliki gambaran apa saja yang akan dilakukan bersama keluarga, terlebih ketika sudah memiliki anak.
Tak butuh waktu lama, setelah menikah saya langsung diberi kepercayaan untuk hamil, mungkin Tuhan tahu kami sudah bersama 7 tahun dan itu waktu yang cukup untuk saling memahami. Saat hamil, saya sudah memiliki rencana ketika anak lahir nanti akan jalan-jalan kemana saja. List-list tempat pun sudah ada dipikiran dan imajinasi saya. Mulai ke tempat makan hits sampai dengan tempat wisata yang ada di kota tempat kami merantau ini. Maklum anak rantau, yang dipikirkan pertama pasti jalan-jalan, terlebih belum pernah ke kota ini sebelumnya. Membayangkan saja sudah membuat senyum-senyum sendiri. “Akan menjadi kegiatan yang seru untuk kami sekeluarga,” pikirku saat itu.
Namun ketika anak lahir, saya tersadar bahwa saya tidak lagi seperti dulu dimana saya bebas pergi kemanapun yang diinginkan. “Naluri seorang ibu” keluar bersamaan dengan lahirnya anak. Terlebih panemi yang tidak kunjung usai. Tempat-tempat yang sudah dibayangkan sebelumnya pun semakin banyak yang keluar dari list karena saya merasa tidak baik dan tidak cocok untuk membawa anak diumur yang masih balita, alhasil tidak ada satupun tempat yang tersisa dipikiran dan lebih memilih untuk di rumah saja menikmati waktu bersama dengan suami dan anak. Walaupun pergi hanya keliling-keliling cari cemilan sambil mengobrol dengan suami dan memperkenalkan lingkungan ke anak.
Sederhana, tapi bermakna. Mengapa?
Ketika sudah memiliki anak saya sadar betapa waktu sangat berharga dan berlalu begitu cepat. Semakin bertambahnya hari semakin saya mengerti, deep talk dengan suami itu sangat penting, karena kita bukan lagi pacaran yang harus minta untuk dimengerti tanpa berucap, namun dalam berumah tangga komunikasilah pondasi utama. Terlebih ketika sudah memiliki anak dimana waktu banyak tersita untuk anak. Bermain bersama anak di rumah dan melihat sejauh mana tumbuh kembanganya pun bagi saya merupakan aktivitas yang menyenangkan karena saya sadar seberapa cepat anak itu tumbuh dan berkembang. Serta tentu saja, waktu tidak dapat diulang.