Kebohongan dalam pernikahan memang bisa saja terjadi. Bahkan tidak sedikit yang menganggap ada beberapa kebohongan yang memang perlu dilakukan. Istilahnya ‘bohong putih’ atau ‘white lie’,
Namun, artikel ini tidak akan akan membahas tentang kebohongan dalam pernikahan yang sering dilakukan pasangan dalam pernikahan. Justru, tentang kebohongan yang datang dari diri sendiri. ‘Kebohongan’ pola pikir yang harus segera diperbaiki.
Tidak bisa dipungkiri, sebuah pernikahan akan berjalan beriringan dengan beragam konflik. Sayangnya, konflik tidak akan mungkin bisa dihilangkan dari sebuah pernikahan.
Bahaya? Tidak juga. Seperti yang dikatakan Psikolog Pernikahan, Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., sebuh pernikahan memang akan selalu dibumbui dengan konflik. Ia pun menegaskan, salah satu kunci pernikahan yang sehat adalah ketika Bunda dan pasangan tidak melupakan afeksi atau kasih sayang.
Artinya, tiap pasangan memang perlu menjaga hubungan untuk tetap mesra. Di mana masing-masing individu bisa melakukan komunikasi dua arah, saling memberikan pandangan, dan idealnya juga bisa saling mengembangkan satu sama lain.
“Sebenarnya dengan adanya konflik, sesekali bertengkar justru bisa menyelamatkan karena pada tahapan tersebut emosi yang sudah nge-drop bisa naik lagi. Kalau pasangan yang punya masalah, dibiarkan begitu saja, maka akan membuat level emosi jutru akan turun terus. Punya konflik justru bisa bermanfaat untuk menaikkan level emosi,” ujar psikolog yang kerap disapa dengan panggilan Nina Teguh ini.
Baca juga : Kesalahan dalam pernikahan yang sering dilakukan pasutri
Selain itu salah satu landasan yang perlu diingat dalam menjaga komitmen pernikahan tentu saja terkait dengan kejujuran. Tidak hanya membohongi pasangan, kebohongan yang dimaksud juga terkait dengan pola pikir diri sendiri, ‘kebohongan’ yang lambat laun Bunda percaya yang ternyata bisa merusak pernikahan.
Inilah beberapa kebohongan dalam pernikahan yang perlu Bunda hindari.
#1. Saya telah menikahi orang yang salah
Inilah kesalahan terbesar dari semua kebohongan dalam pernikahan! Sadarkah Anda bahwa Anda sebenarnya tidak menikahi orang yang salah. Kenyataan sebenarnya, Bunda dan pasangan hanya masih berada dalam fase pernikahan yang sulit. Cara terbaik untuk melewatinya tentu saja menemukan titik temu.
Alih-alih mencoba memperbaiki satu sama lain, pemikiran bahwa menikahi orang yang salah justru hanya akan membuat Bunda terus fokus pada diri sendiri. Bukan mencari solusi dari masalah yang tengah dihadapi.
Mulailah melihat pasangan Bunda dari sisi yang berbeda. Ingatlah momen di mana Bunda merasa jatuh cinta padanya. Mungkin selama ini hanya pasanganlah yang bisa mengerti bagaimana caranya membuat Bunda kembali tersenyum. Atau, selama ini pasanganlah yang terus mendorong dan memberikan semangat hingga Bunda mecapai titik kesuksesan.
Percayalah kalau soulmate atau belahan jiwa sebenarnya bukan ditemukan, namun diciptakan. Semua tidak terlepas dari usaha keras dan perjuangan diri sendiri untuk menciptakan belahan jiwa masing-masing. Maka dalam sebuah pernikahan, proses menciptakan soulmate berlangsung terus menerus. Prosesnya memang tidak pernah mudah.
Di dalamnya ada rasa sakit, pahit ataupun getir yang harus diterima. Tapi itu memang perjalanan yang harus dilalui. Untuk itu, jangan pernah ‘lari’ karena jika fase sulit dalam pernikahan bisa bisa dilewati, tentu akan berakhir dengan happy ending.
#2. Saya sudah tidak mencintai pasangan saya lagi
Merasa kalau rasa cinta tiba-tiba lenyap seiring usia pernikahan memang sebuah alasan yang cukup umum dan sering didengar. Tapi benarkah seperti itu? Ternyata ini adalah kebohongan dalam pernikahan yang perlu dihindari.
Yang pasti alasan ini bukan jadi pembenaran terjadinya perselingkuhan. Mencari hubungan yang baru justru hanyalah sebuah kesalahan. Oleh karena itu, mengapa tidak meluangkan waktu satu sama lain? Termasuk meluangkan waktu untuk diri sendiri.
Anda dan pasangan hanya perlu ‘menghidupkan’ kembali gairah percintaan. Cari tahu apakah Anda dan psangan bisa terlibat dalam sebuah kegiatan bersama-sama? Melakukan hobi yang selama ini tertunda? Atau bisa juga sekadar pergi kencan romantis lebih sering lagi!
#3. Perkawinan saya tidak dapat diperbaiki lagi
Jika Bunda sejak awal memang sudah memiliki niat baik, semuanya tentu bisa diperbaiki. Termasuk pernikahan. Ya, memang tentu saja ada pengecualian, situasi yang membuat Bunda berpikir kalau pernikahan memang sudah tidak layak diteruskan lagi.
Namun, jika memang kondisi pernikahan masih memungkinan untuk dijalankan, tidak ada salahnya lebih dulu berusaha. Bila perlu cari bantuan tenaga professional seperti psikolog atau konselor pernikahan yang akan membantu untuk mencari jalan keluar..
Hal terbaik yang bisa Bunda lakukan adalah melakukan obrolan dari hati ke hati dengan pasangan dan jelaskan kekhawatiran apa saja yang dirasakan, serta rencana yang akan dibuat di masa datang.
#4. Semua terjadi karena kesalahan pasangan saya
Ingat, pada dasarnya tidak ada satu orangpun yang mau disalahkan. Dan menyalahkan pasangan Anda karena hubungan yang gagal hanya akan memperburuk kondisi pernikahan. Bahkan, para pakar psikolog menganggap hal ini sebagai salah satu jenis pelecehan emosional.
Dengan menyalahkan pasangan terus menerus, menyudutkannya, tentu saja akan membuat pasangan Bunda mengalami rasa bersalah dan menurunkan harga dirinya.
Apakah hal ini membuat Bunda tidak bisa mengekspresikan diri? Mengutarakan apa yang ada dipikiran pada pasangan? Tidak juga, namun yang diperlukan di sini adalah bagaimana Bunda perlu mengontrol emosi. Cobalah ungkapkan perasaan Anda dengan kalimat yang tidak menyudutkan.
Nina Teguh mengatakan, idealnya dalam pernikahan saat pertengkaran terjadi harus tetap mampu memilih kata-kata yang baik, tanpa harus membuat suami tersudut terlebih merasa sampai terhina.
Ketika sedang emosi, dan ingin mengutarakan pada pasangan gunakan ‘I message’, metode ‘I message’ ini membuat pernyataan menggunakan kata saya, misalnya ‘Saya kecewa kamu seperti ini…” Selain itu, tentu saja dikombinasikan dengan intonasi tenang, mata menatap prihatin atau sedih (bukan marah).
#5. Kebohongan dalam pernikahan: Pasangan tidak membuat saya bahagia
Pertama, penting untuk dingat dan digarisbawahi bahwa bukan tanggung jawab pasangan untuk membuat Bunda bahagia. Bukankah menemukan rasa bahagia merupakan tugas kita kita sendiri?
Daripada menyalahkan pasangan karena membuat Bunda tidak bahagia, lebih baik ingat hal apa saja yang bisa membuat Bunda bahagia. Kemudian, jangan lupa untuk menikmatinya.
Jika ada kebiasaan perilaku pasangan yang terasa menyulitkan, bicarakanlah hal itu. Jelaskan kepada pasangan bahwa Anda berdua harus hidup berdampingan dan saling mengisi satu sama lain. Tunjukkan pada pasangan, kalau Bunda selalu bersedia berbagi untuk menjaga suasana yang hangat di rumah.
***
Cobalah untuk memulai melihat pernikahan dari sisi berbeda dan tentu saja lebih positif. Jangan hanya fokus pada kekurangan dan konflik yang mengisi dalam rumah tangga.
Kebohongan dalam pernikahan atau pola pikir yang salah dan terus menerus tertanam dalam otak, justru akan merusak pernikahan. Pasalnya, dari sanalah sumber rasa sayang, pengertian dan kasih sayang perlahan-lahan akan terkikis.
Referensi : theAsianParent Singapura
Baca juga :
Parents Perlu Tahu! Ini 5 Mitos Pernikahan yang Menjebak dan Tidak Tepat