Coba perhatikan bagaimana jadwal harian anak sekolah selama ini? Apakah terlalu padat hingga, ia tidak punya waktu bermain dan beristirahat?
Saat ini, sebagian besar waktu anak-anak sudah dihabiskan dengan melakukan segudang aktivitas. Tak hanya belajar di sekolah hingga siang, dilanjutkan dengan aktivitas lain seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler hingga tambahan les lainnya.
Bahkan, terkadang jadwal harian anak sekolah jauh lebih padat dari pada orangtuanya.
Tidak salah memang, biar bagaimana pun anak-anak memang membutuhkan kegiatan positif yang bisa mengembangkan keterampilannya. Namun, bukan berarti jadwal kegitan anak-anak dilakukan secara berlebihan, kan? Melakukan terlalu banyak aktivitas hingga mengurangi waktu istirahat tentu saja dapat mengganggu kesehatan mereka.
Coba amati seberapa padat jadwal harian anak sekolah selama ini. Apakah sudah sesuai, atau justru sebaliknya?
Pertama, anak-anak usia sekolah tentu saja banyak menghabiskan waktu belajar di sekolah. Rata-rata, jam belajar di sekolah sekitar tujuh jam. Terlebih untuk anak-anak dengan orangtua bekerja, kadang mereka juga akan menghabiskan waktu melakukan aktivitas di sekolah.
Setelah belajar di sekolah, banyak anak yang melanjutkan agenda hariannya dengan mengikuti ekstrakurikuler, atau les tambahan di luar sekolah. Di mana kegiatan ini rata-rata akan berlangsung selama satu hingga dua jam.
Artinya jadwal harian anak sekolah sudah cukup padat, bukan?
Aktivitas harian terlalu padat bisa berisiko membuat anak-anak merasa kewalahan. Setidaknya theAsianparent mencatat bahwa ada risiko yang mungkin timbul jika anak memiliki jadwal terlalu padat.
Berikut adalah 4 efek negatif bisa ditimbulkan dari jadwal harian anak sekolah yang terlalu padat:
- Lelah dan bosan. Seorang anak memiliki jadwal harian yang berlebihan bisa kehilangan banyak hal. Dokter anak Dr. Deb Lonzer, MD mengatakan, “Anak terlalu sibuk biasanya pola makannya tidak baik, sulit tidur nyenyak, atau susah berteman dengan benar.”
- Selain itu, anak-anak yang terlalu sibuk dengan beragam kegiatan juga tidak memiliki waktu keluarga berkualitas. Jelas, belajar di sekolah sangat penting. Banyak anak-anak juga senang berpartisipasi dalam setidaknya satu kegiatan ekstrakurikuler. Tapi bagaimana dengan waktu istirahat?
- Dr. Deb menambahkan, “Anak-anak yang waktunya terlalu terorganisir tidak punya waktu untuk menjadi anak-anak, dan keluarga mereka tidak punya waktu untuk menjadi keluarga.
- Anak terlalu sibuk, orangtua juga kelelahan. Jadwal padat anak mungkin sulit dikelola. Saat anak melakukan beragam aktivitas, tentu saja membutuhkan banyak kerjasama dari seluruh keluarga dan pengorbanan yang mungkin perlu dilakukan. Jika anak-anak lelah, kemungkinan besar orangtua merasakannya juga.
Jadi, bagaimana agar anak, ibu dan ayah dapat mencapai keseimbangan? Berikut adalah tiga pedoman untuk diikuti:
“Kegiatan terstruktur dengan jadwal yang padat lebih sering merupakan hasil dari kecemasan orangtua daripada untuk memenuhi kebutuhan anak,” kata David Elkind, PhD, profesor pengembangan anak di Tufts University dan penulis The Hurried Child.
Oleh karena itu ia menegaskan, orangtua perlu membuat batas, dan melihat kemampuan anak. Elkind menyarankan, untuk usia anak sekolah sebaiknya tidak lebih dari tiga kegiatan – satu olahraga, satu kegiatan sosial dan satu kegiatan terkait dengan artistik, seperti pelajaran musik atau kelas seni.
Dia merekomendasikan anak menghabiskan waktu satu jam atau lebih untuk setiap jenis kegiatan setiap minggu. “Sangat tidak layak bagi anak sekolah dasar untuk kursus atau les setiap hari,” katanya.
Anak-anak membutuhkan waktu luang. Dengan adanya waktu luang, keluarga bisa mendapatkan kesempatan melakukan aktivitas bersama.
Libatkan anak-anak Anda dalam kegiatan yang mereka sukai tetapi jangan lakukan itu dengan mengorbankan keluarga dan kesejahteraan mereka.
Intinya, tidak perlu selalu bertanya kepada anak-anak tentang aktivitas apa lagi yang bisa mereka lakukan. Biarkan saja mereka menjadi diri mereka sendiri dan menghabiskan waktu anak-anak mereka yang tidak akan mungkin terulang lagi. Setuju kan, Parents?
Disadur dari artikel Elaine Boey, theAsianparent Singapura
Baca juga:
Anak mogok sekolah? Lakukan 5 hal ini agar si kecil mau sekolah (lagi)