Tak mudah bagiku ketika jadi ibu muda, menikah di usia 20 tahun. Di mana usia tersebut biasanya orang-orang masih fokus pada apa yang dikejar dan dicita-citakan.
Tapi tidak untukku, yah, mungkin hal ini memang tidak terlepas karena basic-nya saya dari pesantren, maka menikah muda itu adalah hal yang lumrah terjadi. Saya dan suami terpaut usia 8 tahun, yang mana suamiku adalah guruku sendiri di pesantren.
Ketika menikah, saya masih kuliah, semester 3. Karena menikah muda adalah hal yang sudah biasa di sini, maka saya pun juga tak keberatan untuk menikah kala itu.
Suamiku adalah orang yang suka dengan pendidikan. Jadi, beliau juga tak melarang saya melanjutkan kuliah. Bahkan, beliau menyemangatiku sampai akhirnya sekarang saya sudah berada di tahap skripsi. Inilah salah satu hal yang sangat saya syukuri.
Suami juga membantu saya menyelesaikan skripsi ini, karena beliau lebih berpengalaman. Apalagi mengingat beliau sudah S2.
Setelah menikah, saya diutus oleh kyai di pesantren untuk menjadi guru di pesantren. Baik guru sekolah formal maupun sekolah diniyah. Suamiku juga bekerja sebagai guru di pesantren. Jadi, kami mengontrak rumah dekat pesantren agar setiap harinya bisa ke pesantren dengan mudah.
Menikah di bulan April, bulan Agustus saya hamil. Awal-awal kehamilan, saya pun merasakan apa yang dialami kebanyakan ibu hamil. Mual-mual hingga bulan ketiga. Jujur saja, ketika itu saya hampir menyerah untuk berhenti kuliah. Rasanya sudah tidak kuat menjalani kuliah dengan hamil dan dengan bekerja sebagai guru.
Oiya, saya memang ambil kelas karyawan dimana perkuliahan berlangsung di hari Minggu mulai pukul 07.00 sampai 17.00. Namun, suami tetap memberi semangat untuk melanjutkan kuliah bahkan membantu untuk mengerjakan tugas-tugas jika saya sudah mual dan pusing sehingga tidak kuat untuk mengerjakan tugas.
Di tengah kesibukan sebagai guru, saya pun juga berjualan online. Kami membuka usaha kecil-kecilan yaitu jasa pembuatan mahar, hadiah dengan kaligrafi. Karena suami bisa menulis kaligrafi, akhirnya kita memanfaatkannya untuk mendaptkan penghasilan tambahan.
Tugas saya menghias mahar atau hadiahnya. Sebenarnya saya tidak sekreatif itu, tapi karena tuntutan dari usaha sendiri, mau tidak mau memang harus belajar sekaligus menerapkan di usahaku tersebut. Harus pintar bagi waktu antara mengajar sekolah formal di jam 07.00-13.00, kemudian mengajar sekolah diniyah di jam 15.00-20.00. Kuliah di hari minggu, menjalankan bisnia online, sampai menyelesaikam tugas domestik seperti beberes rumah.
Oh, ya, satu lagi, saya pun sudah bersiap jadi ibu muda dengan mempersiapkan segala keperluan baby yang masih di dalam perut.
Resmi Jadi Ibu Muda
Tidak terasa, tibalah bulan Mei 2020, di mana anak pertamaku lahir dengan normal dan sehat.
Alhamdulillah, kami sekeluarga sangat senang menyambutnya. Ketika itu adalah sudah pada masa pandemi COVID-19, jadi di rumah sakit yang boleh menunggu hanya 1 orang saja.
Semua sudah kamis siapkan jauh-jauh hari. Bagaimana kami menjalani hidup dengan kesibukan. Setelah melahirkan, saya mendapat cuti 3 bulan. Wakti ini saya manfaatkan sebaik-baiknya, dan bulan itu aku berada di rumah mertua, sedangkan suamiku setiap hari masih ke pesantren untuk mengajar.
Setelah 3 bulan, kami kembali mengontrak di dekat pesantren. Setiap hari ke pesantren, saya selalu membawa anak, karena ia juga masih full ASI.
Perjalanan jadi ibu muda memang luar biasa. Jika aku mengajar, anakku bersama mbak-mbak pesantren yang sudah lulus sekolah. Jika menangis, baru aku bergegas memberikan yang ia butuhkan karena gedung sekolah berada di depan kamar anak pesantren.
Saat anakku berusia 4 bulan, sempat ditinggal untuk PPL dan KKN. Alhamdulillah karena COVID-19, jadi PPL dan KKN tidak perlu sampai menginap. Setiap saya pun masih bisa pulang.
Bayangkan saja, meninggalkan bayi 4 bulan bersama babysitter-nya untuk 1,5 bulan. Jika mengingat itu, saya benar-benar merasa, “Kok bisa bisa melalui itu?” Dan alhamdulillah ketika ditinggal untuk kegiatan kuliah itu, anak aku nggak rewel bersama babysitter-nya, dan selalu aku titipin ASIP selama aku berkegiatan.
Usia 6 bulan, di mana mulai MPASI, mengharuskan saya masak. Bahkan hingga 2 macam, untuk anakku dan untuk suamiku. Semua harus selesai sebelum jam setengah 7, mengingat sekolah dimulai jam 7. Jadilah manajemen waktu benar-benar ketat.
Aku akan memandikan anakku setelah sholat subuh, kemudian mebiarkannya tidur kembali. Biasanya saat sarapan akan dilakukan di pesantren.
Urusan bersih-bersih rumah biasanya akan dicicil. Pagi menyapu, siang pulang sekolah lanjut mengepel. Sementara malam hari saya manfatkan untik urus olshop. Yah, inilah gambaran tugas saya jadi ibu muda yang masih kuliah dan kerja. Alhamdulillah kami masih diberi kesehatan fisik dan mental karena keikhlasan kami.
Sekarang, anakku sudah berusia 15 bulan dan kegiatan masih seperti itu. Bahkan sekarang aku sedang skripsi. Jadi, kapan aku mengerjakan skripsi?
Ketika ada jam pelajaranku yang kosong, disitulah aku menggunakannya untuk mengerjakan skripsi. Alhamdulillah skripsiku sudah tahap akhir, jadi setelah ini sudah berkurang 1 pekerjaan, hihihi.
Meski banyak tantangannya, saya benar-benar menikmatinya! Bahkan sudah berpikir untuk lanjut S2. Rasanya ketagihan dengan perkuliahan ini.
Semoga bunda-bunda semua semangat menjalani hidup yaaaa. Alhamdulillah saya diberi kekuatan oleh Allah untuk menjalankan ini semua dengan bahagia. Terima kasih suamiku dan juga anakku, sebagai penyemangat hidupku.
Ditulis oleh Rahmatul Ula Aprilia, VIPP Member theAsianparent ID
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.