Parents tentu sudah mamahami bahwa sering kali internet khususnya sosial media bisa memberitakan atau menuliskan kicauan tentang sesuatu hal buruk. Terlebih mengingat adanya internet trolls, yang merasa dirinya berhak menjelek-jelakan orang lain, berkomentar buruk tentang orang lain, bahkan tidak segan menyebar beritatidak benar.
Sayangnya kita pun tidak akan pernah tahu kapan waktunya sebuah pemberitaan yang ‘mengerikan’ yang disebarkan internet trolls akan muncul di internet. Tentunya, mereka akan muncul dengan menggunakan data yang disamarkan. Baru-baru internet trolls, menggunakan foto seorang gadis yang terlahir secara spesial bernama Sophia untuk ‘mempromosikan’ aborsi. Ibunya pun menanggapi dengan melakukan ‘perang’ melawan kicauan yang sarat dengan nada kebencian.
Weaver menilai, apapun pandangan orang lain terhadap dirinya atau putrinya, termasuk pandangan seseorang mengenai aborsi, tetap saja tidak tepat untuk menyindir hidup seorang gadis belia karena kondisi medisnya yang berbeda.
Putrinya, Sophia, memang terlahir dengan kondisi berbeda. Sophie mengalami ketidak sempurnaan pada wajah serta tangan dan kakinya. Gadis itu didiagnosis dengan sindrom Rett, gangguan otak yang secara permanen yang tentu saja memengaruhi tumbuh kembangnya.
Sophie memiliki keterbatasan dalam fungsi motorik dan berkomunikasi. Akibatnya, Sophia membutuhkan keluarganya untuk merawatnya dan menjaganya setiap saat.
“Sophia telah menjalani 22 operasi,” kata ibunya, Weaver, kepada CNN. “Dia punya selang makanan. Kantong kolostomi. Dia pun sering kali mengalami kejang dan tersedak karena kelainan dan sindrom Rett yang dia derita.”
Dikutip dari laman Alodokter.com, sindrom Rett merupakan kelainan genetika berupa gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Kondisi yang termasuk langka ini akan menyebabkan kecacatan parah pada mental dan fisik pengidapnya.
Sindrom Rett hampir selalu diderita oleh bayi perempuan. Sindrom ini terjadi akibat adanya mutasi genetik, namun penyebab mutasi tersebut masih belum bisa dipastikan.
Sebagai seorang aktivis perawatan kesehatan, Weaver mulai berbicara lebih banyak tentang kondisi Sophia, dan itu tidak lama sampai internet trolls menjadikan gadis kecil itu sebagai objek yang dipermalukan di media sosial.
“Orang-orang, mereka mencarimu dan ingin menyakitimu,” kata Weaver. “Di luar memang akan ada saja orang-orang yang memilih jalan untuk memastikan Anda melihat kekejaman mereka lakukan. Saya mendapati orang-orang yang menyuruh saya untuk membunuh anak saya, untuk melepaskan dari kesengsaraannya.”
Seorang memang bisa menyerang dan ingin didengar. Lebih menyedihkan lagi, mereka bahkan menyebarkan foto Sophia yang dilengkapi dengan keterangan yang mendukung untuk melakukan aborsi paksa. Bahkan internet trolls ini tidak segan untuk memberitahukan Weaver dan mengiriminya pesan secara langsung di Twitter.
“Saya memblokirnya. Saya hanya berharap itu hilang, “kata Weaver. “Tapi itu tidak pernah dihapus. Akun itu tetap ada.” ujar Weaver lagi. Ia pun mengklaim bahwa Twitter sempat mengiriminya pesan yang mengatakan bahwa pos itu tidak melanggar kebijakan mereka.
Waktu berlalu, tetapi tweet yang menjadikan putrinya sebagai objek yang dipermalukan terus saja ada. Termasuk dengan jejak digital yang tidak akan pernah hilang. Akun twitter tersebut masih saja aktif.
“Internet trolls itu bahkan menyebutkan nama saya dan menjangkau pengikut saya di Twitter,” kata Weaver.
Menghadapi internet trolls
Tweet asli dengan foto Sophia yang melekat padanya terus menghantui Weaver. Weaver pun akhirnya meminta orang-orang, para followernya untuk melaporkan dan bahkan menceritakan kisahnya ke stasiun berita lokal. Ia berharap langkah tersebut bisa memberikan tekanan atau menggerakan Twitter untuk menghilangkan akun tersebut.
Setelah sekitar satu minggu, Weaver selalu berusaha melakukan perlawanan, dia akhirnya menerima pesan lain dari Twitter. Twitter pun mengajukan permohonan maaf, dan mereka menghapus kicauan yang menyerang Weafer dan Sophia, dan mereka menangguhkan akun Twitter internet trolls tersebut.
Puas dengan hasilnya, Weaver mulai berbicara tentang cara Twitter meninjau konten semacam itu. “Sepertinya Twitter memang perlu menambahkan penyandang cacat sebagai kategori dalam pelaporan pelanggaran mereka,” katanya.
“Kalau tidak, orang-orang tidak tahu kategori yang tepat untuk memilih tindakan yang menyerang atau kicauan bernada kebencian terhadap penyandang cacat.”
Seorang juru bicara perusahaan menunjukkan kepada CNN platform ‘kebijakan perilaku kebencian’.
Ia mengatakan, “Anda tidak boleh mempromosikan kekerasan terhadap atau menyerang secara langsung atau mengancam orang lain atas dasar ras, etnis, asal kebangsaan, orientasi seksual, gender, identitas gender , afiliasi agama, usia, cacat, atau penyakit.” Semua pertimbangan ini diperhitungkan ketika meninjau pelanggaran yang dilaporkan dari aturan Twitter,” kata juru bicara itu.
Apa yang dilakukan Weaver untuk membela dan putrinya, Sophia memang perlu diapresiasi. Dari sini Parents pun bisa belajar bagaimana harus berisikap ataupun merepon segala kicauan yang ada di Twitter ataupun di sosial media lainnya.
Biar bagaimana pun, apa yang Parents lihat dan baca, perlu ditelaah lebih dalam lagi. Jangan sampai Parents ‘termakan’ dan terhasut dengan apa yang disebarkan oleh Internet Trolls.
Sumber : Bored Panda