Inilah Kisah Para Pemenang Dunia Karya Special Needs Photo Contest 2015

Special Needs Photo Contest 2015 adalah sebuah lomba foto anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan oleh Dunia Karya Special Needs dan didukung oleh theAsianParent.com.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Special Needs Photo Contest, kontes foto anak berkebutuhan khusus

Lomba foto anak berkebutuhan khusus ini diadakan oleh Dunia Karya Special Needs dalam rangka turut merayakan Hari Difabel Internasional, yang jatuh pada tanggal 3 Desember.

Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan wajah-wajah anak berkebutuhan khusus (special needs) dengan senyuman istimewa dan mengangkat kisah istimewa mereka. Harapan selanjutnya adalah agar membuka pandangan masyarakat luas tentang perjuangan hidup anak-anak istimewa ini dan juga orangtuanya.

Tema yang diangkat adalah “SPECIAL NEEDS, SPECIAL SMILE, SPECIAL STORY”.

Lomba ini tidak memungut biaya apapun dan diikuti oleh 28 peserta. Sesuai tujuan awal, maka penilaian utama didasarkan pada kisah dan foto yang sesuai dengan tema.

TheAsianParent.com turut mendukung acara ini, karena kami pun sangat mengerti perasaan dan perjuangan para orangtua dengan anak berkebutuhan khusus.

Inilah wajah dan kisah para pemenang Special Needs Photo Contest serta beberapa peserta yang dipilih tim juri agar dapat menginspirasi serta membuka pandangan masyarakat luas atas eksistensi anak berkebutuhan khusus.

Anak spesial untuk keluarga spesial, banggalah kita pada mereka.

Klik di sini untuk langsung menuju ke Juara 1 Muhammad Faiq Antoni, atau klik tautan-tautan berikut:

 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Juara 1 Special Needs Photo Contest : Muhammad Faiq Antoni

Juara 1 Special Needs Photo Contest, aku ganteng bukan?

“Hai kenalkan namaku Muhammad Faiq Antoni.Usiaku 26 bulan dan masih asyik ng’ASI, karena ASI penolongku yang luar biasa.

Para bunda dan mahmud (mamah muda) di Tambah ASI Tambah Cinta, mengenalku si mas kecil pipi donat, si mas bohay, si paha gemol, si pejuang kecil atau pejuang ASI. He hee. Aku mau cerita tentang keistimewaan yang aku miliki.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ketika aku umur 1 bulan hasil CT Scan menyatakan aku ada perdarahan otak. Lalu Hb (Hemoglobin) ku hanya 3 dan aku kejang selama 3 hari dan kemudian koma hingga 1 minggu.

Ketika semua dokter hilang harapan terhadapku, aku semangat sekali untuk sembuh, tumbuh dan berkembang. Walau harus pulang dengan katup jantung yang bocor dan sering kejang.

Walaupun aku Cerebal Palsy, kata dokter ada kerusakan permanen di otakku akibat tekanan darah yang hebat. Bahkan lebih dari itu, sungguh berakibat fatal pada syaraf-syarafku yang lain.

Tapi itu tidak menghalangiku untuk selalu tersenyum bahagia. Aku juga mikrosefalus (lingkar kepala kecil) yang membuat aku sering kejang-kejang.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dan hasill EEG (Electroencephalografi) menyatakan aku epilepsi. Aku juga mengalami stroke dan hemiparesis dextra sehingga anggota tubuh bagian kananku kaku, tangan dan kakiku kaku jadi aku kesulitan untuk tengkurap, menopang tubuhku ketika duduk hingga berjalan sungguh banyak kesulitan yang aku hadapi.

 

Bahkan bila ibuku mengangkat tanganku sedikit saja, aku akan menangis histeris. Jadi ibuku begitu pelan memakaikanku baju. Aku juga sempat kesulitan mengunyah karna oral motorku yang sangat lemah.

Mata kananku atrofi, kerusakan nya begitu parah. Dokter mataku yang cantik bilang, aku harus sabar kalo mata kananku gelap. Ya artinya bila sampai mengalami kebutaan, aku harus tetap semangat dan jadi anak pintar.

Kelemahanku ketika berjalan, aku sering nabrak apa saja karna keterbatasan penglihatanku. Jadi kening yang benjol atau terjatuh itu kadang kelakuan aku banget he he…

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Oh ya dengan tes ERG (electroretinogram) dan VEP (Visual Evoked Potential) nanti mata kanan ku akan terlihat sisa jarak pandangku berapa meter lagi, ya semoga selalu ada harapan agar aku bisa melihat indahnya ciptaan Sang Maha Kuasa.

Mata kiriku belum di cek, entah (-) atau (+) alamat pake kaca mata ini. Tapi tetep kece lah aku pake kaca mata.. he he..

Oh iya aku juga belum tes BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) untuk memastikan telinga bagian kananku. Karena memang seluruh anggota tubuh bagian kananku bermasalah.

Aku juga tumbuh sebagai anak autistic. Aku harus diet ketat Casein (susu dan semua turunanya seperti yogurt, keju dll), Gluten (semua yang mengandung terigu, pasta dll) dan sugar (semua jenis gula termasuk madu dan kurma).

Semua pengawet (makanan dan minuman pabrikan), MSG (penyedap rasa) juga sayur dan buah yang tinggi phenol. Kalo aku salah makan akan sangat berpengaruh pada stimming, hiperaktifitas , tantrum terus, hand flapping, pola tidur hingga BAB (Buang Air Besar) ku terganggu.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Aku akan agresif sekali bila salah makan, aku tidak akan merasakan sakit walau aku harus cedera, terkadang lingkar mataku akan begitu hitam, fesesku juga bisa menghitam dan aku akan kuat lompat dan melek semaleman.

Aku takut dengan suara tertentu bahkan nyaris kejang. Aku tidak bisa dengar suara petasan, blender, suara knalpot motor yang kencang atau ending musik yang terlalu mengiung. Kalo salah makan aku juga bisa muntah dan berakhir kejang juga.

Aku juga harus menghindari logam berat dengan masak dan alat makanku yang hanya dari kaca dan kayu tanpa vernis. Semua makananku harus organik sampai minyak gorengpun harus minyak untuk diet.

Aku harus punya food diary agar bisa tahu makanan yang harus dirotasi dan eliminasi. Hmmm aku cukup sabar kok walau tidak makan ice cream susu yang manis seperti teman-temanku, cokelat, permen, kue-kue lain yang enak-enak.

Masakan ibuku enak kok dan ASI tetap is the best (duh malu aku udah 26 bulan masih nenen) pssssttt…. He he… Alhamdulillah makananku full home made sampai cemilanku sekalipun.

Aku juga jagoan lho karena semua obatku pahit-pahit dan sugar free. Ya aku harus terapi obat 2 tahun. Aku bahkan menggunakan shampo dan sabun organik. Di rumah kami menggunakan bahan kimia seminimal mungkin. Intinya back to nature.

Bila kejang ku tiba-tiba datang ibuku dengan sigap membuka semua bajuku, bersyukur aku punya bapak yang sayang aku.

Bapak jauh-jauh dari Jakarta ke Bandung membelikan tabung oksigen. Jadi kalo ada kejang, ibu langsung memasangkan selang O2 (oksigen) karena aku kesulitan bernafas.

Biasanya kulitku membiru atau keunguan, bibirku bergetar dan bengkak, aku muntah-muntah, lalu kalau kejangku lebih dari 3 menit ibuku langsung menyuntikan stesolid ke (maaf) anusku. Alhamdulillah ibu slalu berusaha tenang ketika kejang yang slalu tiba-tiba datang.

Setelah itu aku refleks menangis lalu tak sadarkan diri dan bisa tidur lama sekali. Setelah itu aku akan lemas dan tidak nafsu makan. Mataku akan cekung sekali dan lingkar matakupun menghitam.

 

Perjalananku masih panjang, sudah 2 tahun lebih aku bolak balik ke rumah sakit. Aku menjalani serangkaian tes yang terus harus di urai keistimewaanku satu persatu, menjalani fisioterapi dari usia 3 bulan per 1 minggu sekali.

Hanya untuk mengangkat leher, tengkurap sampai sekarang jalan aku perlu perjuangan ekstra. Aku menangis selama fisioterapi dan terapi wicara. Aku juga harus menyetorkan food diary, mengambil obat dll.

Kehujanan, kepanasan, angin kencang selama perjalan sudah biasa. Semoga rencana terapi ABA (Applied Behavior Analysis) segera terealisasi, karena aku kesulitan untuk bicara dan berkomunikasi.

Ini juga salah satu penyebab tantrum, aku belum bisa verbal jadi orang di sekitarku tidak mengerti apa maksudku. Aku masih dalam pengawasan dokter spesialis anak, dokter spesialis rehabilitas medik/tumbuh kembang anak, dokter spesialis syaraf anak, dokter spesialis mata anak, dokter praktisi BIT (Biomedical Intervention Therapy), psikolog dan beberapa terapis.

Aku juga nampaknya harus ketemu dengan psikiater karena beberapa anak dengan mikrosefalus ada keistimewaan lain seperti mental retardation. Dan aku tahu, serangkaian tes ku masih panjang dan mungkin aku sama ibu akan pulang dengan diagnosa baru lagi.

Pasrahkan saja sama Allah. Itulah yang slalu ibu bisikan. Allah tahu yang terbaik buat aku kok.

Itulah serangkaian keistimewaanku yang terlahir dengan asfiksia, hiperbilirubin dan mengalami cedera otak (perdarahan otak intrakanial) dengan kejang 3 hari berturut-turut, HB(Hemoglobin) 3 dengan normal HB usiaku 16 dan koma selama 1 minggu.

Seluruh tubuhku penuh dengan selang dan kabel, kepalaku membesar dan cembung akibat tekanan darah yang hebat di otakku, aku bahkan meminum ASI dengan selang NGT (Nasogatric Tube).

Nafas dan jantungku sering di pompa dokter.Entah dalam 1 hari, berapa kali aku henti nafas dan bahkan pernah detak jantungku berhenti. Makannya aku disebut si bayi ajaib waktu itu.

Sedikit demi sedikit aku pulih. Sekarang aku bisa berjalan, berbicara beberapa kata dan bahkan aku bisa makan dan minum sendiri. Sungguh ini keajaiban yang luar biasa menurut dokter di usiaku yang 26 bulan dengan serangkaian keistimewaanku.

Dan tentu ini hasil perjuangan aku dan orang tuaku serta Do’a dari semua yang menyayangiku. Walau aku belum tumbuh sangat mandiri dan berkomunikasi verbal, aku yakin suatu saat aku bisa.

Hidup ini indah kalo kita selalu bersyukur dan ikhlas atas ketentuan yang maha kuasa. Kata ibu dan bapak, aku ini adalah anugerah terindah yang mereka miliki. Sumber kebahagiaan mereka dan katanya senyumku ini syurga kecil untuk mereka.

Jadi kedua orang tuaku tersayang tidak punya alasan untuk denial apa lagi tidak bersyukur atas segala keistimewaanku.

Ibuku sering bilang pada seluruh dunia: I’m a special need mom and i’m proud. Aku suka lihat dan dengar ketika ramahnya ibuku menjelaskan tentang keistimewaanku ke siapapun yang bertanya, tak jarang ibuku juga selalu mengedukasi pentingnya ASI.

Aku suka sedih kalo ada orang tua yang masih denial, menyembunyikan anak-anak se-kece kami juga hilang harapan terhadap anak-anak seperti kami dan terus membeda-bedakan kami, hu huuu.

Galilah potensi kami, maka kalian akan mendapatkan kelebihan dari kami, Insya Allah. Tidak banggakah kalian atas perjuangan kami hanya untuk bisa menopang tubuh kami?

Kami sungguh terbatas baik secara fisik dan mental. Kami tahu, kami tidak bisa berkata “I Love You”, bernyanyi untuk kalian atau menjadi seperti yang kalian harapkan.

Tapi kami punya cinta yang besar, karna itu kami semangat untuk melawan penyakit kami dan berjuang untuk slalu menjadi kebanggan kalian suatu saat nanti.

Ibuku sering bilang, kalo aku ini kesayangan Allah dan siapapun yang memandangku sebelah mata itu karna belum tahu betapa aku ini istimewa dan dicintai Allah.Betapa mereka tidak tahu perjuangan hidupku.

Do’aku semoga orang-orang yang menyayangi aku dipanjangkan umurnya dengan penuh keberkahan, agar suatu saat nanti mereka bisa melihat segala perjuanganku yang berbuah manis.

Aku tumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi anak yang mandiri dan punya kelebihan yang bermanfaat untuk banyak orang. Harapanku semoga banyak orang tua yang sadar akan pentingnya ASI khusunya untuk anak-anak difabel, sungguh sangat membantu.

Berhentilah membeda-bedakan kami lagi. Berteriaklah bahwa kalian bangga memiliki anak syurga yang akan membawa orang tua pada kebaikan. Amiiin…

Terimakasih semoga bermanfaat. Salam nenen… Peluk cium untuk semua yang selalu sayang sama aku dan selalu mendoakan kesembuhanku. Ingat, harapan itu selalu ada, walau sekecil apapun

Oh iya lupa, ini fotoku.. ganteng dan kece kan?”

 

Juara 2 Special Needs Photo Contest : Kyaria Gzifa Zhafira Silalahi

“Namaku Kyaria Gzifa Zhafira Silalahi, lahir di Manado pada tanggal 29 Oktober 2012. Aku seorang gadis kecil tuna rungu dengan Hiperaktif –ADHD, dan inilah kisahku.

Kebaikan Tuhan telah menyelamatkanku dari infeksi virus Rubella yang menyerang Bunda ketika aku masih 3 bulan di dalam kandungan. Semangat bunda menjadi kekuatan sehingga aku bertahan dan terlahir prematur tepat 8 bulan.

Bunda telah mempersiapkan segalanya, ia mengetahui risiko yang harus aku terima. Jantung dan mataku tidak mengalami kelainan, namun ketika usiaku menginjak 6 bulan bunda dan keluarga menyadari ada yang berbeda dengan diriku.

Kami pulang ke Jawa, tepatnya di kota Yogyakarta untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik.

Kami tidak asing di pulau ini, dan di sinilah aku mendapatkan penanganan yang memadai. Hasil observasi menunjukan bahwa daya dengarku sangat rendah 120 desible. Diagnosis dokter menyatakan adanya gangguan pendengaran berat.

‘Duniaku sunyi,’ itu kata orang. Syukurlah Bunda mengajariku melihat, mendengar dan merasakan dunia dari sisi yang lain yaitu menggunakan hati.

Suara hatiku yang diolah begitu istimewa oleh keluargaku, dan semakin bertambah usia ternyata aku justru keasyikan membuat duniaku sendiri.

Menginjak 2 tahun 6 bulan, aku terdiagnosis mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Ini menyebabkan aku selalu aktif seakan memiliki energi yang berlebihan. Inilah ‘pemberian’ Tuhan yang tak dapat aku tolak.

Tidurku dalam sehari hanya 2-5 jam, dan dengan kondisi motorik yang belum stabil aku selalu ingin terjaga dan bermain. Aku juga harus menjaga pola makan dan mengikuti diet ketat untuk anak hiperaktif. Semua makananku berasal dari bahan organik.

Aktivitas Bunda bertambah dengan mencari sayur organik langsung dari petani. Setiap hari minggu beliau harus menempuh jarak jauh untuk berladang di dataran tinggi agar dapat memberiku sayur oraganik.

Bunda dan papa mengikut sertakan aku pada beberapa terapi, yaitu Okupasi untuk ADHD, terapi wicara dan Audio Verbal Theraphy (AVT) untuk program komunikasi.

Terapi menjadi aktivitas utamaku setiap hari. Untuk menjaga kemampuan sosialku dan mempersiapkan mentalku, aku menjadi siswi di kelompok bermain usia pra sekolah.

Saat ini, aku telah mendapatkan implan koklea, yaitu sebuah alat bantu dengar yang ditanam di dalam rumah siput, dan ini sangat membantuku.

Operasi dilakukan saat aku berusia 2 tahun tepat dihari ulang tahunku. Bagi kedua orang tuaku, operasi ini merupakan hadiah untukku, meski tak sedikit biaya yang harus mereka keluarkan.

Inilah jalan hidup kami dan kami menerimanya dengan besar hati.”

Juara 3 Special Needs Photo Contest : Fariza Al Amiira Raharja

“Fariza Al Amiira Raharja, anakku yang sangat istimewa. Ia lahir dengan Sindrom Silver Russel di usia kehamilan menginjak 32 minggu. Aku melahirkannya melalui operasi caesar, dan berat badannya hanya 1600 gram saat dilahirkan.

Mempertahankan kehamilan ini bukan hal yang mudah. Aku berada di rumah sakit hampir 1 bulan. Awalnya tidak terlihat kelainan. Pada umur 3 bulan kebetulan saya mengganti dokter spesialis anak.

Dari situ dimulai pemeriksaan menyeluruh mengingat berat badan Aiira tidak sesuai umur dan bentuk kepala terlihat lebih besar dari badannya.

Dokter menyarankan Aiira di-USG kepala pada saat itu. Hasilnya normal tidak ada kelainan. Kontrol selanjutnya timbang berat badan, tetap saja berat Aiira di bawah normal.

Padahal waktu itu ASI saya terbilang lebih dari cukup dan reflek Aiira menyusu juga terbilang normal. Aiira setiap kali menyusu bisa mengosongkan PD saya.

Dokter menyarankan check up keseluruhan namun secara bertahap. Cek BERA hasil normal, paru-paru bersih berfungsi dengan baik.

Jantung Aiira tampak PFO (paten foramen ovale, sebuah kondisi di mana lubang antara atrium kiri dan kanan jantung tidak menutup secara alami) pada usia 6 bulan. Ginjal normal, tapi tulang kaki dan tangan tidak simetris.

Pada saat Aiira berusia 8 bulan dokter spesialis anak menyarankan untuk kontrol dan memastikan ke dokter spesialis endokrin.

Dari situ kami mulai mengecek dari kemampuan motorik kasar dan halusnya, dan semua gejala mengarah ke Sindrom Silver Russel.

Sindrom ini merupakan hal yang sangat jarang, terjadi 1 per 50.000 sampai 1 per 100.000 kelahiran. Ia juga didiagnosis intra uterin growth retardation berdasarkan pada perbandingan persentil berat bayi saat lahir dengan standar berat badan sesuai usia kehamilan.

Anak dengan Sindrom Silver Russel memiliki ciri fisik :
1. Rahang yang kecil
2. Sudut bibir yang cenderung melengkung turun
3. Sclera mata berwarna kebiruan
4. Lingkar kepala tumbuh normal sesuai usianya, namun terlihat lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya yang kecil.
5. Ubun-ubun yang sangat lebar dan terlambat untuk menutup
6. Jari yang kecil pada kedua tangan dan terdapat jari yang melengkung ke dalam
7. Tubuh yang tidak simetris.

Ketujuh ciri fisik ini memperkuat diagnosa dokter tentang sindrom yang dialami Aiira. Selebihnya Aiira adalah anak yang sangat aktif ceria, dengan perkembangan motorik halus yang bisa dikatakan ‘lebih’ dari anak seusianya.

Di usia 1 tahun 7 bulan Aiira belum bisa diberikan makanan pendamping seperti bubur atau sejenisnya. Untuk mengejar ketinggalan berat badannya dokter spesialis nutrisi menyarankan full konsumsi susu dengan tinggi kalori.

Meskipun jauh dari anak seusianya, tapi sedikit demi sedikit berat badan Aiira mulai naik. Ini suatu hal yang positif.

Karena dengan kenaikan berat dan tinggi badan yang belum seberapa ini bisa membuat Aiira menjalani pengobatan lanjutan untuk growth hormone.

Dulu dokter spesialis anak dan spesialis endokrin sempat putus asa karena kondisi Aiira yang begitu lama menunjukan kemajuan.

Kini kami lebih semangat menjalani rutinitas di rumah sakit dengan jadwal padat . Setiap 2 kali seminggu Aiira menjalani fisioterapi dan terapi okupasi.

Setiap hari Jumat Aiira menjalani cek gula darah, karena dengan sindrom ini rawan gula darah turun atau rendah.

Semua ini musti kami jalani sampai Aiira berumur 3 tahun kelak, atau sampai memungkinkan dilakukan growth hormone.

Jantung Aiira masih PFO tapi dalam keadaan stabil. Pendarahan lambung pun mulai menunjukkan kemajuan lebih baik.

Terima Kasih Allah, telah melahirkan Aiira dari dalam rahimku.”

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Muhammad Naufal

“Hai kenalkan namaku Muhammad Naufal. Sekarang usiaku 24 bulan dan aku baru saja lulus ASI.

Ketika berumur 14 bulan aku demam tinggi dan kejang-kejang, lalu aku tidak sadarkan diri. Waktu itu aku dan ibuku sedang liburan di kampung halaman dan ibuku masih begitu awam tentang penyakitku.

Aku sempat lama mendapatkan pertolongan karena jauh dari kota. Saat itu Puskesmas tidak bisa berbuat banyak, karena hari itu sudah sore dokter dan petugas medis sedang istirahat dan tabung oksigen sedang kosong.

Aku harus dilarikan ke RS di kota untuk mendapatkan pertolongan. Aku sempat koma selama beberapa jam dan dirawat inap selama 5 hari.

Karena di RS kabupaten tenaga dan peralatan medis sangat minim, Ibu dan Ayahku meminta rujukan ke RS propinsi untuk mengetahui diagnosa dan penanganan yang tepat untukku. Dari hasil CT scan dokter mengatakan kepalaku kecil/mikrosefali juga athrofi.

Saat itu Ibuku sangat drop dan sedih setiap hari hanya bisa menangis saja saat melihat dan memikirkanku. Hancur sekali hati Ibuku.

Sebenarnya apa yang terjadi denganku, kenapa pertumbuhan dan perkembanganku begitu terlambat dibanding anak normal lainnya.

Padahal saat aku lahir semuanya normal, walau ada sedikit hambatan. Saat proses kelahiranku Ibuku sempat pingsan beberapa kali saat diinduksi, dan akhirnya harus operasi karena sudah terlalu lama di pintu lahir. Pembukaan jalan lahir mentok di angka 2 padahal sudah 10 jam induksi.

Saat usia 0-7 bulan perkembangan dan pertumbuhanku juga bagus tidak ada tanda-tanda aku sakit. Saat itu Ibu juga rajin membawaku konsultasi ke dokter anak dan imunisasi dasar juga lengkap.

Tiap Ibuku mengunjungi dokter spesialis anak, dokter terus mengatakan kondisi aku baik-baik saja. Padahal Ibuku sudah mengatakan aku seperti kolik.

Tiap hari aku menangis tiba-tiba dan lama, sering diare kadang seminggu belum pup, dan malam tidak pernah bisa tidur. Sampai sekarang usiaku 2 tahun aku masih langganan begadang.

Walau dokter tidak curiga dengan keadaanku, tapi tidak dengan Ibuku. Ibuku menyadari seperti ada kelainan pada diriku, tapi Ibuku tidak tahu apa yang menyebabkan aku begini.

Akhirnya satu persatu semua terkuak karena setiap bulan Ibu dan Ayahku rajin ke RS propinsi.

Ibu dan Ayahku juga rajin membaca artikel dan berkonsultasi dengan beberapa dokter di media sosial. Mereka banyak bertanya di grup anak-anak berkebutuhan khusus.

Dan ini sangat membantu karena di sana banyak orang tua pandai yang sering ikut seminar. Maklum saja di Aceh dokter saraf anak hanya ada satu.

Sekarang Ibuku sudah mengetahui kalau aku ini anak yang spesial. Aku mengalami mikrosefali, terlambat perkembangannya baik motorik kasar dan halus, terlambat bicara, dan autis hiperaktif. Aku sering ngamuk, tantrum dan memukul-mukul diri sendiri.

Aku mengalami cerebal palsy, kaki dan tanganku sering lemes kadang juga kaku. Aku juga epilepsi, kejang tiba-tiba.

Kadang tubuhku sepeti layu tapi hanya sebentar. Dan ada juga breath holding spell, di mana aku menahan nafas saat menangis sampai tubuhku jadi kaku dan biru.

Dari hasil CT scan disimpulkan adanya athrofi, yaitu ada penyempitan di kepalaku dan kepalaku menyusut, sehingga saraf-saraf otakku terganggu.

Aku diresepkan banyak sekali obat karena daya tahan tubuhku lemah. Selama 2 tahun aku juga harus rutin minum obat epilepsi, vitamin otak piracetam untuk mempertahankan saraf-saraf otakku yang masih aktif.

Aku juga harus minum vitamin dan makan banyak karena berat badanku masih kurang.

Sekarang Ibuku banyak menyetok obat kejang stesolid oral dan yang dimasukkan ke anus kalau tiba-tiba aku kejang lagi. Ibuku juga nyetok obat demam, obat alergi oral dan oles karena aku bisa alergi tanpa tahu penyebabnya.

Sekarang aku mulai menerapkan diet ketat khusus anak autisme hiperaktif agar agresifku berkurang, pencernaanku lancar, dan tidurku menjadi normal.

Aku menjalani fisioterapi dari umur 11 bulan seminggu 2 kali. Butuh perjuangan ekstra untuk aku bisa mengesot, duduk, lalu merangkak dan merambat. Dan masih banyak PR fisioterapi lagi untuk bisa berjalan, berbicara, dan mengontrol emosiku.

Sampai sekarang aku masih dalam pengawasan dokter spesialis anak ,dokter spesialis saraf anak, dokter spesialis rehab medik, dokter spesialis tumbuh kembang anak, gastro dan hepatologi.

Aku juga kontrol rutin ke  dokter spesialis THT karena aku sering bermasalah dengan hidung dan telingaku.

Ibuku sangat bangga denganku karena sudah bertahan sampai sejauh ini. Ibu selalu berkata, anak spesial hanya untuk orang tua spesial karena hanya orangtua istimewa yang sanggup kuat, tabah menjalani anugerah titipan anak surga.”

 

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Yusuf

“Ini adalah foto Yusuf ketika menunggu bis kota, perjalanan pulang dari terapi wicara di Lawang, Malang.

Meski harus bangun tengah malam untuk berangkat ke tempat terapi yang jaraknya 7 jam perjalanan naik bis Ponorogo – Malang, Yusuf tidak pernah rewel.

Meski lelah belajar artikulasi, pulangnya masih harus berjalan kaki menuju jalan raya, Yusuf tetap tersenyum ceria.

Meski masih harus mengeja kata demi kata, Yusuf pantang menyerah belajar bicara dan berbahasa.

Hanya dengan melihat senyumnya, perjalanan panjang terapi yang melelahkan ini bisa dinikmati. Seperti rekreasi.”

(Yusuf, profound hearing loss, penerima implan koklea. Usia kronologi 6 tahun. Usia pendengaran 2 tahun)

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Deandra Salmalisha Ufaira

“Sejak masih berada di kandungan, Salma telah didiagnosis menderita hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh spina bifida, yaitu kegagalan penutupan tulang belakang saat janin baru saja terbentuk.
Dan benar saja, ia lahir dengan kepala besar dan punggung yang terbuka.
Di usianya yang baru sehari, Salma harus menjalani operasi penutupan tulang belakang untuk mencegah infeksi dan menjalarnya kerusakan saraf di punggungnya.
Seminggu sesudahnya, ia juga menjalani operasi pemasangan VP shunt di kepalanya. Dan hingga kini, di usia 2 tahun 10 bulan, sebanyak 6 kali operasi telah dilakukan di kepala dan punggung Salma.

Rusaknya syaraf tulang belakang akibat spina bifida menyebabkan berbagai gangguan pada motorik dan refleks Salma dari pinggang ke bawah, seperti tidak mampunya kandung kemih untuk berkontraksi dengan sempurna, dan terganggunya refleks untuk buang air besar.
Salma juga divonis tidak akan bisa berjalan, dan akan bergantung pada kursi roda, selamanya. Walaupun demikian, kami masih percaya kalau suatu saat nanti ia akan bisa berjalan.

Tapi jika tidak pun, kami tetap memiliki segudang cinta untuknya.”

 

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Farhan Hafeezur Dhiyaurrahman

“Ketika melihat senyum dan tawa ini, ia penyemangat hidup kami. Senyuman si mungil yang kuat, yang tangguh.. Putra kami Farhan Hafeezur Dhiyaurrahman, nama yang kami berikan untuknya. Usianya kini 20 bulan.

Saat usiaku 18 tahun, aku melahirkannya pada usia kehamilan 31 minggu. Ia lahir dengan kelainan genetik cukup langka, Cornelia de Lange Syndrome. Sindrom inilah yang membuat kemampuan tumbuh kembang, keterampilan motorik dan perkembangan sosial emosional Farhan terganggu.

“Selain itu,Farhan di diagnosis mengalami Craniosynostosis, dimana otaknya tidak bisa berkembang dengan maksimal, ASD, dan masalah pada kedua testisnya. Setelah lahir ia mendapat perawatan di NICU selama 20 hari.

Sampai saat ini evaluasi dan beberapa tindakan tetap di lakukan guna memantau dan memperbaiki kondisi Farhan.

Alhamdulillah,Tuhan berikan Amanah luar biasa ini, mengadirkannya di tengah keluarga kami. Ia menjadi guru kehidupan untuk kami. Insya Allah, semoga Tuhan masih memberikan kami waktu dan usia agar dapat merawat dan menjaganya.”

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Sarah Alya Azizah

Down syndrome occurs randomly, like flipping a coin, or winning the lottery.

“Suatu kalimat yang sangat benar adanya. Seperti kenyataan bahwa kami telah memiliki Sarah. Demikianlah Down Syndrome, datang dengan tiba-tiba, tak perlu intro maupun sambutan kedatangan.

Tak memilih siapa atau gelar apa yang akan didatangi, miskin atau kaya. Semua bisa saja mendapatkan anak Down Syndrome, atau bahkan terlahir Down Syndrome.

Sarah Alya Azizah. Begitu nama lengkap anak kami yang terlahir dengan Down Syndrome. Sarah lahir pada 3 Juni 2010. Terlahir sebagai bayi dengan Down Syndrome, hari-hari pertama Sarah hanya tidur saja.

Perawat sempat menjulukinya sleeping beauty karena memang sepanjang hari jika tak dibangunkan, pasti Sarah hanya tidur saja.

Itulah awal mula perjuangan memiliki bayi dengan Down Syndrome: harus rajin membangunkan bayi ketika jam minum ASI. Bagaimanapun, tekad ASI eksklusif selalu ada di benak saya, seperti halnya kakaknya dulu yang sukses ASI hingga dua tahun.

Terlahir sebagai bayi dengan Down Syndrome, membuat saya sebagai orang tua Sarah merasa sedih, kecewa, dan bingung. Saya yakin, semua ibu di dunia ini pasti ingin memiliki bayi yang sehat, lucu, dan menggemaskan.

Dan impian itu pun sirna ketika melihat kenyataan bahwa bayi yang berada di sampingnya, yang di gelangnya tertulis nama ayah dan ibunya, ternyata tidak seperti yang ada di bayangan.

Bayi dengan mata sipit, wajah datar, tubuh pendek, leher yang bergelambir, tangan yang pendek gemuk, kelingking yang bengkok, serta jari kaki yang terdapat ‘sandal gap’….

Oh, membayangkan saja rasanya tak mampu, karena di balik ciri-ciri yang telah disebutkan itu, ada sederet kelemahan dan ketertinggalan yang menyertainya.

Pertanyaan-pertanyaan, ‘Kenapa aku?’ dan ‘Kenapa anakku?’ terus saja terngiang di telinga. Bersamaan dengan perasaan yang bercampur aduk, antara bingung, sedih, dan kecewa.

Bingung, tentang apa yang akan dilakukan terhadap bayi mungil yang berbeda kondisinya dengan anak lain. Sedih, karena bayi baru yang lahir hanya tidur terus, menyusu pun tak mampu.

Kecewa, karena bayangan kegembiraan yang biasanya menghiasi peristiwa kelahiran bayi, berganti dengan kesedihan yang sangat.

Padahal semasa hamil, tak ada satu pun keluhan yang saya rasakan. Kehamilan saya tergolong sehat. Tak satu pun obat yang perlu saya konsumsi. Hanya vitamin saja seperti asam folat dan juga kalsium yang penting untuk tumbuh kembang janin.

Hari-hari pertama kelahiran Sarah, pekerjaan utama saya hanyalah menyusui dan memerah ASI. Sarah, yang harus berada di inkubator, dengan kondisi jantung yang waktu itu sempat lemah, memaksanya untuk minum dari sedotan.

Seluruh tubuhnya penuh kabel. Perawat memantau kondisi Sarah setiap waktu. Pada saat-saat tertentu, dokter memeriksa Sarah, melakukan beberapa tes, seperti tes kromosom, tes jantung, tes tyroid, dsb.

Rupanya begitu prosedur di rumah sakit ini. Saya pun bertambah bingung, dengan biaya-biaya yang akan kami tebus.

Waktu melahirkan Sarah, kami sedang merantau di negeri kangguru. Ketika itu, ayah Sarah sedang studi S2 di University of New South Wales.

Untuk melahirkan di Australia, kami tidak dikenakan biaya sama sekali, alias free. Namun untuk biaya lain-lain, kami tak sempat memikirkannya.

Bayangan kami, bayi lahir normal, lalu dua bulan setelahnya pulang. Itu rencana kami waktu itu, karena bertepatan dengan kelulusan suami.

Manusia memang hanya bisa berkehendak, namun hanya Allah yang Maha Menentukan segalanya.
Dengan terlahir Down Syndrome, itu artinya akan lebih banyak pengeluaran kami, dan tentu saja tidak bisa ter-cover oleh asuransi sebagai student.

Biaya berada di ruang NCC atau Newborn Care Centre saja per hari sebesar 2000 dollar. Belum biaya tes-tes dan obat-obatan lainnya. Namun, kami yakin, di balik kesulitan ada kemudahan.

Entah dari mana asalnya, ketika kami harus berhadapan dengan petugas administrasi, seketika petugas bilang bahwa semuanya free alias gratis. Bahkan pompa ASI listrik yang biasa saya sewa dan bertuliskan 15 dollar sekali pumping pun digratiskan. Benar-benar gratis.

Saya tak tau apa yang dilakukan suami untuk semua ini. Tapi saya benar-benar bersyukur bahwa satu beban telah lepas dari pundak. Terimakasih untuk suami yang telah melakukan semuanya untuk saya dan anak-anak kami.

Dua bulan kemudian, kami pun kembali ke Indonesia. Wajah-wajah gembira pun telah berada di bandara menyambut kedatangan kami.

Bapak dan ibu kami, serta saudara kami sudah menunggu kami di bandara. Tentu saja ada sedikit kesedihan ketika memandang bayi kami. Bayi yang terus saja tertidur nyenyak.

Beragam teori merawat bayi baru dengan Down Syndrome telah saya pelajari dari booklet yang diberikan gratis oleh rumah sakit. Teori bagaimana menyusui sampai memijat bayi.

Kurang lebih sama dengan teori di buku-buku bayi. Hanya bedanya, bayi dengan Down Syndrome perlu mendapat terapi lebih lanjut.

Saya pun segera mencari tempat terapi untuk anak kami. Mulanya, kami berkunjung ke dokter spesialis anak di Rumah Sakit Sardjito. Di sana pula awalnya Sarah fisioterapi. Beberapa waktu kemudian, kami mencari tempat terapi lain. Alhamdulillah ada yang dekat rumah.

Tak berapa lama, saya pun bertemu dengan komunitas sesama orang tua dengan Down Syndrome.Tepatnya pada Januari 2011, saya ikut pertemuan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) yang diselenggarakan oleh POTADS Jakarta. Pertemuan itu sekaligus manjadi awal mula kami mendirikan POTADS di Yogyakarta.

Dan Sarah, suatu anugerah pula, bahwa di usianya yang sekarang, sudah pandai melafalkan surat Al Fatihah walau masih cedal. Sarah bisa sekolah di TK Umum, bisa memegang pensil dengan baik, bisa menerima instruksi sekaligus menyampaikan keinginannya walau terbatas.

Semuanya adalah hal yang harus disyukuri. Meski kecil. Meski bagi anak seusianya adalah hal yang biasa. Dan saya, beryukur memiliki anak dengan Down Syndrome.”

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Arrya Dipa Syah Alam

“Arrya Dipa Syah Alam, anak pertamaku yang lahir pada tanggal 26 Februari 2008. Arrya terlahir prematur dengan berat badan lahir rendah 1,7 kg dan panjang 47 cm. Arrya didiagnosa CMV kongenital (terinfeksi virus CMV pada saat dalam kandungan).

Hal itu membuat Arrya menjadi Istimewa. Ya, Arrya penyandang Cerebral Palsy.

Cerebral Palsy (cidera otak) menyebabkan motorik (gerak) dan kemampuan berbicara Arrya jadi terlambat, mata dan pendengaran Arrya juga bermasalah. Karena itu Arrya memerlukan fisioterapi rutin yang memakan waktu tidak sebentar.

Sekarang usia Arrya sudah 7 tahun. Perkembangan kognitif Arrya meningkat pesat dan daya ingatnya bagus sekali. Arrya juga sudah bisa berbicara lancar. Mata dan pendengaran Arrya pun membaik. Arrya juga bersekolah di sekolah khusus CP di Yogya.

Arrya bisa menyebutkan angka 1-100 bahasa Indonesia dan Inggris. Arrya juga hafal Ayat Kursi dan bacaan sholat. Ya, Arrya anakku CP, Cakep dan Pintar.

Sekarang Arrya masih memerlukan kursi roda untuk mobilisasinya karena belum bisa berjalan. Tapi Arrya masih terus semangat berjuang agar bisa hidup mandiri. Arrya anak istimewaku, guru kehidupanku, senyumnya adalah semangatku.”

Peserta Special Needs Photo Contest 2015: Dianida Eka Putri

“Anakku telah berusia 6 tahun pada 20 Desember lalu. Tidak terasa waktu cepat berlalu padahal banyak suka duka yang kami lewati.

Masih ingat jelas bagaimana anakku berada di inkubator selama 14 hari dengan alat bantu yang terpasang di tubuh mungilnya. Tangan kaki kecilnya meronta dengan suara tangisan yang kecil.

Aku hanya bisa memandangi dia dari kaca jendela karena ruangan itu harus steril. Setiap aku melihatnya selalu kubisikan, ‘Mamah disini nak, akan mengajakmu pulang ke rumah kita. Kamu yang sehat kuat nak, maafkan Mamah.’

Aku melahirkan belum waktunya saat usia kehamilan 32 minggu. Aku tiba-tiba ada pendarahan, karena panik darah langsung tinggi sampai 200. Urineku positif 5 proteinnya.

Aku tidak mengerti, karena kehamilan pertama kata dokter aku pleklamsi dan janin harus segera dilahirkan.

Jam 5 sore Hari Minggu, itulah awal baru dalam hidup aku. Bayiku lahir prematur hanya 1600 gram, panjang 41 cm. Tidak ada tangisan saat ia diangkat dari rahim. Dan haru biru menyelimuti hatiku.

Beberapa saat kemudian baru dia menangis, dokter membawanya padaku dan berkata, ‘Ini bayi ibu cium dulu, karena dia harus masuk inkubator sampai dia siap hidup di luar. Ibu tenang saja kami akan merawatnya.’

Setelah itu kami berpisah aku masuk ruang observasi dan dia masuk ke ruangan lain.

Dianida Eka Putri, itu nama yang kami berikan dengan doa dan harapan semoga putri kami menjadi cahaya buat kami.

Aku pikir perjuanganku sampai di situ aku tinggal membesarkan mendidiknya. Tapi ternyata jalanku masih panjang.

Saat usia 6 bulan bayiku belum bisa apa-apa. Aku pikir karena prematur maka ada keterlambatan perkembangannya. Tapi saat di bawa ke RS Hasan Sadikin Bandung anakku didiagnosa Cerebral Palsy atau CP.

Dokter waktu itu mengatakan hal terburuknya jika anakku kemungkinan bisa berjalan kecil, karena dia tidak bisa menahan kepala bagaimana dia berdiri menahan badannya. Lemas lututku hatiku tidak karuan.

Sejak saat itu Dian terapi, tak tega rasanya bayi kecil dengan berat badan 4.5 kg berusia 6 bulan harus di gerakkan ini itu. Setiap terapi Dian menangis histeris, tapi aku tetap menemaninya.

Tempat terapi itu jauh, lama perjalanan ke sana mencapai 4 sampai 5 jam sedangkan terapinya hanya 1 jam. Kalau pergi subuh pulang ashar. Begitu terus seminggu 2 kali selama satu tahun.

Akhirnya Dian ambruk kecapaian. Dian kejang hebat dari jam 4 sore sadarnya lagi jam 11 malam. Kami bawa Dian ke rumah sakit dengan dibekali tabung oksigen dari klinik dan lama perjalanan memakan waktu 3 jam.

Alhamdulillah, setelah dirawat 3 hari Dian boleh pulang. Tidak lama Dian di-EEG dan ditemukan bahwa Dian memiliki epilepsi. Kumplit sudah nak …

Pada dasarnya Dian ceria selalu tersenyum senang kalau diajak main ke luar. Tapi Dian juga sensitif kalau ada yang ngomong, ‘Anaknya kenapa kok ga bisa jalan, terapi terus tapi mana hasilnya kok tetap kaku dll.’

Dian akan marah wajahnya ditekuk tidak terima. Aku peluk ia dan aku bisikkan, ‘Orang itu tidak tahu saja kalau Dian anak hebat, anak Mamah yang super cantik.’ Baru Dian menarik nafas dan tersenyum bertanda dia mengerti.

Perjalanan terapi tidak sampai di situ. Aku pindah lagi ke Jakarta karena di Bandung jauh. Dan kami harus menghadapi ujian lebih berat lagi.

Kami telah terbiasa dengan lingkungan keluarga yang paham akan artinya takdir. Sekarang kami dihadapkan pada lingkungan berbagai macam etnis yang menganggap keadaan Dian adalah karma dari masa lalunya, dosa ibu bapaknyalah, penyakit sawan bangkailah, kena guna-gunalah, dll.

Tapi apapun yang mereka katakan, pada prinsipnya Dian anakku yang cantik sehat sempurna.

Perkembangan Dian secara fisik tidak terlalu banyak, tapi responnya bagus terhadap musik. Dia akan histeris kalau ada lagu Ariel Peterpan, Firzha, Jennifer Lopez, One Direction, Pink, Roxette, Bon Jovi dan Michael Learn To Rock.

Bahasa tubuh dan tekstur mukanya menandakan dia tahu, bahkan teriak ikut nyanyi tapi kalau ada lagu yang tidak dia suka dia diam saja.

Dian.. Dian… Kamu hadir diantara kami menjadi cahaya dalam hidup ini. Suara tangismu setiap waktu menjadi nada di heningnya malam.

Tetaplah kuat dengan keadaanmu, keterbatasan bukan penghalang bagimu untuk meraih mimpi. Biarlah dunia tahu keberdaanmu, tak akan kami sembunyikan engkau di balik dinding rumah dikurung pagar besi.

Kamu berhak menikmati alam ini dunia ini.”

 

Parents, semoga kisah di atas dapat menginspirasi kita semua, terutama semua orangtua dari anak berkebutuhan khusus.