Ada banyak hal yang baru aku sadari setelah menjadi orang tua. Tanggung jawab yang besar, dibarengi dengan kekhawatiran jika tidak mampu membantunya belajar membuatku rajin mencari referensi dari berbagai sumber. Aku mengikuti seminar, membaca buku-buku parenting dan tumbuh kembang anak, serta sharing dengan orang tua lain.
Anak perempuanku saat ini menginjak usia 14 bulan. Rasa-rasanya dia tumbuh dengan sangat cepat. Dia sudah mampu mengucapkan beberapa kata. Dia juga sedang semangat belajar berjalan. Anak bayiku sekarang sudah tidak seperti bayi lagi.
Setiap hari anakku belajar hal baru. Saat kuberi board book bergambar aneka satwa, dia terlihat antusias. Saat merasa senang, dia akan menunjuk gambar hewan yang ada di buku itu sambil menggerak-gerakkan tubuhnya. Saat merasa takut, dia akan memelukku. Sungguh lucu tingkah anakku ketika sedang belajar.
Aku masih ingat saat anakku menginjak satu tahun. Dia sangat tertarik dengan sepeda milik anak tetangga yang sudah balita. Akhirnya ayahnya membelikannya sepeda roda tiga dengan sabuk pengaman. Kami berdua menemani dan mengawasinya. Benar saja, dalam beberapa hari anakku sudah bisa mengayuh sepedanya.
Anakku juga sudah belajar makan sendiri. Awalnya kami ragu-ragu untuk berhenti menyuapinya. Kami takut dia bisa tersedak. Tapi dia terlihat sangat lahap saat makan sendiri. Akhirnya kamipun hanya mengawasi saat dia sedang makan. Kegiatan makan seharusnya memang menjadi kegiatan yang menyenangkan untuknya agar ia selalu lahap dan tercukupi kebutuhan gizinya. Saat perutnya kenyang, dia menjadi lebih fokus belajar dan tidak rewel.
Aku menyadari anakku sedang senang-senangnya menjadi pengamat. Dia obrserver sekaligus peniru yang ulung. contohnya saja ketika aku menancapkan pengisi daya ponsel atau menekan saklar untuk menghidupkan lampu. Beberapa saat kemudian ia pun mencoba melakukan hal yang sama. Bahkan ia hafal kapan saat harus menyalakan lampu dengan menunjuk-nunjuk saklar. Karena momen-momen seperti itu, aku jadi belajar untuk selalu berhati-hati dalam bertindak.
Dari pengalaman tersebut, aku jadi paham betapa dahsyatnya usia emas si kecil. Kami terus berusaha memberikan stimulasi agar tumbuh kembangnya optimal. Akhirnya kekhawatiranku berubah menjadi kesiapsiagaan membersamai anakku belajar segala hal baru. Aku sudah tidak banyak cemas lagi karena aku percaya anakku mampu belajar dari hal di sekelilingnya dengan baik.