Egh, egh, egh… Erang anak bungsuku di senin dini hari sekitar jam setengah dua pagi. Tidurnya tampak gelisah. Kuraba keningnya dan agak panas. Segera kuraih termometer untuk mengukur suhu tubuhnya dan ternyata sumeng dengan 37,5 derajat Celcius.
Galau rasanya, coba kukompres dengan handuk dan handuk hangat, tetapi balitaku tidak betah dan marah jika dikompres. Tak tega melihat si kecil tidur tak nyenyak. Kubangunkan suami agar mengambilkan obat penurun demam buat si kecil.
Alhamdulillah, sumengnya mulai berangur-angsur turun meski tidurnya masih gelisah. Jam 7 pagi dengan tenang berangkatlah saya bekerja, namun sekitar jam 9, bibi pengasuh mengabarkan si kecil yang berusia 2,5 tahun kembali demam.
Kuarahkan ke bibi pengasuh untuk memberikan obat penurun demam dengan cara membaca aturan pakai di kardus obatnya yang sesuai dengan usia anak dan memantau demamnya dengan termometer. Syukurlah demamnya merea.
Namun, dalam hati saya bergumam, “Ini sepertinya si bungsu kena KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) untuk imunisasi MR (Measles dan Rubella) pogram BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional)”. Kondisi KIPI balitaku mirip dengan anak kedua yang pernah mengalami KIPI untuk program ORI (Outbreak Response Immunization) Difteri di tahun 2018.
Bedanya untuk si bungsu munculnya demam berselang waktu tiga hari dari imunisasi BIAN yang dilakukan di Posyandu RT dekat rumah. Sedangkan, si tengah gejala demam KIPInya timbul kurang dari 24 jam pasca ORI Difteri. Sebagai pegawai yang bekerja di sektor kesehatan, KIPI menjadi sesuatu hal yang harus ditangani dengan segera dan tepat.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi menjadi landasan hukum bagaimana tatalaksana menangani KIPI. Oleh karena itu, di hari kedua demam si bungsu, saya segera melaporkan ke Puskesmas Kelurahan/Kecamatan sesuai domisili tempat tinggal.
Menurut regulasi penyelenggaraan imunisasi tersebut,ada 2 jenis KIPI yaitu KIPI serius dan Non Serius. KIPI serius atau KIPI berat adalah setiap kejadian medis setelah imunisasi yang menyebabkan rawat inap, kecacatan, dan kematian serta yang menimbulkan keresahan di
S, KIPI non serius atau KIPI ringan adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima.
Alhamdulillah, KIPI si bungsu sekedar demam saja dan termasuk jenis yang ringan. Dan, tak lama berselang 3 jam dari pasca pelaporan KIPI, tim puskesmas kelurahan menghubungi saya serta mendatangi rumah untuk memeriksa kondisi si kecil.
Pihak puskesmas kelurahan mengarahkan saya untuk selalu memantau demam anak. Mengatasinya dengan mengompres hangat dan memberikan obat penurun panas secara berkala 4-6 jam sekali.
Persoalan KIPI memang menjadi momok yang mencemaskan bagi sebagian besar masyarakat dan dapat menurunkan tingkat kepercayaan terhadap penyelenggaraan imunisasi.
Oleh sebab itu, ada sedikit kiat yang dapat saya bagikan bagaimana caranya agar tetap tenang menghadapi KIPI BIAN dan selalu mendukung apapun program imunisasi yang disediakan oleh Negara.
Pertama, usahakan anak dapat beristirahat dengan cukup. Bersabar dan bertawakallah dengan KIPI yang sedang terjadi. Kedua, berikan obat penurun demam jika diperlukan dan dibantu kompres air hangat agar demam bisa mereda.
Ketiga, upayakan agar anak tidak dehirasi dengan mengonsumsi air putih yang cukup, minimal 2 liter sehari. Keempat, apabila terdapat rasa nyeri di tempat bekas suntikan, tenangkan si anak dan usakan agar anak kita tetap mau bergerak dan menggunakan lengan tangannya.
Kelima, kompres dengan kain bersih yang diberikan air dingin jika terjadi pembengkakan dan nyeri bekas suntikan. Keenam, KIPI dapat terjadi kurang dari sehari hingga berjeda bisa seminggu, karena itu penting kiranya tetap melaporkannya.
Masyarakat tidak usah merasa bingung atau takut harus melaporkan kemana KIPI ini. Yang pasti, bisa lapor kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi.
Ataupun cukup lapor ke Ibu RT ketika di posyandu diselenggarakan imunisasi. Bisa juga langsung puskesmas kelurahan/kecamatan yang bertanggung jawab terhadap program imunisasi.
Jadi, para orang tua jangan sungkan ikutan program BIAN ini. Gratis loh, ditanggung oleh Negara!
Jangan lupa ya, bawa putra-putri Anda yang berusia 9 – 59 bulan untuk diimunisasi ke posyandu/puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan BIAN. Ikutan BIAN yuk, demi anak-anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan ceria.
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.