Miris, gara-gara khawatir efek samping imunisasi MR, termasuk kandungan enzim babi yang terdapat di dalamnya, banyak masyarakat yang masih memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi MR pada buah hatinya.
Padahal, imunisasi MR ini penting diberikan pada anak. Ya, bukankah seorang anak berhak untuk mendapatkan kesehatan? Jauh dari bayang-bayang penyakit yang akan menghantuinya seumur hidup. Jelas, hal ini tentu saja merupakan tanggung jawab orangtua untuk menjamin kehidupan yang sehat bagi anak-anaknya.
Seperti yang kita ketahui vaksin MR memiliki banyak manfaat, untuk mencegah wabah penyakit infeksi menular seperti campak dan rubella serta risiko kecacatan akibat rubella atau CRS (Congenital Rubella Syndrome).
Anak yang lahir dengan CRS dapat lahir dengan berat badan rendah, tuli, buta, bocor jantung, pengecilan otak dan ukuran kepala, tidak bisa bicara, keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental.
Ini bisa terjadi jika sang ibu terkena rubella di fase awal kehamilan.
Orangtua mana yang ingin anaknya tumbuh dengan kondisi yang tidak sempurna? Memiliki gangguan pendengaran? Gangguan penglihatan? Kelainan jantung? Atau akibat lain yang ditimbulkan?
Sayangnya, masih banyak masyarakat belum menyadari hal ini yang berujung dengan tertundannya memberian imunisasi MR.
Salah satunya, masyarakat Aceh. Lantaran Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, membuat ketetapan untuk menunda diberikannya vaksin MR, Aceh akhirnya berisiko terancam mengalami ‘tsunami rubella’.
Fakta yang menyeramkan bukan?
Dikutip dari laman BBC Indonesia, dokter spesialis anak di Aceh, Aslinar, menegaskan kalau Campak Rubella sangat berbahaya sehingga pemberian vaksin MR tak bisa ditunda-tunda.
“Vaksin MR sangat penting bagi anak, karena penularannya bisa berakibat cacat seumur hidup, jika tidak diatasi segara mungkin akan terjadi ‘tsunami MR’,” tegas Aslinar, kepada wartawan BBC di Aceh.
Melihat risiko yang begitu besar, Ombudsman RI perwakilan Aceh mendesak program imunisasi campak dan rubella (MR) di provinsi tersebut dimulai kembali.
Seperti yang diberitakan BBC Indonesia, kepala Ombudsman RI perwakilan Aceh, Taqwaddin setelah menggelar pertemuan hari Rabu (12/09) dengan pemerintah Provinsi Aceh, melalui juru bicaranya Saifullah Abdul Gani, Dinas Kesehatan, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak, UNICEF, dan Rumah Singgah.
Ia pun menegaskan peristiwa ini memang terjadi karena berita yang simpang siur tentang vaksin MR. Selain khawatir dengan kandungan enzim babi, tidak sedikit masyarakat yang justru hanya mengingat efek samping imunisasi MR tanpa memedulikan manfaat jangka panjangnya.
Data Dinas Kesehatan Aceh menunjukkan pencapaian imunisasi MR di Aceh sejauh ini hanya 7,32% sementara 84% anak yang menjadi target imunisasi rentan tertular virus MR.
Aceh menduduki peringkat terakhir imunisasi MR serentak di 28 provinsi pada awal Agustus 2018.
Imunisasi MR di Aceh ditunda setelah pelaksana Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Agustus lalu memerintahkan program ini ditunda, untuk memastikan vaksin yang dipakai mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kepala Biro Humas Provinsi Aceh, Rahmad Raden, menyatakan kondisi di Aceh belum dikategorikan darurat.
Tunda imunisasi MR, banyak anak yang menderita
Tidak sedikit kisah pilih dari orangtua yang akhirnya menanggung beban lantaran anaknya terinveksi virus rubella.
Salah satunya adalah Husna, yang menceritakan bahwa dirinya terkena MR saat ia mengandung 3 bulan. Akibatnya, buah hatinya pun kini menanggung risikonya.
“Sekarang anak saya sudah dua tahun, tapi (karena terjangkit MR) untuk berjalan saja dia tidak bisa,” kata Husna.
Ia menegaskan, sudah cukup anaknya yang terkena sindrom Rubella dan sesegera mungkin mata rantai penularan virus campak Rubella harus diputuskan. Ia menyerukan bagi ibu-ibu yang lain agar segera membawa anaknya untuk divaksin.
Tak hanya Husna, Rita Yana, ibu dari Safa yang kini berusia tujuh tahun yang terjangkit Rubella juga menyayangkan keputasan penundaaan pemberian vaksin di Aceh.
“Kalau sudah terkena seperti anak saya, bisa seumur hidup sakitnya. Setiap bulan harus mengeluarkan puluhan juta. Bahkan saya sudah ke Penang, Malaysia, tapi hasilnya sia-sia,” kata Rita Yana.
Tak hanya di Aceh, pemberian imuniasi MR juga masih terhambat di Riau. Dikutip dati detik news, target pencapaian vaksin MR untuk mencegah virus akut sangat menular untuk anak-anak di Riau sebanyak 1.955.700.
Hasilnya pencapaian dari 12 kabupaten dan kota hanya 18,47 persen. Keterengan ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir. Hal itu disampaikan dalam diskusi ‘Situasi dan Ancaman Penyakit Campak dan Rubella’ di Provinsi Riau.
“Realisasi ini masih jauh dari target. Sementara vaksin MR programnya berakhir pada September 2018 ini,” kata Mimi.