Saat proses eksekusi selesai, konon jantung dan hati penjahat biasanya akan dimakan agar menambah kekuatan sang raja. Sementara kepala yang sudah terpisah dari badan akan diletakkan di meja berbentuk bulat dan badannya akan diletakkan di meja berbentuk persegi.
Parents, objek wisata Indonesia lagi-lagi mendapat sorotan dunia. Para delegasi perhelatan internasional Women20 atau W20 Summit yang berasal dari berbagai negara mengunjungi tempat wisata Huta Siallagan Samosir di Sumatera Utara, pada Rabu (20/7/2022). Kunjungan mereka disambut hangat oleh masyarakat adat Huta Siallagan. Memiliki budaya adat yang masih kental, tak ada banyak masyarakat Indonesia yang tahu destinasi wisata ini, lho.
Seperti apa sih keindahan Huta Siallagan Samosir yang dikunjungi delegasi W20 ini? Simak bersama yuk Parents
Artikel terkait: Menariknya Rumah Balai Batak Toba: Bentuk dan Makna Filosofisnya
Mengunjungi Huta Siallagan Samosir, Desa Adat Batak Toba yang Kaya Budaya
1. Terdiri dari Desa
Huta Siallagan adalah kampung adat Suku Batak Toba yang masih bertahan di Ambarita, Kabupaten Samosir. Nama Huta Siallagan berasal dari dua kata, yaitu “huta” dan “Siallagan”. Mengutip dari Indonesia Travel, huta artinya desa atau permukiman, sehingga secara keseluruhan Huta Siallagan berarti Desa Siallagan.
Huta Siallagan mencakup area seluas 2.400 meter persegi dan dikelilingi oleh tembok batu berukuran 1,5 hingga 2 meter. Dibangun dari batu-batu yang tersusun rapi, tembok itu pernah dilengkapi dengan benteng dan bambu runcing untuk melindungi desa dari binatang buas dan serangan dari suku lain.
Artikel terkait: 7 Fakta Pulau Samosir dan Danau Toba, Pesona Alam dan Budayanya yang Memukau!
2. Kisah Batu Parsidangan
Keunikan objek wisata ini adalah adanya kursi dan meja batu yang terletak di dua tempat, yaitu di depan rumah raja, dan tepat berada di bawah pohon Hariara yang dianggap sebagai pohon suci oleh orang Batak.
Kumpulan artefak furnitur batu yang menarik ini disebut Batu Parsidangan. Meja dan Kursi yang terbuat dari batu ini di perkirakan telah berusia sekitar 200 tahun.
Konon, Batu Parsidangan awalnya digunakan untuk mengadili para kriminal. Tindak kejahatan tersebut bisa berupa mencuri, membunuh, memperkosa, dan menjadi mata-mata musuh.
Hukumannya pun tergolong sadis. Jika kejahatannya kecil, maka mereka akan dihukum pasung. Namun jika kejahatannya tergolong berat maka pelaku akan dijatuhi hukuman pancung alias potong kepala.
Sebelum dipancung ada prosesi khusus bagi pelaku kejahatan yang bisa membuat bulu kuduk langsung merinding. Karena di masa lalu orang banyak mempunyai “ilmu”, maka perlu langkah untuk menghilangkan kemampuan khusus itu.
Kulit pelaku kejahatan akan disayat lantas lukanya diberi air jeruk nipis. Inilah ramuan yang dipercaya dapat menghapuskan ilmunya dan hukuman pancung pun bisa dilaksanakan dengan sekali tebas.
Tanggal eksekusi pun akan ditentukan dari hari paling lemah si penjahat atau hari baiknya kapan. Pasalnya, rata-rata orang yang berani melakukan kejahatan diyakini mempunyai ilmu hitam. Untuk menentukan hari kapan untuk di eksekusi dahulu menggunakan Manitiari atau Primbon Suku Batak.
Badan pelaku akan dibuang ke Danau Toba selama tujuh hari tujuh malam. Selama itu pula para penduduk dilarang melakukan aktivitas di dalam Danau.
Sedangkan kepalanya akan diletakkan di depan gerbang masuk Huta Siallagan sebagai peringatan kepada raja lain atau rakyat agar tidak melakukan perbuatan yang sama. Setelah membusuk, kepala akan dibuang ke hutan dibalik kampung, dan selanjutnya warga akan dilarang beraktivitas di hutan selama 3 hari.
Namun, semenjak agama Kristen tersebar setelah diperkenalkan oleh misionaris asal Jerman, yaitu Ludwig Ingwer Nommensen, hukum pancung tersebut tentu sudah tak berlaku.
Artikel terkait: Kenali Lebih Dekat Rumah Adat Sumatera Utara, Warisan Budaya yang Mendunia
3. Dijadikan Objek Wisata
Memasuki Huta Siallagan, Parents akan disambut oleh rumah adat suku Batak, yaitu Bolon dan Sopo. Parents yang niat berkunjung bisa berfoto di depan bangunan rumah adat yang berumur ratusan tahun tersebut. Selain itu, Parents juga bisa membeli oleh-oleh sebagai buah tangan di pusat kerajinan tangan. Seperti gorga, pustaha laklak, ulos, dan baju bertulisan keindahan budaya Samosir.
Untuk mencapai desa wisata budaya ini, dapat ditempuh melalui perjalanan dari Kota Parapat tepatnya Pelabuhan Ajibata. Selanjutnya, Parents bisa menggunakan kapal penyeberangan atau kapal biasa menuju Tomok. Dengan tiket masuk sebesar Rp 5000, Parents sudah disuguhkan kekayaan budaya khas suku Batak Toba.