Hukuman time out untuk anak
Para orangtua pasti pernah merasakan ini: bergulat dengan keinginan untuk merawat anak sekaligus membuatnya disiplin. Parents mungkin harus menahan lidah atau menambah stok kesabaran sebanyak mungkin sebelum menghukum anak.
Pernahkah Parents bertanya-tanya apakah efek dari hukuman time out untuk anak sama buruknya dengan memukul anak?
Artikel terkait: Ini bahayanya jika Anda punya kebiasaan memukul anak. Hentikan sekarang juga!
Apakah efek hukuman time out untuk anak lebih serius daripada yang Parents sadari?
Dalam beberapa tahun terakhir, pukulan dan teriakan tidak direkomendasikan oleh para ahli sebagai cara untuk menghukum anak. Banyak orang percaya bahwa hukuman semacam itu akan mengajari anak tentang kekerasan, sementara yang lain berpendapat bahwa hal tersebut akan merugikan otak anak dan mengurangi level IQ-nya.
Kita sebagai orangtua mungkin tumbuh dalam didikan di mana disiplin fisik menjadi hal biasa dilakukan. Namun, saat memiliki anak, kita memilih cara yang lebih modern dan tidak menghukum secara fisik, tetapi memberi hukuman time out untuk anak.
Tidak diragukan lagi bahwa hukuman time out memiliki efek yang baik bagi anak. Time out merupakan bentuk disiplin ‘ringan’ yang tidak terlalu menakut-nakuti anak. Yang terpenting, hukuman time out tidak melibatkan hukuman fisik.
Sayangnya, ada potensi efek berbahaya dari time out yang harus didiskusikan.
Time out bisa menjadi hukuman yang memberi efek jera
Dr. Daniel J. Siegel dan Tina Payne Bryson, Ph.D, penulis buku berjudul No-Drama Discipline, menulis sebuah artikel di TIME tentang bagaimana hukuman time out bisa berbahaya bagi otak anak yang sedang berkembang.
Time out memberi kesempatan pada anak untuk merenungkan kenakalan mereka. Tetapi Dr. Siegel dan Dr. Bryson memperingatkan para orangtua untuk tidak menggunakan time out sebagai cara menghukum anak daripada kesempatan untuk mengajarinya sesuatu.
Hukuman time out bisa membuat anak merasa terisolasi
Beberapa orangtua menggunakan time out untuk mendinginkan kepala alih-alih mengatur perilaku anak. Akui saja, mengirim anak time out di sudut ruangan untuk diam adalah cara ideal untuk mengelola kemarahan Anda sendiri.
Tapi ketika Parents meminta anak untuk masuk ke kamar, hal itu bisa membuat anak berpikir bahwa orangtuanya marah padanya dan bukan pada perilakunya. Terlebih lagi, anak bisa salah paham dan berpikir bahwa Parents tidak mampu mengatur emosinya sendiri.
Isolasi bisa menimbulkan perasaan ditolak. Penelitian telah membuktikan bahwa ketika kita merasa ditolak oleh seseorang yang kita cintai, aktivitas otak kita sama seperti seseorang yang mengalami sakit fisik.
Hukuman time out untuk anak dapat membuatnya merasa dipermalukan
Ketika menjalani hukuman time out yang memisahkan anak dari Bunda dan Ayah, anak-anak bisa merasa dipermalukan. Mereka akan mulai mengaitkan hal negatif dengan time out.
Hal ini mungkin tidak akan mengakibatkan perubahan perilaku, tulis psikolog klini Mary C. Lamia di Psychology Today.
Rasa malu dan bersalah adalah emosi manusiawi yang layak dipelajari cara mengatasinya. Tapi ketika anak Anda masih sangat kecil, hal tersebut bisa menyebabkannya justru menutup diri.
Fokuslah pada efek baik dari hukuman time out untuk anak
Jika Parents bertanya-tanya apakah time out sama buruknya dengan hukuman fisik seperti memukul, jawabannya TIDAK jika Anda melakukannya dengan maksud untuk mendidik anak, bukan mempermalukan.
Time out dengan empati adalah kuncinya
Parents dapat membantu anak-anak memahami perasaan yang bermunculan dengan cara mendengarkan. Anda dapat membangun kemampuan anak untuk berkomunikasi, menawarkan tempat yang aman di mana anak dapat secara terbuka mendiskusikan kebutuhan untuk mengatasi rasa takut dan kritik.
Time out dengan empati tak hanya membantu anak mengekspresikan dirinya sendiri, tetapi sekaligus membantunya mengelola emosi yang kuat serta konflik di masa depan sebagai orang dewasa.
Time out dapat menjadi kesempatan untuk mengenal anak Anda
Disiplin yang baik serta hukuman time out yang efektif sebenarnya tidak memisahkan anak dari orangtuanya, tetapi justru Parents mengajari anak untuk bergantung pada orangtua di masa-masa sulit.
Yang terpenting, saran Dr. Lamia, jangan sampai melupakan apa tujuan Anda mendisiplinkan anak, yaitu mendidik, membimbing, dan menjelaskan apa yang salah serta apa yang sebaiknya dilakukan anak.
Gunakan hukuman time out untuk anak sebagai cara memperkuat ikatan
Anak-anak memiliki kebutuhan mendalam untuk terhubung dengan orangtuanya. Mereka mendambakan hubungan yang dekat dengan Bunda dan Ayah.
Anak-anak perlu tahu bahwa kenakalan yang mereka lakukan bukanlah tak ada konsekuensinya. Tetapi, hal tersebut tak akan mengubah cinta Bunda dan Ayah pada mereka.
Alih-alih mengusir anak masuk ke kamar mereka, mengapa tidak membiarkannya duduk di sudut time out untuk merenungkan kesalahannya? Dengan cara ini, kedekatan fisik memperkuat hubungan anak dengan Anda.
Ya, anak-anak kadang berperilaku nakal, tetapi mereka tidak sendirian. Parents tetap akan mencintainya dengan cara yang sama karena pada dasarnya ia tetaplah anak yang baik.
Apa pendapat Parents mengenai hukuman time out? Silakan share di kolom komentar ya.
*Artikel disadur dari theAsianparent Singapura.
Baca juga:
Pengakuan seorang ibu, “Aku berhenti memukul anakku karena alasan ini…”