Parents, bagaimana sebenarnya hukum menikah beda agama dalam Islam?
Menikah berbeda agama sampai sekarang masih menjadi perdebatan. Perbedaan agama antara kedua pasangan dianggap masih menjadi permasalahan utama yang bisa menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
Di Indonesia sendiri, cukup banyak pernikahan beda agama yang terjadi antara perempuan Muslim dengan laki-laki yang non-Muslim atau sebaliknya. Termasuk para selebritas. Terbaru, Rizky Febian yang beragama Islam dikabarkan akan menikah dengan Mahalini yang beragama Hindu.
Nah, dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 sendiri, sebenarnya tidak dijelaskan secara eksplisit bagaimana hukum tentang pernikahan campur.
Namun, Majelis Agama Tingkat Pusat (MATP) sepakat memberikan kewenangan penuh kepada setiap agama untuk membuat ketentuan pernikahan sesuai dengan ajaran agama, termasuk ketentuan pernikahan yang berbeda agama.
Dalam Islam, hukum menikah beda agama mendapatkan perhatian yang cukup serius dari kalangan ulama di tanah air. Termasuk dari kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nadhlatul Ulama (NU),dan Muhammadiyah.
Bagaimana pandangan masing-masing? Berikut penjelasannya.
Artikel terkait: Pernikahan Beda Agama; Akankah Seperti Tessa Kaunang & Sandy Tumiwa?
Hukum Menikah Beda Agama Menurut MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada tahun 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait dengan hukum pernikahan beda agama ini.
Yang pertama, para ulama di tanah air memutuskan bahwa pernikahan antara wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.
Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang ada perbedaan pendapat.
“Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dibandingkan dengan maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram,” jelas Prof Hamka, Dewan Pimpinan Munas II MUI.
Artikel Terkait: 10 Keluarga Artis dengan Latar Belakang Agama yang Berbeda-beda
Dalam menetapkan fatwa, MUI menggunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar hukumnya.
”Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia menarik hatimu…” (QS: al-Baqarah:221).
MUI juga menggunakan Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 5 serta at-Tharim ayat 6 sebagai dalil atas fatwa yang dibuat. Sedangkan hadis yang menjadi dalil adalah Sabda Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tabrani.
”Barang siapa telah menikah, ia telah memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa kepada Allah dalam bagian yang lain.”
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Nahdlatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa yang terkait dengan nikah beda agama.
Fatwa tersebut ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989.
Ulama NU dan fatwanya menegaskan bahwa pernikahan antara dua orang yang berbeda agama di Indonesia hukumnya adalah tidak sah.
Hukum Menikah Beda Agama Menurut Muhammadiyah
Sedangkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menetapkan fatwa mengenai pernikahan beda agama.
Dengan tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan bahwa wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non Muslim. Itu sesuai dengan surat Al-Baqarah ayat 221 seperti yang telah disebutkan.
Ulama Muhammadiyah pun menyatakan bahwa nikah beda agama juga dilarang dalam agama Nasrani. Dalam perjanjian alam kita ulangan 7:3, umat Nasrani juga dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama.
Artikel Terkait: Curhat Soal Nikah Beda Agama, Bella Saphira Ungkap Alasan Jadi Mualaf
Dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa:
“Pernikahan adalah sah apabila dilakukan berdasarkan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
Kriteria sah atau tidaknya perkawinan adalah hukum masing-masing agama yang dianut oleh kedua mempelai. Begitulah penjelasan ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.
Berdasarkan Ulama Muhammadiyah, pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor catatan sipil tetap tidak sah secara Islam. Itu dinilai sebagai perjanjian yang bersifat administratif.
Muhammadiyah memang mengakui ada perbedaan pendapat tentang bolehnya pria Muslim menikahi wanita non-Muslim berdasarkan surat al-Maidah ayat 5.
Tetapi hendaknya dilihat surah Al Imran ayat 113 sehingga bisa direnungkan ahli kitab yang bagaimana yang bisa dinikahi oleh laki-laki Muslim.
Meskipun demikian, menurut ulama Muhammadiyah, pernikahan antara wanita ahli kitab dengan pria Muslim banyak membawa kemudharatan dalam banyak hal. Pernikahan demikian juga dilarang. Jika banyak kemudharatan, maka pernikahan tersebut akan berujung pada pertengkaran dan perpisahan.
Nah, Parents, itulah hukum pernikahan beda agama dalam Islam menurut pandangan MUI, NU, dan Muhammadiyah. Semoga bermanfaat dan menjawab pertanyaan Parents soal ini, ya!