Hamil setelah alami keguguran, inilah salah satu cacatan perjalanan kehidupan yang tidak mungkin akan ku lupakan sepanjang hidup.
Aku menikah tanggal 14 Juni 2019 silam, siapa sangka tanpa perlu menunggu lama aku positif hamil pada tanggal 26 Juli 2019.
Awalnya aku merasa sering tidak enak badan, mudah lelah, sering mengantuk, sakit pinggang. Sedikit merass mual tapi tidak sampai muntah. Aku juga telat haid lalu aku beli test pack, dan aku test pack dipagi hari saat buang air kecil, terlihat garis dua tapi samar samar.
Agar lebih yakin, aku pun kembali mencoba test pack beberapa hari kemudian.
Dua Garis Dua Itu Muncul
Aku sangat bersyukur karna terlihat jelas garis dua. Saat itu Aku semangat sekali memberi tahu suami, suami sangat gembira sekali. Hari itu juga, aku dan suami datang ke bidan untuk memastikan kehamilanku, dan ibu bidan bilang usia kandunganku sudah 6 Minggu. Kami pun langsung menyampaikan kabar gembira ini pada orang tua dan mertua.
Untuk lebih memastikannya lagi, kami berdua datang ke dokter untuk melakukan USG. Dan ternyata janinku belum terlihat dan masih terlihat kantongnya saja. Lalu dokter menyarankan untuk kembali 2 minggu lagi, aku merasa tidak sabar menunggu, dan aku khawatir kalau aku mengalami kehamilan BO.
Tiba saatnya aku USG lagi, dan janin masih tidak terlihat tapi sudah terdengar denyut jantungnya. Dokter juga tidak berkata apapun mengenai kehamilanku ini. Aku dan suamiku berpikir berarti tidak ada masalah dalam kandunganku.
Setiap bulannya aku selalu rutin memeriksa kehamilan ke bidan puskesmas, dan juga minum vitamin plus minum susu hamil. Karena memanng tidak ada keluhan, aku pun merasa kandunganku baik-baik saja, tidak ada firasat buruk apapun.
Sampai akhirnya aku mengalami pendarahan saat suamiku sedang bekerja.
Awal terjadi pendarahan itu saat aku pulang kerja dan kebetulan waktu itu aku pulangnya jam 7 malam, entah kenapa saat itu aku merasa lelah, pegal disekujur badan. Aku berangkat pulang kerja bawa motor sendiri, dan jarak kantor dengan rumah lumayan jauh.
Setelah aku sampai di rumah, aku pun langsung menjkalankan rutunas membersihkan badan. Baeu setelah itu aku rebahan di kasur, tapi tiba-tiba aku merasa kurang nyaman seperti ada yangg keluar rasanya seperti menstruasi, aku lihat di kasur ada darah seketika langsung panik bukan main.
Sambil menangis aku telpon suami untuk segera pulang ke rumah.
Lalu aku kembali jongkok di kamar mandi, dan sampai akhirnya darahnya berhenti mengalir.
Suamiku datang dan aku langsung mencoba menceritakan apa yang aku alami, karena pendarahan berhenti aku dan suami memutuskan untuk ke rumah sakit pada esok hari.
Pagi aku ke klinik, dan siangnya aku dirujuk ke rumah sakit untuk diperiksa oleh dokter dan dilakukan USG.
Setelah diperiksa, tak lama, kabar duka itu menyambar. Semua rasanya terjadi begitu cepat, bahkan terlalu cepat. Janinku tidak berkembang dan dokter menyarankan untuk dikuretase. Aku dan suamiku sangat terpukul sekali.
Lalu suamiku mengurus semua dokumen persetujuan, aku pun masuk ruang rawat inap dan untuk mengeluarkan janin aku harus diberi obat terlebih dahulu agar ada pembukaan pada mulut rahim.
Betapa sakitnya, rasanya mules tidak karuan. Aku menangis kesakitan karena kontraksi hebat tetapi belum ada pembukaan. Dua hari aku diminumkan obat itu akhirnya besok paginya janinku keluar, barulah dilakukan operasi kuret untuk dibersihkan rahimku supaya bisa hamil lagi.
Usai kuret dapat nasihat dari dokter kalau aku bisa hamil lagi tapi tergantung bisa 2 bulan, 3 bulan hamil lagi. Aku takut setelah dikuret jadi susah hamil, karna banyak mendengar cerita cerita orang seperti itu.
Tiap bulan aku menunggu hasilnya selalu negatif. Suami kembali menguatkan, “Sabar sayang, mungkin belum saatnya.”
Hamil Setelah Alami Keguguran
Alhamdulillah, selang 6 bulan usai kuret aku bersyukur diberi kepercayaan lagi buat hamil. Kami sangat senang dan sangat bahagia. Senangnya di kehamilan keduaku kali ini suami jadi sangat perhatian sekali. Maklum keinginan suami punya baby begitu besar.
Aku dan suami sebenarnya tidak menduga jika jarak hamil setelah alami keguguran ini cukup dekat.
Kami pun berkomitmen untuk saling menjaga satu sama lain, dan tentu saja menjaga agar si kecil dalam kandungan selalu sehat. Aku selalu cukupi kebutuhan nutrisi terbaik untuk si kecil. Suami pun begitu memperhatikan kondisiku. Hingga ia rela mengerjakan pekerjaan rumah yang seharusnya kukerjakan. Aku bekerja diantar jemput, tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan sendiri, pada usia kehamilan 8 bulan aku resign dari pekerjaan.
Suamiku yang excited menemani istrinya kalau sedang lembur kerja, kontrol tiap bulan, selalu mengingatkanku untuk minum vitamin, susu hamil, dan lain lain.