Baru-baru ini kembali ramai diperbincangkan tentang ganja medis jadi alternatif obat. Wacana ini jadi sorotan lantaran viralnya sebuah unggahan tentang seorang ibu yang memperjuangkan ganja dilegalkan untuk pengobatan anaknya.
Klaim manfaat ganja untuk kesehatan hingga adanya isu legalisasi ganja untuk alternatif obat pun turut menjadi topik hangat yang banyak dibahas.
Faktanya, di sejumlah negara, ganja memang telah dilegalkan. Paling baru adalah negara tetangga Thailand. Negeri gajah putih ini resmi melegalkan ganja pada (09/06) lalu yang diantaranya termasuk untuk keperluan medis.
Ganja Bisa jadi Alternatif Obat Meski bukan yang Terbaik
Di tanah air sendiri, topik ini kembali dibahas terutama oleh Ikatan Dokter Indonesia. Melalui Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, dikatakan bahwa ganja memang bisa menjadi alternatif pilihan pengobatan, meskipun bukan yang terbaik.
“Belum ada bukti obat ganja lebih baik, termasuk untuk nyeri kanker dan epilepsi. Namun, ganja medis bisa menjadi pilihan atau alternatif, tapi bukan yang terbaik. Sebab, belum ada juga penyakit yang obat primernya adalah ganja,” tulis Zubairi melalui sebauh cuitan di Twitter-nya yang dilansir dari CNNIndonesia.
Kendati demikian, sejumlah studi yang mempelajari hubungan antara ganja dan kesehatan masih terus dilakukan. Beberapa studi tersebut ada yang menyebutkan bahwa ganja medis bisa menjadi alternatif obat.
Efek Ganja Masih Butuh Diteliti Lebih Lanjut
Pexels
Berkaitan dengan hasil studi itu, Zubairi kembali mengingatkan bahwa masih banyak yang belum diketahui tentang tanaman ini. Termasuk mengenai interaksi ganja dengan berbagai obat lain dalam tubuh manusia juga masih belum diketahui secara pasti.
Oleh sebab itu, penggunaan ganja medis untuk pengobatan belum berarti sepenuhnya aman. bila penggunaannya tidak diatur secara ketat, dikhawatirkan ganja medis berpotensi disalahgunakan.
“Jika penggunaan tidak ketat, bisa terjadi penyalahgunaan yang menyebabkan konsekuensi kesehatan bagi penggunanya,” lanjut Zubairi.
Lebih lanjut Zubairi mengatakan, dalam dosis berlebih, penggunaan ganja diketahui bisa menimbulkan efek berupa ketergantungan dan halusinasi. Karena itulah penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan biasanya hanya membutuhkan dosis yang jauh lebih rendah daripada untuk rekreasi.
Pexels
“Yang jelas, saat pengobatan, pasien tidak boleh mengemudi. Kemudian THC [tetrahydricannabinol, senyawa pada ganja] dan CBD [cannabidiol] ini tidak boleh dipakai sama sekali [untuk] perempuan hamil dan menyusui,” tegas Zubairi.
Sementara itu, para ilmuwan juga belum mengetahui pasti bagaimana cara mengonsumsi ganja secara aman hingga saat ini juga. Yang jelas, menurut Zubairi, cara yang digunakan seperti merokok ganja hampir sama buruknya dengan mengisap tembakau. Yakni, merusak organ paru-paru serta sistem kardiovaskular.
Artikel Terkait: Belajar Dari Kasus Fidelis, Saatnya Legalisasi Ganja Untuk Pengobatan?
Apabila Ganja Medis jadi Alternatif Obat
Sebagai seorang dokter, Zubairi merasa harus mempertimbangkan penggunaan ganja dengan tepat, walaupun sejumlah studi telah menemukan manfaatnya. “Apakah ganja lebih aman daripada obat lain yang saya resepkan,” turutnya.
Pexels
Sehingga Zubairi berpendapat bahwa banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan ganja untuk tujuan medis. Mulai dari kemungkinan interaksi obat, efek sampingnya pada tingkat kecemasan, hingga adanya risiko gangguan psikotik akibat dipicu oleh penggunaan ganja tersebut.
Yang jelas, tambah Zubairi, setiap obat berpotensi memiliki efek samping yang harus diminimalisasi, termasuk apabila ganja medis jadi alternatif obat, sehingga ketepatan dosis harus disesuaikan dengan efek obat yang ingin dituju sesuai kondisi pasien.
“Ketepatan dosis krusial untuk menjaga kondisi pasien sehingga mendapatkan efek obat yang dituju,” pungkas Zubairi.
Baca Juga:
Thailand Resmi Legalkan Ganja, Bagaimana Aturannya Bagi Turis?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.