Pernikahan Arie Kriting dan Indah Permatasari sempat menjadi sorotan saat keduanya baru saja resmi jadi suami istri. Terlebih beberapa saat kemudian, ibu Indah memberikan klarifikasi bahwa dirinya belum memberi restu. Fakta uang panai yang enggan dibayarkan Arie Kriting inilah disinyalir sebagai penyebab restu ibunda Indah tak diberikan.
Mari mengintip fakta di balik uang panai atau panaik. Sepenting apa ya, uang panai dalam tradisi pernikahan Bugis Makassar?
Haruskah uang panai bernilai fantastis? Untuk menjawab rasa penasaran Parents, mari simak ulasan selengkapnya di sini!
Artikel Terkait: Pelajari Kebudayaan Bugis, Ini 5 Film Berlatar Budaya Makassar yang Bisa Ditonton
Fakta Uang Panai dalam Pernikahan Bugis Makassar
1. Simbol Penghargaan kepada Perempuan
Pemberian uang panai atau panaik pada dasarnya merupakan simbol penghargaan calon mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan.
Konon, secara filosofis, tradisi ini dimaksudkan untuk melihat kesungguhan serta kerja keras si calon suami.
Umumnya, pihak laki-laki memberikan uang panai sebagai tanggungan biaya pesta pernikahan dan bekal kehidupan untuk si istri nantinya.
2. Besarannya Ditentukan oleh Keluarga Perempuan
Uang panai dinilai berkaitan erat dengan martabat atau harga diri keluarga. Dalam bahasa Bugis atau Makassar, hal ini dikenal dengan istilah sirri.
Besaran nilai uang panai pun ditentukan oleh keluarga calon mempelai perempuan. Biasanya mereka yang dituakan akan duduk bermusyawarah untuk menentukan berapa besaran uang panai.
Artikel terkait: Nikahi Seorang Gadis, Lurah di Sulawesi Selatan Beri Mahar 3 Miliar
3. Makin Tinggi Status Sosial, Uang Panai Makin Mahal
Ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan dalam penentuan nilai panaik tersebut. Hal ini berhubungan dengan status sosial keluarga perempuan di tengah masyarakat.
Sebagai contoh, perempuan bergelar ‘Andi’ yang berarti ia adalah keturunan bangsawan, maka ia memiliki nilai panaik yang lebih besar.
Lebih lengkapnya, biasanya uang panai juga dilihat dari tingkat Pendidikan perempuan.
Perempuan yang lulusan SMA uang panai senilai Rp50 juta, lulusan S1 ke atas bisa mencapai Rp75-Rp100 juta.
4. Panaik Bisa Berupa Properti
Tak hanya berupa uang tunai, panaik juga bisa dalam bentuk sebidang tanah atau sawah, rumah, maupun properti lainnya. Namun perlu diketahui bahwa benda-benda ini fungsinya hanya sebagai penggenap.
Jika dikembalikan ke tujuan utamanya, panaik memang dipersiapkan untuk menggelar pesta pernikahan. Uang inilah yang kemudian digunakan untuk berbelanja kebutuhan pesta, mulai dari makanan, pakaian, hingga sewa gedung.
5. Uang Panai Tidak Harus Bernilai Fantastis
Meski besaran nilai panaik seringkali terkesan fantastis, sejujurnya nilai tersebut bukan sesuatu yang mutlak. Sebagaimana perihal mahar dalam adat istiadat di daerah lain, panai bukanlah sesuatu yang besarannya tak bisa dinegosiasikan.
Toh, setiap keluarga punya pandangan dan pertimbangan yang mungkin berbeda.
Misalnya, ada tipe keluarga yang enggan memberatkan laki-laki yang hendak datang melamar anak perempuannya.
Maka, mereka menetapkan panaik sesuai kesanggupan si calon suami.
Artikel terkait: 7 Adat Pernikahan Termahal di Indonesia, dari Suku Mana Sajakah?
6. Ajang Adu Gengsi
Panaik memang memuat nilai filosofis yang luhur. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya, terjadi pergeseran makna dalam tradisi tersebut.
Panaik sering kali menjadi ajang adu gengsi. Semakin besar nilai panaik, maka dianggap semakin baik citra keluarga di mata masyarakat.
Kondisi ini tak jarang memaksa calon mempelai untuk berhutang demi memenuhi tuntutan panaik.
7. Banyak Kasus Gagal Nikah karena Panaik
Persoalan panaik juga tak jarang menjadi batu sandungan yang menghalangi sepasang kekasih yang ingin bersatu. Karena merasa tidak direstui, ada yang akhirnya nekat memilih kawin lari. Makanya, perihal panaik yang memberatkan menuai kritik bahkan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar sendiri.
Artikel Terkait: 6 Momen Putri Isnari DA Dilamar Kekasih, Besaran Uang Panaik Disorot
Parents, itulah sederet fakta tentang uang panai. Setiap tradisi dan budaya pada dasarnya memuat nilai yang luhur. Meski dalam penerapannya, masyarakat bisa saja terjebak antara mengambil makna luhur tersebut atau sekadar mempertahankan gengsi.
***
Baca Juga:
YouTuber tajir pilih nikah sederhana di KUA, mungkinkah ditiru?
Karena Corona, pasangan ini menikah secara online, bagaimana hukumnya?