Dear Nata..
Pada hari ke 11 usiamu, ibu menyempatkan diri untuk menulis. Saat ini kamu sedang berbaring anteng berbalut kain pernel warna pink. Wajahmu sungguh tenang, mungkin akibat kenyang setelah menyusu. Kamu memang begitu, sejak lahir, kamu pandai mengekspresikan keinginan dalam tangis, sehingga mudah ibu mengerti. Apakah itu ingin makan atau buang air, kamu akan menangis, lalu segera diam ketika ibu dan ayah melayanimu.
Saat ini kondisinya cukup tenang. Ibu belum sempat membawamu ke luar karena angin sedang berembus besar. Biarlah kamu di dalam kamar dulu bersama hangat dan damai. Lagi pula, rasanya repot kalau mengajakmu jalan-jalan ketika kondisi tubuhmu masih rentan. Belum lagi jika kamu nanti mengompol kapan saja. Jadi lebih baik di kamar dulu, sembari menunggu ibu yang sedang dalam proses pascamelahirkan.
Kisah Drama Kelahiran Anak Pertama
Saat ini, ibu kembali mengingat-ingat momen ketika kamu lahir sebelas hari yang lalu. Malam hari, 26 Januari 2020, ibu chatting dengan salah seorang sahabat, membicarakanmu.
Topiknya tak jauh-jauh dari berbagi informasi kalangan ibu dalam mengurus bayi. Ibu malam itu juga membuat puisi untukmu. Puisi itu mengekspresikan penantian ibu agar kamu segera lahir ke dunia.
Meski belum ada tanda-tanda ingin melahirkan, ibu merasa sudah sangat siap melahirkanmu. Sebab semua job menulis sudah terselesaikan, begitu pula job mengedit naskah. Ibu bahkan sudah mengambil cuti mengajar pekan ini.
Di sisi lain, dalam pemeriksaan bidan dan paraji, posisimu sudah sangat ideal untuk lahir. Di mana kepala sudah masuk panggul, dan ibu sudah beberapa kali merasa mulas dan sering buang air kecil. Ibu pikir, seharusnya kamu sudah siap untuk menyapa dunia.
Lantas benar saja. Tengah malam, air ketuban mulai rembes. Ibu masih berusaha tenang sembari merasakan mulas yang semakin kuat. Ayah tampak panik dan meminta tolong kesana-kemari. Beberapa jam kemudian Paraji datang dan melakukan pemeriksaan. Ternyata belum ada pembukaan. Tapi rasa mulas sekali kuat datangnya. Pagi hari, ibu pun segera dibawa ke bidan. Di saat itulah drama proses kelahiranmu dimulai.
Proses melahirkan yang tak mudah
Mengapa ibu menyebutnya “drama”? Sebab bagi ibu, proses melahirkanmu tak mudah. Ini pastinya juga dirasakan oleh ibu-ibu lainnya di muka bumi. Hanya saja, dramatisasi proses melahirkan sering kali tak terceritakan, termaklumi, termaafkan, bahkan terlupakan ketika sang bayi lahir dalam kondisi sehat dan selamat.
Ketika ingin melahirkanmu, ibu harus merasakan mulas dan sakit yang luar biasa selama berjam-jam. Lalu kesakitan itu hampir berakhir ketika kamu lahir jelang tengah hari.
Mengapa ibu menyebut “hampir”? Sebab setelah kamu lahir, rahim ibu masih harus dikuras untuk mengeluarkan plasenta dan ari-ari yang masih tersisa. Drama itu lantas benar-benar diakhiri dengan proses menjahit yang perihnya luar biasa.
Dalam drama melahirkanmu kala itu, Ayah selalu berdiri di sisi ibu, mendampingi ibu, rela dicengkram tangan dan kepalanya kala ibu melampiaskan rasa sakit.
Ia juga tak bosan mengingatkan ibu agar sabar, pandai mengatur nafas dan tetap mengontrol diri. Pada momen-momen macam begini, ibu makin salut pada Ayah. Meski ibu menjerit dan menangis, beliau tetap memaklumi dan tak lelah menasihati. Semoga sabarnya Ayah menurun padamu, ya, Dek!
Ya, sebagai perempuan yang baru saja mengalami proses melahirkan, ibu memang tergolong norak, heboh dan penuh drama. Ekspresi ibu dalam menunjukkan rasa sakit mungkin dinilai berlebihan, bahkan mengkhawatirkan. T
api ibu tak peduli. Seingat ibu, dalam proses yang menyiksa itu, ibu punya keyakinan dan tekad yang kuat agar bisa sukses melahirkanmu. Benar saja! Dengan izin dan pertolongan Allah, kamu pun lahir ke dunia pada Senin, 27 Januari 2020.
Segera setelah kamu lahir, kita dipisahkan. Sebab ibu harus dikuras rahimnya dan dijahit, sementara kamu harus dimandikan. Ibu hanya mendengar kamu menangis, tapi tak terlalu kencang. Ibu agak kesal, mengapa kita tak segera dipertemukan. Tapi apa daya ibu. Dalam kesakitan, ibu pasrah saja dan mempercayakan segala pengurusan kita pada orang-orang di sana.
Kamu lahir dengan sempurna…
Lalu setelah rasa sakit itu terlewati, ibu pun meminta dipertemukan denganmu. Masih jelas dalam ingatan, kamu dibawa ke sisi ibu. Kata bidan, kamu lahir dengan berat 3 kg dan panjang 49 cm. Fisikmu bisa dikatakan sempurna dengan anatomi tubuh yang sama dengan manusia normal lainnya.
Tapi hal pertama yang membuat ibu terpesona adalah matamu yang besar, terbuka lebar—melotot—dan tampak bersinar. Kata Ayah, dia melihat matamu seperti ketika ibu melotot marah padanya. Tapi di mata ibu, matamu seperti mata ayah yang memang juga besar.
Kamu tak seperti bayi pada umumnya yang matanya banyak terpejam. Sangat penasarankah kamu dengan dunia baru, sehingga berani membuka mata dengan tenang, lalu berkedip sesekali sambil tebar-tebar pesona? Ah, tapi ibu hanya menaksir-naksir saja. Entah apa yang ada di benakmu kala itu.
Selain mata, bagian tubuh lainnya yang membuat jatuh hati adalah rambutmu yang legam dan tebal. Sungguh tampannya anak ibu.
Ibu segera jatuh cinta padamu. Ajaibnya, segala rasa sakit yang terasa di badan dan batin segera termaafkan kala melihatmu. Ibu seperti dapat hadiah dari Tuhan yang tak ternilai harganya. Hadiah itu adalah kamu, seorang Nata Jiwa Kafi, yang tampannya mengalahkan semua laki-laki di seluruh muka bumi.
Terima kasih, Nata, sudah sudi hadir di tengah keluarga kecilnya Ayah Kamil. Semoga kami bisa piawai mendukung kehidupanmu, hingga kamu kelak bisa mandiri dan cerdas menata hati.
Sebelas hari berlalu semenjak kamu lahir. Ibu masih punya setumpuk cerita yang ingin dibagi dalam proses mengurusmu hingga kini. Tapi cerita itu sebaiknya ditunda dulu. Sebab kamu sekarang terbangun dan menangis. Mungkin kamu ingin menyusu, atau ngompol? Apapun itu, ibu ingin selalu semangat melayanimu.
Jelang Sore, Jumat, 7 Februari 2020
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.