Depresi Ibu Rumah Tangga itu nyata! Ini kisah ibu yang mengalaminya

Pekerjaan rumah tangga seringkali dianggap kodrat dan kewajiban wanita, sehingga setiap perempuan diharapkan bisa menjalaninya dengan bahagia. Namun depresi ibu rumah tangga bisa terjadi jika pekerjaan berat tersebut tidak diakui serta dihargai oleh suami maupun masyarakat.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Depresi tidak hanya datang ketika ibu baru saja melahirkan, yang dikenal sebagai depresi pasca melahirkan. Namun, depresi ibu rumah tangga juga bisa menimpa Bunda yang sehari-hari diam di rumah mengurus keluarga.

Berikut ini adalah pengakuan seorang istri yang mengalami depresi ibu rumah tangga.

Minggu lalu, putera bungsuku sakit. Sebagai ibu yang diam di rumah, aku terjaga sepanjang malam saat di demam. Aku bersamanya sepanjang hari, memberinya obat ketika dia mengeluh sakit perut. Setelah beberapa hari terperangkap di rumah, aku mulai merasakan awan gelap depresi menyelimutiku. Aku tidak hanya merasa kelelahan, tapi juga merasa tak berdaya. Seakan hidupku tidak lagi memiliki tujuan. Seakan tidak ada seorang pun yang peduli, dengan semua yang aku lakukan untuk anak dan keluargaku. Pada suatu malam, ketika suamiku pulang ke rumah. Aku mengatakan semua hal yang kulakukan sepanjang hari. Makanan yang kumasak, menghadapi anak tantrum, juga obat apa yang harus kuberikan pada anak kami yang sakit, serta keputusan pergi ke dokter atau tidak.  Dan ketika suamiku terlihat sama sekali tidak mendengarku, atau tidak menunjukkan rasa peduli seperti yang kuinginkan, aku mulai menangis tanpa terkendali.  Aku tidak hanya menangisi hari itu, tetapi semua hari selama 10 tahun terakhir aku menjadi ibu rumah tangga yang diam di rumah, di mana aku merasa putus asa seperti ini. 

depresi ibu rumah tangga yang merasa tidak berdaya

Kau bisa saja cinta setengah mati pada anakmu, ingin memberinya semua hal terbaik di dunia. Tetapi, untuk mengurusnya siang dan malam bisa sangat melelahkan dan menghilangkan semangat. Bahkan meski keluargamu mengakui kerja kerasmu, kau masih merasa seperti sampah, seolah tidak ada satupun yang kau lakukan itu penting dan orang di sekitarmu tidak memahami itu. Saat di mana aku merasa paling kesepian dan tidak bahagia sebagai ibu rumah tangga ialah ketika aku merasa semua yang kulakukan untuk keluargaku tidak dihargai, bahkan tidak terlihat sama sekali.  Aku memiliki keluarga yang baik dan penuh cinta. Tetapi, pekerjaan bertumpuk setiap hari sebagai ibu rumah tangga, hanya akan diketahui jika pekerjaan tersebut tidak dilakukan. Selain itu, di dalam masyarakat di mana aku tinggal. kami dibesarkan dengan keyakinan bahwa kesukesan dalam hidup, bergantung pada karir yang cemerlang. Dan gelar perempuan sukses sangatlah bergantung pada karir yang bagus.  Tidak ada yang salah akan hal itu. Tetapi, jika karena suatu alasan, karir ibu harus berhenti sementara agar bisa tinggal di rumah mengurus anak, sangat mudah merasa goyah, dan hidup tidak lagi memiliki makna. Pikiran itu terus memburuk seiring berjalannya waktu. Lebih daripada itu, ibu rumah tangga adalah pekerjaan 24 jam penuh sepanjang minggu, tanpa liburan maupun cuti, dan sedikit sekali kesempatan untuk merawat diri sendiri. Sehingga bisa dengan mudah terlihat, mengapa IRT bisa mengalami stres dan depresi. Mungkin, jika masyarakat melihat pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan yang nyata, yang sama beratnya dengan pekerjaan lain yang memiliki gaji bulanan. Juga pengakuan dari keluarga, mungkin itu bisa menolong kami yang mengalami depresi ibu rumah tangga. Hidup sebagai ibu rumah tangga, tidak selalu membahagiakan. Namun kadang harus berhadapan dengan depresi. Kami hanya ingin dimengerti.

Kisah ibu ini bukan hanya dia saja yang mengalami. Banyak ibu rumah tangga yang depresi namun tidak menyadari bahwa dirinya terkena depresi.

Depresi ibu rumah tangga juga telah dibuktikan dalam sebuah ajang pemungutan suara tahun 2012 yang disebut Gallup poll. Ibu rumah tangga yang diam di rumah cenderung lebih mudah terkena depresi dibandingkan ibu yang bekerja.

Pemungutan suara yang melibatkan 60.000 ibu menemukan bahwa ibu rumah tangga non karyawan yang memiliki anak kecil, sehari-harinya cenderung mengalami perasaan ragu, kesedihan, dan marah dibandingkan ibu bekerja yang memiliki anak kecil.

Laporan dari pemungutan suara itu mengatakan, ibu rumah tangga yang diam di rumah mengalami ketertinggalan dibanding ibu yang bekerja, dalam hal emosi positif. Mereka jarang tersenyum atau tertawa, mempelajari hal baru maupun hal yang menyenangkan pun jarang terjadi pada mereka.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ibu rumah tangga juga jarang sekali yang mengatakan bahwa mereka menjalani hidup dengan bersemangat. Gallup tidak menjelaskan penyebab terjadinya depresi ibu rumah tangga.

Dia hanya menyatakan, mungkin para ibu akan lebih merasa bahagia jika pekerjaan mereka sehari-hari lebih diakui dan dihargai.

Bagi mereka yang memilih menjadi ibu rumah tangga penuh waktu, pengakuan dari masyarakat bahwa membesarkan anak itu memang berat, mungkin bisa mendukung para ibu rumah tangga secara emosional menjadi lebih baik.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Hasil riset Gallup tersebut semakin menguatkan bahwa depresi ibu rumah tangga bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Dibutuhkan kerjasama dari suami dan masyarakat agar si ibu merasa lebih baik secara emosional.

Jangan pernah lagi sepelekan pekerjaan ibu rumah tangga, dan jangan menghakimi mereka yang memilih memakai jasa pembantu atau asisten untuk membantunya mengurus rumah. Karena sejatinya, pekerjaan ibu rumah tangga tidak kalah berat dibanding pekerjaan karyawan kantor dan semacamnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Referensi: Mom.me

 

Baca juga:

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Surat Terbuka Seorang Ibu Rumah Tangga yang Hampir Depresi

Penulis

Fitriyani