Momen lebaran adalah salah satu momen yang hectic bagi para sopir bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Selain pesawat dan kereta api, banyak orang yang memilih moda transportasi darat bus AKAP. Tak semata perjalanan, curhat sopir AKAP ini berisi rasa gundah dan haru karena tak bisa habiskan waktu bersama keluarga menarik perhatian.
Banyak sopir bus yang tetap bekerja dan melewatkan momen Hari Raya Idul Fitri 1443 H. Dilansir dari Bisnis.com, berdasarkan data dari Kemenhub, jumlah pemudik yang menggunakan moda transportasi umum mencapai 11,2 juta orang.
Curhat Sopir Bus AKAP
1. Meski Pas-pasan, Momen Lebaran Tambah Penghasilan
Dilansir dari GenPI.co.id, curhat seorang sopir bus Laju Prima yang bernama Ujang Jarkasih mengungkapkan sama sekali tidak mendapatkan gaji selama ia menjadi sopir bus AKAP.
Pendapatan Ujang hanya bergantung dari bayarin mengemudi pulang pergi Jakarta-Palembang. Ia mengaku penghasilannya terbilang sangat pas-pasan. Untuk sekali mengemudi, ia mendapatkan Rp250 ribu. Dalam satu bulan, ia dapat mengemudi hingga 7 kali pulang pergi.
Dengan adanya momen lebaran ini, penghasilannya meningkat lantaran semakin banyak orang yang berlalu lalang Jakarta-Palembang. Dalam 18 hari, ia berhasil menempuh perjalanan 6 kali pulang pergi.
Artikel terkait: Cerita Mudik Armand Maulana: “Pulang Kampung Plus Jemput Rezeki”
2. Jumlah Penumpang Turun, Hingga Tak Rayakan Lebaran di Rumah
Dilansir dari Kompas.com, dua orang sopir bus di Terminal Kalideres justru mengaku mengalami penurunan jumlah penumpang di hari lebaran.
Dua sopir yang bernama Iswantoro (54) dan Nandang (56) tak mendapatkan jumlah penumpang yang banyak seperti momen Lebaran terakhir di tahun 2019.
“Ya nyatanya sepi, saya aja udah dua kali jalan pulang pergi ini cuma bawa 40 dan 34 penumpang. Padahal kapasitas maksimal tempat duduk 60 orang” keluh Iswantoro. Hal yang sama pun dirasakan oleh Nandang.
Momen Hari Raya Idul Fitri tahun ini sangatlah berbeda dan diluar dugaan kedua sopir ini. Mereka sempat mengira bahwa akan banyak penumpang menggunakan bus untuk mudik setelah dua tahun larangan mudik. Namun, kenyataannya malah berbeda.
Keduanya mengaku haru merelakan untuk tidak menghabiskan waktu berada dirumah saat Lebaran lantaran uang yang mereka dapat belum cukup.
“Ya kalau ada pilihan inginnya Lebaran di rumah. Tapi kalau kami masih bekerja di hari Lebaran itu menunjukkan sebenarnya kami belum dapat cukup uang untuk dibawa pulang,” tukas Iswantoro.
Artikel terkait: Hangat Besama Keluarga, Intip Momen Gisel Ajak Gempi Mudik ke Kampung Halaman
3. Emban Tanggung Jawab Besar
Cerita haru sopir AKAP lainnya datang dari Sugianto (58) yang harus tetap bekerja di malam takbiran. Dilansir dari Kompas.com, Sugianto bersama dengan kondektur bus, Bambang (42) mesti tetap harus bekerja menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah.
“Hati galau setengah mati. Malam takbiran, kok saya masih di jalanan, bukannya pulang ke rumah” ujarnya. Meski telah berprofesi sebagai sopir bus sejak 1990, Sugianto masih merasakan kegundahan karena tak dapat merayakan hari Lebaran bersama keluarganya di rumah.
Meski begitu baik Sugianto dan Bambang tetap mengemban tugas mereka. “Sudah tanggung jawab, walau hari berat, harus terus dijalankan” ujarnya.
4. Dari Jarang Pulang, Hingga Macet Di Jalan
Momen bermacet-macetan arus balik mudik juga dirasakan oleh sopir bus AKAP yang bernama Maryanto (64). Dilansir dari Kompas.com, Maryanto berprofesi sebagai sopir bus PO New Shantika rute Jakarta – Jepara.
Sudah 40 tahun berprofesi sebagai sopir bus, ia merasakan pahit manis hidup di jalan. Ia pun menceritakan bahwa dirinya jarang pulang ke rumah, biasanya ia pulang dua hari sekali. Selama pandemi COVID-19 Maryanto mengaku rutinitasnya berkurang, sehingga ia memiliki banyak waktu beristirahat di rumah.
Ketika mudik kembali diperbolehkan, Mariyanto merasa seperti menemukan kembali rutinitasnya sebagai seorang sopir bus. Seperti momen Lebaran biasanya, ia kembali mengantar-jemput penumpang.
Ia sempat menceritakan macet perjalanan ketika hendak mengantar penumpang dari Jepara ke Jakarta. “Biasanya dari rumah makan (di Jepara) itu jam 22.00 WIB. Nah, jam 04.00 WIB sudah sampai. Tapi nyatanya malah sampai sini jam 09.00 WIB. Jadi ada keterlambatan kurang lebih lima jam,” tukas Maryanto.
Alih-alih kesal dengan jalanan yang macet, Maryanto justru mempunyai pandangan yang berbeda untuk menyikapi macet jalanan. Ia menganggap bahwa macet itu adalah kawan perjalanan.
5. Bersyukur Ramai Penumpang
Momen menjelang Lebaran membuat Marjuki (50) bersyukur karena ramai penumpang. Dilansir dari Bisnis.com, Marjuki membandingkan kondisi jumlah penumpang jauh lebih baik dibandingkan dua tahun lalu ketika mudik tidak diperbolehkan.
“2 tahun sebelumnya sepi gak kayak gini. Alhamdulillah Lebaran tahun ini sudah diberi ke pulang kampung dan harus tetap prokes,” katanya. Marjuki sudah berprofesi sebagai sopir bus AKAP 15 tahun. Ia melayani rute Tangerang-Yogyakarta.
Karena ramai penumpang, pendapatannya pun meningkat. “Kalau pandemi rata-rata (penghasilan) sekitar Rp230 ribu (di) hari biasa, sedangkan hari ini (mudik Lebaran) berkisar antara Rp450-Rp500 ribu” ujarnya.
Menanggapi himbauan pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan, Marjuki pun berusaha untuk menaati aturan itu. Selain sudah divaksin dua kali, ia selalu menggunakan masker. Tak lupa, ia pun mengingatkan penumpang lain juga.
Selain memperhatikan kondisi tubuh, ia pun menceritakan bahwa kondisi armada juga diperhatikan sebelum melakukan perjalanan. “Sebelum melakukan perjalanan, (saya) cek unit dari mulai mesin dan kelengkapan surat-surat. Kondisi badan (juga) harus fit dan minimal vaksin 2 kali,” tambahnya.
Sungguh haru ya Parents, mendengar curhat sopir bus AKAP ini yang memperlihatkan kerja keras mereka supaya semakin banyak orang dapat pulang dan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Baca Juga:
Kurang Tidur Hingga Jarang Dandan! Curhatan Nikita Willy Tentang Beratnya Jadi Ibu
Serunya 5 Potret Liburan Prilly Latuconsina di Turki, Ada yang Lagi Fokus Berdoa