Peringatan untuk pembaca yang pernah menjadi korban KDRT: Tulisan ini dapat memicu trauma.
Tak banyak perempuan yang menyadari bahwa dirinya mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Apalagi jika KDRT yang dialami berupa tekanan psikologis, bukan fisik.
Seorang perempuan yang tak mau disebutkan namanya menulis kisahnya saat menghadapi KDRT dari mantan suaminya. Saat mengalami hal tersebut dalam waktu yang lama, ia sendiri tak sadar bahwa dirinya adalah korban.
Lewat Kidspot, ia menuliskan kisahnya. Dari awal pernikahan, masa-masa 13 tahun menjalani KDRT, dan caranya keluar dari situasi tersebut.
Ketika aku menikah dengan suamiku tiga belas tahun yang lalu, dia adalah seseorang berbadan besar yang lucu dan senang membuat semua orang tertawa. Segala sesuatu yang terjadi di antara kami tampak hebat. Namun, semua keadaan itu berbalik saat usia hubungan kami menginjak usia 5 bulan. Ia mulai sering meledak marah secara tiba-tiba – ia kadang-kadang akan memanggilku dengan berbagai sebutan. Misalnya, ia mengatakan bahwa aku bodoh, jelek, dan tidak berguna baginya. Dia sering menuduhku selingkuh darinya dan ingin meninggalkan dia untuk orang lain. Kemarahannya sering diakhiri dengan ancaman bahwa ia akan bunuh diri. Aku menulis ini karena hal tersebut hanya terjadi saat ia sedang mabuk dan aku sangat ingin membantunya merasa aman. Aku juga ingin menjaminnya bahwa ia adalah satu-satunya lelaki yang ada bersamaku saat ini, aku mencintainya dan tak akan pernah meninggalkannya. Aku bahkan memutus kontak dengan semua teman-teman laki-lakiku atas permintaannya. Dia sering mengecekku, bertanya di mana aku berada, aku sedang bersama siapa, dan berapa banyak uang yang sudah aku habiskan. Dia bilang, dia melakukan itu semua karena dia mencintaiku. Setiap kali kemarahannya mereda, dia akan meminta maaf keesokan harinya untuk menghilangkan kata-kata menyakitkan yang ia ucapkan kemarin malam. Pada tahun pertama, secara teratur, kemarahannya jadi lebih sering meledak. Tapi aku berusaha mengabaikan sikap terlalu menuntutnya. Kami memiliki empat orang anak, dan aku selalu memasang ekspresi wajah yang tegar di depan mereka. Setiap kali menghadapi anak, perasaan depresiku semakin bertambah kuat. Ketika aku menyuarakan keprihatinanku, dia akan mengatakan bahwa aku telah gagal dalam segala aspek, termasuk gagal berperan sebagai seorang ibu. Dia mulai memainkan kelemahanku. Dia bahkan mengambil alih pekerjaan memasak karena aku adalah orang yang “tidak berguna di dapur”. Dikarenakan dia adalah orang yang tidak pernah memukulku, aku tidak pernah merasa bahwa apa yang ia lakukan padaku termasuk dalam kategori kekerasan. Dia menggunakan rasa depresiku untuk melawanku. Dia juga mengatakan pada semua orang bahwa dia terpaksa harus mengambil alih segalanya karena aku tidak dapat mengerjakan apa-apa. Dia juga memberitahuku bahwa ia akan berhenti berhubungan seks denganku karena aku kurang memuaskan. Aku menemukan pesan dari wanita lain, video dan hal porno lainnya di ponselnya. Dia bilang semua itu terjadi karena salahku. Aku telah mengecewakan dia. Pada hari ibu setelah anak keempat kami lahir, aku tidak menerima apa-apa. Ketika aku bertanya padanya, ia menjawab sambil membentak: “Kenapa sih kamu harus mendapatkan hadiah di hari ibu? Bajingan! Sebelum mendapatkan hadiah, kamu itu harus benar-benar jadi ibu yang baik. Satu-satunya hal yang membuatmu jadi ibu adalah karena kamu melahirkan empat orang anak dari m*mekmu!” Aku merasa sangat terpukul. Depresi yang aku alami sudah cukup membuatku merasa jadi seorang ibu yang buruk. Keadaan makin menjadi-jadi ketika putriku membawa pulang gambar yang ia buat untukku dengan kerutan dahi yang lebar di sana. Aku minta maaf pada suamiku dan mencoba untuk menjadi seorang ibu yang layak diberi hadiah di hari ibu.
Dorongan bawah sadar
Ada hal yang membuat aku mencari pertolongan profesional untuk mengatasi depresiku. Aku tidak ingin sedih dan marah sepanjang waktu. Aku ingin jadi ibu yang baik, istri yang baik, dan bukanlah sebuah kegagalan seperti ini. Aku membahas topik ini dengan suamiku dan ia setuju bahwa aku adalah sebuah kegagalan yang mengerikan. Aku adalah seorang istri yang buruk dan ibu yang tidak becus. Untuk memperbaiki hal itu, aku harus menuruti permintaannya yang ia dambakan sejak lama. Dia ingin aku berhubungan seks dengan lelaki lain. Aku menangis. Aku tidak ingin melakukannya, tapi aku ingin memperbaiki permasalahan di antara kami lebih dari apa pun. Sekalipun enggan, aku tetap setuju untuk melakukannya. Jadi aku pergi ke alamat yang diberikan oleh suamiku dan suamiku akan menonton kami bercinta lewat webcam. Lelaki itu cukup baik. Namun, keraguan untuk melakukan hal itu muncul kembali. Aku sudah tahu bahwa aku ini sudah kacau balau setelah punya empat orang anak dan sudah tidak lihai lagi di ranjang. Bagaimana jika aku gagal kali ini? Setelah semua rasa sakit dan air mata yang aku lalui selama ini, aku tidak ingin menjalani ini semua dengan sia-sia. Ketika aku kembali ke rumah, suami meraihku dan menempatkanku ke dalam bak mandi. Dia membuka ritsleting celananya dan kemudian mengencingiku. Dia meludah kata-katanya padaku, “aku sudah menginginkannya begitu lama. Sekarang kamu adalah wanita jalangku, pelacurku. Aku bisa melakukan apa pun kepadamu sekarang ini.” Dia menjelaskan, jika aku tidak menurutinya, maka aku akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang ia berikan berupa anal atau oral seks sampai aku muntah. Dia memang benar. Dia memiliki aku sepenuhnya sekarang. Dengan bukti video seks aku dengan lelaki itu, dia mengambil semua kontrol atas diriku sendiri dan melemparkan harga diriku ke jendela begitu saja. Setelah kejadian itu, secara keseluruhan, dia tampak lebih baik dari sebelumnya, tapi tidak untuk urusan ranjang. Seks antara kami didasarkan pada penghinaan. Dia akan memanggilku dengan nama cacian, kemudian menjelaskan bahwa aku adalah seorang istri yang baik, karena aku mengizinkan ia untuk memperlakukanku seperti itu akan, “membantunya keluar.” Dalam berbagai kesempatan, ia memperlakukan aku seperti dirinya yang dahulu. Aku masih tidak terlalu yakin dengan apa yang terjadi. Dia terlihat tampak terlalu baik untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi…
Naluri bertahan
Di dalam otakku, aku membedakan sosoknya menjadi dua kepribadian. Gambaran antara suami yang selalu berlaku buruk padaku dan dengan lelaki lucu yang tampak perhatian pada banyak orang. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat sisi jahatnya. Tidak akan ada orang yang percaya tentang apa yang akan aku katakan. Aku telah yakin bahwa aku adalah pribadi yang tidak berguna. Tidak ada seorang pun yang akan mau menjadi pasanganku selain dia. Dia selalu mengingatkan aku bahwa di dunia ini, tak akan ada seorang pun yang menginginkan aku. Aku adalah seorang perempuan jalang, seorang pelacur, dan tak ada seorang pun yang menginginkanku. Aku terlalu jelek, terlalu kacau, terlalu rusak, bekas, dan tak ada seorang pun lelaki di dunia ini yang akan melirikku untuk kedua kalinya. Satu-satunya alasan suamiku mau padaku adalah hanya soal seks. Keesokan harinya setelah ia mengatakan itu, ia akan berkata bahwa aku adalah dunianya. Aku adalah sahabat terbaiknya dan ia akan jadi orang yang tak tentu arah tanpaku. Dia pun tak pernah menyerangkan pukulan padaku maupun kepada anak-anakku. Jadi, aku bilang ke diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Halaman selanjutnya: Mencoba untuk bersabar dan mempertahankan pernikahan.Tahun-tahun setelahnya
Bertahun-tahun telah berlalu. Aku tidak pernah merasa terbiasa dengan cara dia memperlakukan aku. Namun aku selalu menemukan jalan untuk menjalaninya di dalam berbagai aspek. Tragisnya, kami kehilangan anak ketiga kami yang tak pernah dia inginkan. Ini adalah masa yang berat untuk kami berdua dan kami menanganinya dengan cara berbeda. Aku sedang dalam masa meminum obat anti depresi dan obat tersebut cukup bekerja. Aku bahkan mulai mempertanyakan apakah kata-kata penuh kebenciannya itu akurat atau tidak. Tapi aku memutuskan untuk bertahan karena anak-anak membutuhkan kami lebih dari sebelumnya. Aku berusaha meraih gelar akademik di bidang yang aku sukai. Di depan banyak orang, suamiku akan mengatakan betapa bangganya ia padaku. Tapi, saat berada di depanku, ia akan berkata bahwa aku sudah dirancang untuk gagal, seperti gagalnya segala sesuatu di dunia ini. Kuliah sebagai seorang mahasiswa dewasa dengan tiga orang anak dan suami yang melakukan kekerasan bukanlah hal yang mudah. Tapi aku sangat mencintai belajar. Lagipula, aku sangat baik di bidang itu, Jadi, aku membuang semua keraguan tersebut dan mengingatkan diri sendiri bahwa aku ini bukan ibu yang egois dan ditakdirkan untuk gagal. Aku harus menghadapi kebiasaan minumnya yang makin menjadi-jadi sejak kematian anak ketiga kami yang membuatnya makin sering mengamuk. Dia jadi lebih sering menyuruhku seks dengan orang lain dan akan memberiku instruksi yang spesifik. Kadang-kadang, aku harus berfoto dengan dadaku yang menyembul keluar, Jika aku tidak tersenyum atau tampak menikmati itu semua, aku akan dihukum dengan anal seks yang sangat kasar. Di waktu lainnya, aku harus mencari seorang lelaki dan memberinya oral seks. Jika tidak melakukan itu, maka aku akan dihukum. Seks dengan lelaki lain itu pilihan yang lebih baik daripada harus menjalankan hukuman yang ia berikan. Pada malam hari, aku akan keluar rumah dan pura-pura meneguk bir kedua setelah makan malam. Karena ia tahu bahwa aku tidak akan bisa menyetir setelah minum bir kedua. Aku juga mulai membawa botol semprot anak-anak yang berisi kondisioner rambut di dalam tas. Ketika suamiku menyuruhku ke luar rumah untuk mencari lelaki untuk di oral sex, aku akan melepas bajuku di kamar mandi dan menyemprotkan kondisioner rambut itu ke dada dan perut. Kemudian mengirimkan foto selfie itu ke suamiku. Hal ini akan membuatku pulang ke rumah tanpa perlu dihukum. Aku juga menghabiskan waktuku untuk belajar di pub dengan diam-diam membawa Ipad untuk belajar. Kemudian aku akan berpura-pura sedang merayu lelaki lain. Aksi tersebut juga memberinya bukti yang ia butuhkan bahwa aku adalah ibu yang buruk. Ia memegang bukti yang kuat untuk mengontrolku dan mengikuti semua perintah mesumnya. Dia pernah mengancam jika aku mencoba untuk meninggalkannya, maka dia akan menunjukkan semua foto dan videoku yang ada padanya. Sehingga ia memastikan bahwa aku tidak akan bertemu dengan anak-anakku lagi. Aku kadang bertanya-tanya apakah yang ia lakukan termasuk kekerasan dalam rumah tangga atau tidak. Tapi ia tidak pernah menghukumku secara fisik. Ia memang sering melayangkan ancaman padaku. Namun, yang selalu ia berikan padaku adalah hukuman seksual.Mendapat pelajaran berharga
April 2015 di universitas, aku harus mengerjakan tugas dengan tema “kekerasan dalam rumah tangga dan kesehatan mental”. Saat aku sedang melihat semua informasi tentang kekerasan rumah tangga aku merasa terpukul. Aku bisa menandai semua kotak yang menandakan bahwa aku adalah korban KDRT. Semuanya terjadi padaku selain memukul secara fisik. Aku mempertanyakan diriku sendiri betapa bodohnya aku yang tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang aku alami. Ketika aku membaca tentang kondisi kesehatan mental, aku sampai pada “Gangguan kepribadian narsistik”, sekali lagi, fakta ini menghujamku. Seperti itulah kepribadian suamiku! Kemudian menamai aksi tersebut. Aku mulai menyebut bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah “kekerasan.” Aku mulai mendapat perlakuan yang lebih buruk dari sebelumnya. Suatu malam, ia berdiri di atasku berteriak bahwa ia “TAHU APA ITU KEKERASAN! Ini bukan kekerasan dasar pelac*r sialan! Aku perlu menjedotkan kepalamu dulu supaya kamu tahu di mana posisimu. Aku tidak pernah memukulmu dasar sialan! ITULAH yang dinamakan KDRT!” Anak-anak ketakutan. Mereka menelepon saudara kami dan minta dijemput supaya mereka tak perlu mendengarkan teriakan suamiku padaku. Pada bulan September, aku pergi ke Sidney untuk acara perpisahan dengan seorang teman perempuan yang akan ke luar negeri. Monster ini melarangku pergi pada pagi hari dan menolak untuk mengantarku ke bandara. Jika aku mengendarai mobilku sendiri, ia akan melaporkan aksi tersebut ke polisi dan menuduhku telah mencuri mobilnya. Pada malam harinya setelah aku tiba di rumah, dia membelai rambutku dan berubah jadi lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian berbisik ke telingaku bahwa aku mestinya tidak melewati malam dengan jauh darinya. Karena itulah, aku harus dihukum menemui lebih banyak pria lainnya dan melakukan oral seks pada lelaki-lelaki itu. Kemudian aku akan membiarkannya melakukan anal seks sebagai pembayaran karena pergi jauh darinya.
Halaman selanjutnya: Mencari cara untuk membela diri.
Membela diri
Untuk pertama kalinya, aku berdiri di depannya. Aku memintanya untuk menyingkirkan tangannya di tubuhku. Aku tidak peduli jika ia berkata bahwa tak ada kekerasan fisik, yang jelas aku tidak mau ia menyentuh tubuhku. Dia mulai berteriak-teriak padaku saat aku meninggalkannya. Saat aku keluar kamar, aku mendengarnya berteriak kepada anak-anak bahwa aku akan meninggalkan mereka, aku tidak peduli pada mereka, dan aku pergi meninggalkan mereka. Aku tidak pernah kepikiran untuk menelepon polisi karena ayahnya juga polisi dan aku tahu apa yang akan ia pikirkan tentangku. Banyak temannya yang ada di kepolisian juga karena suamiku adalah seorang lelaki hebat yang lucu di lingkungannya. Jadi, bagaimana mungkin mereka akan percaya padaku? Dia mengirim sms padaku dan mengatakan bahwa ia telah menelepon polisi dan melaporkan tentang mobil yang dicuri. Jadi lebih balik aku berbalik dan kembali ke rumah, Aku kembali dan masuk ke kamar. Dia menerobos pintu dan terus berteriak padaku. Aku masuk ke dalam saat ia merongrongku. Aku merangkak ke tempat tidur dan mencoba untuk tidur lebih dulu. Percuma. Dia terus berteriak padaku. Dia meninju kasur di atas kepalaku. Kemudian berdiri di ambang pintu kamar tidur dengan senapan jenis 303 tangannya. Ia mengatakan bahwa aku adalah yang pelacur terendah di muka bumi. Aku hanyalah makhluk yang buang-buang oksigen, dan dialah yang berjasa mengeluarkan aku dari penderitaanku. Bahkan dia bilang kalau pelurunya yang berharga tak layak untuk kepalaku. Kemudian ia melemparkan pelurunya padaku. Ia bertanya apakah aku senang memegang benda yang akan menembus kepalanya. Karena ia akan menghancurkan kepala sialanku dan menempatkan aku di ICU, kemudian menembak dirinya sendiri di pintu sehingga anak-anak akan menemukannya. Lalu akulah yang harus menjelaskan kepada anak-anak bahwa kematian ayahnya adalah kesalahanku.
Lalu, ia pergi keluar
Aku berbaring ketakutan di tempat tidur. Tapi aku juga berharap mendengar ledakan itu. Aku ingin dia menembak dirinya sendiri, aku ingin ini semua berakhir. Lalu aku merasa tidak enak hati karena memikirkan hal itu. Dia mengomel dan mengoceh di luar. Aku mendengar dia datang kembali ke kamar, jadi aku pura-pura tidur. Dia naik ke tempat tidur, dan kemudian mulai mengatakan aku ini perempuan jalang macam apa dan aku ini pelacur jenis apa. Kemudian dia mulai berhubungan seks denganku sementara aku pura-pura tidur. Lalu ia gembar-gembor untuk dirinya sendiri bahwa aku mungkin akan memberitahukan ke orang-orang bahwa dia telah memperkosaku. Seolah-olah di mata orang aku ini sosok yang cukup berharga untuk diperkosa. Dia kemudian melakukan seks anal denganku sementara aku terus berpura-pura tidur. Hari berikutnya ia ingin tahu mengapa aku tidak berguling dan memberinya pelukan di pagi hari. Dia membelikanku bunga, pakaian, dan boneka. Lalu ia memaksaku untuk menelpon orang-orang untuk mengatakan bahwa suamiku telah membelikanku hadiah-hadiah. Aku juga dipaksa untuk menunjukkan barang apa saja yang ia hadiahkan padaku. Dia berjanji untuk berhenti minum setelah ini, tapi segalanya tetap sia-sia.Campur tangan
Ulang tahun putra sulungku menyebabkan terjadinya campur tangan dari orang luar setelah anakku merespon ucapan selamat ulang tahun dengan berkata, “Ini sama sekali bukan ulang tahun yang membahagiakan.” Kakakku datang dan berbicara kepadaku dan suami dan mengatakan bahwa kita perlu melakukan sesuatu. Karena apa yang terjadi dalam rumah tangga kami tak adil untuk anak-anak. Suamiku sangat marah. Dia menyita iPad anak-anak, karena mereka menggunakan itu untuk mengirim pesan kepada kakakku. Dia berteriak pada anak-anak bahwa mereka tidak diperbolehkan memberitahu siapapun, dalam keadaan apapun. Aku mencoba untuk memberitahu anak-anak bahwa mereka bisa menghubungi siapa pun yang mereka inginkan. Tetapi mereka lebih takut pada ayah mereka. Saat itulah aku tahu kami harus keluar dari ini semua tapi aku hanya tidak tahu bagaimana. Aku berbicara dengan seorang psikolog di kampus. Aku pergi ke konselor keluarga bagian KRDT. Aku pergi ke sana dua kali. Tapi pergi ke manapun tanpa diketahui oleh suamiku adalah hal yang mustahil. Aku diberitahu oleh konselor KDRT bahwa bukanlah hal baik jika meninggalkan anak-anak di rumah ketika aku justru menghindari kata-kata kasarnya. Aku takut. Aku tahu dia tidak akan membiarkan aku pergi dengan anak-anak. Aku minta bantuan kepada seorang teman untuk membuat kunci cadangan mobil. Jadi, ketika aku dikunci olehnya dari luar mobil, aku bisa tetap pergi.Natal bagaikan neraka
Meskipun aku tidak ingin berada di dekatnya, aku tidak ingin dia menyentuhku. Aku masih berkata pada diriku sendiri bahwa ia “bertingkah laku baik”, dan pernikahan adalah kemungkinan terbaik dari yang terburuk. Tiga bulan kemudian, keluarga kami keluar untuk makan malam dan ia menenggak alkohol. Suasana hatinya mulai berubah ketika ia minum beberapa krat alkohol tanpa bertanya padaku. Aku berpikir akan membuat anak-anak tidur, kabur, dan berharap dia pingsan saat aku sampai di rumah. Aku benar-benar melakukan itu tapi kemudian aku mendapat telepon dari kakakku. Putriku telah menelponnya dan memohon dia untuk menjemputnya. Dia takut ayahnya akan melukai atau membunuh ibunya ketika aku sampai di rumah. Aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tetap bertahan di dalam pernikahan itu demi anak-anakku. Tapi trauma macam apa yang aku berikan pada mereka yang mengalami ini semua? Aku memutuskan bahwa aku akan pergi dari rumah pada hari selasa ketika ia kembali bekerja. Dengan tenang, aku bilang padanya bahwa aku tidak bisa terus menikah dengannya dan aku akan pergi meninggalkannya. Aku memang meninggalkan seorang suami yang sudah aku nikahi selama 13 tahun, pergi dari rumah kami, dan mengemasi barang-barangku. Tetapi setidaknya aku tetap memiliki hidupku serta anak-anakku.Hidupku setelahnya
Aku mengontrak sebuah rumah dan membangun rumah tersebut untuk anak-anakku. Atas desakan perlindungan anak, aku telah mengajukan surat perlindungan anak-anak. Dia masih mencoba untuk mengontrolku, tapi aku tidak akan pernah membiarkannya lagi. Sejauh ini, dia belum memenuhi salah satu rekomendasi pengadilan untuk memperbaiki dirinya lagi. Dia telah berhasil mendapatkan hak untuk mengasuh anak-anak bersama sekalipun ia belum mendapatkan izin untuk bersama anak-anak tanpa pengawasan. Anak-anak tidak pernah ingin pergi bersama ayahnya. Mereka semua memohon padaku untuk tinggal di rumah. Kecuali anak bungsuku. Ia mengatakan bahwa ia takut jika ia tidak pergi, ayahnya tidak akan memiliki seorang pun untuk duduk bersamanya saat ia menangis sepanjang akhir pekan. Ini bukanlah hidup yang aku inginkan untuk anak-anakku. Tapi kehidupan sebelum ini justru lebih buruk untuk mereka. Aku baru saja menang di pengadilan atas dasar “seperti harapan anak-anak” dengan tambahan berupa permintaan kunjungan. Dengan cara itu, anak tidak lagi dipaksa untuk pergi jika mereka tidak ingin pergi. Aku harus cuti dari kampus pada semester terakhir. Tapi aku akan tetap menyelesaikan tulisan ini. Aku akan meraih impianku dan aku akan melalui ini semua. Kekerasan dalam rumah tangga tidak selalu menghasilkan memar ataupun patah tulang. Kadang-kadang luka yang tak dapat dilihat orang-orang adalah luka yang paling sakit. Tapi, ingatlah bahwa selalu ada jalan keluar.
Itulah perjalanan seorang penyintas KDRT. Semoga pembaca dapat memetik hikmah dalam kisah ini.
Mempertahankan pernikahan memang baik. Tapi mengakhiri hubungan pernikahan yang mengandung KDRT di dalamnya adalah langkah yang mesti ditempuh sebelum menghancurkan psikologis Anda maupun anak-anak.
Jika Anda mengalami KDRT, dapatkan pendampingan hukum dan psikologis gratis dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta. Telepon 021-87797289 Fax: 021-87793300 apiknet@centrin.net.id.
Baca juga:
Curahan Hati Seorang Wanita, “Suamiku Selingkuh Ketika Aku Sedang Hamil…”