Kita tak pernah menduga ujian pernikahan seperti apa yang ada di depan kita. Kadang, kita disodorkan dengan pilihan pahit tentang bagaimana cara memaafkan suami setelah disakiti ataukah justru berpisah karena sudah tak tahan lagi.
Rasa sakit hati atas apa yang suami perbuat bisa disebabkan banyak hal. Perselingkuhan, pengabaian, kekerasan dalam rumah tangga, kata-kata yang tak dapat diterima, persoalan dengan keluarga suami, dan lain sebagainya.
Anak dan konsekuensi panjang setelahnya sering membuat seorang istri bertahan. Apalagi jika suami sudah berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi.
Konon, setelah datangnya penyesalan dari yang berbuat kesalahan, kita harus forgive and forget atau memaafkan dan melupakan. Namun itu bukanlah hal yang mudah.
Barangkali, tips ini bisa digunakan agar dapat memaafkan suami setelah Anda disakiti: Dengan catatan, hal ini hanya bisa diterapkan kepada suami yang sudah berkomitmen agar jadi pribadi yang lebih baik dari yang sebelumnya.
1. Sepakati waktu kapan harus membicarakannya baik-baik
Bisa jadi, pengkhianatan pasangan beserta dengan perbuatannya yang membuat Anda trauma. Rasa sakitnya menghantui Anda setiap saat. Menyadari bahwa dia sudah menyesal dengan perbuatannya tak lantas membuat ketakutan Anda reda.
Anda perlu membicarakannya. Namun, sebaiknya tak perlu menyemburkan semua rasa frustasi Anda pada suami secara sembarangan. Kalau perlu, buat waktu khusus dengannya agar ada kesepakatan bahwa upaya tersebut untuk membantu pulihkan hati yang terluka. Bukan untuk menyudutkan suami.
2. Gunakan prinsip menunda reaksi
Orang bijak adalah orang yang bisa menunda reaksinya dengan pertimbangan-pertimbangan di dalam pikirannya. Sebaliknya, orang reaktif membuat emosinya terhambur begitu saja tanpa terkendali.
Setiap kali kenangan buruk itu muncul, mungkin Anda ingin berteriak, menangis, putus asa, atau justru menyakiti anak maupun pasangan Anda. Ada baiknya Anda mulai mengatur nafas dengan cara menarik nafas panjang hingga hitungan 1… 2… 3… kemudian baru menghembuskannya dengan hitungan yang sama.
Awalnya, mempraktekkan ini membuat dada Anda semakin sesak. Namun, jika membiasakannya dan berkata pada diri sendiri untuk tenang, maka emosi yang akan meledak itu makin lama akan makin luluh berbuah kesabaran.
3. Mementingkan keutuhan rumah tangga lebih dari segalanya
Ingatlah mengapa Anda jatuh cinta padanya dan mengapa Anda memilihnya sebagai suami. Jika alasan itu kurang kuat, Anda bisa mulai mempertimbangkan apa saja kemajuan dalam hidup yang patut Anda syukuri.
Kenanglah masa indah dan ajak suami untuk menyempatkan diri bulan madu kedua. Anda tak perlu memintanya harus ke luar negeri atau wisata ke tempat mahal. Makan malam romantis dan menginap di hotel terdekat saja bisa jadi mengembalikan rasa cinta dan rasa percaya Anda lagi padanya.
4. Memaafkan suami untuk diri Anda sendiri
Banyak orang salah menduga bahwa perkara memaafkan adalah soal memaafkan pasangan. Padahal, mamaafkan adalah soal berdamai dengan diri sendiri lebih dari orang lain.
Jika Anda memaafkan suami demi dirinya, maka kemungkinan akan mudah goyah jika ada badai lagi di dalam rumah tangga. Tetapi, bila Anda menganut prinsip memaafkan suami untuk ketenangan diri sendiri, maka apapun yang terjadi nanti, kondisi kejiwaan Anda akan tetap stabil.
5. Menerima bahwa seseorang tidak akan berubah
Ini adalah pertahanan terakhir dalam menjaga hati. Jika suami kurang perhatian, tidak peka, sampai melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Jika memang ia tak bisa berubah, maka pilihan ada di tangan Anda, bertahan dengan rasa sakit hati atau berhenti dari hubungan ini.
Konsekuensi kadang berujung pahit. Meneruskan hubungan atau justru memutuskan hubungan dari orang yang sulit mengubah sifatnya pasti berat. Namun, ingat poin empat di atas bahwa Anda harus mengutamakan kedamaian diri sendiri.
Semoga Anda menemukan jalan terbaik dari hubungan pernikahan yang sedang dijalani.
Referensi: Cheatsheet, The Life, Marriage Buildiers.
Baca juga:
5 Alasan Dibalik Kebiasaan Suami yang Suka Menggoda Perempuan Lain