Namanya juga anak-anak. Kalimat ini yang kerap terucap oleh orang dewasa setiap melihat aksi anak yang kurang berkenan. Namun, pernahkah Parents berpikir bahwa Anda perlu mempelajari cara ajak anak berpikir sebelum bertindak?
Misalnya ketika si kecil tetap menerobos masuk ke dalam ruangan yang sudah tertera tanda dilarang. Meski Anda sudah melarangnya, tetap saja tidak digubris.
Atau terkadang, anak bisa saja mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, yang bisa menimbulkan pernyataan memalukan, menyakitkan atau bisa menciderai dirinya dan orang di sekitarnya.
Tapi seiring bertambahnya usia, berkat keterampilan sosial dan belajar mengendalikan diri, aksi-aksi ‘ajaib’ itu akan berkurang. Menurut penuturan psikiater Dr Lim Boon Leng dari Dr BL Lim Centre for Psychological Wellness, yang dilansir dari channelnewasia.com.
“Kontrol impuls atau pengendalian diri merupakan kemampuan yang perlu dimiliki setiap individu untuk menahan diri melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau berbahaya.”
Lalu bagaimana cara ajak anak berpikir sebelum bicara dan berperilaku sebelum berbicara dan bertindak? Berikut ada 8 hal yang bisa Parents terapkan.
1. Latihan mengakui perasaan
Bagi anak-anak, khususnya balita, memahami apa yang ia rasakan bukan hal yang mudah. Berbeda dengan anak usia di atas 5 tahun, bisa jadi ia sudah mengetahui apa perasaannya, tapi ia belum mahir bagaimana meluapkan emosinya.
Sekarang adalah saat yang tepat untuk mengenalkan emosi pada anak. Dan ketika anak sedang menghadapi emosi tertentu, tanyakan pada anak, emosi apa yang ia rasakan. Latih anak untuk mengakui perasaannya.
Setelah ia paham pada perasaannya, barulah Anda dapat mengajarkan bagaimana meluapkan perasaannya. Misalnya, ketika anak sedang marah, ia tidak perlu memukul orang lain atau memarahi orang lain dengan kata-kata yang kasar. Jelaskan padanya bahwa hal itu akan menyakiti orang tersebut.
“Memahami perasaan seseorang menjadi langkah pertama untuk mengelolanya. Penting untuk mengajari anak tidak hanya untuk mengenali, tapi juga memberi nama dan meluruskan emosi mereka. Ini memungkinkan mereka membicarakannya daripada meledak atau mengalami krisis, ” ungkap Dr Lim.
2. Pupuk keterampilan problem solving
Ketika anak menghadapi masalah, Anda bisa melatih anak dengan memancingnya untuk berpikir dan mencari solusi. Bebaskan anak untuk mengeluarkan ide-idenya. Peran Anda hanya sebagai filter.
Lakukan hal ini dengan situasi yang menarik, agar anak tidak merasa dipaksa. Dan jangan terlalu sering membantu anak, sebab bisa-bisa ia justru bergantung pada Anda.
3. Latihan manajemen emosi
Amarah atau marah merupakan emosi yang cukup berbahaya sebab bisa menjadi musuh dalam selimut. Kita bisa berubah menjadi orang yang ceroboh, baik dengan kata-kata atau tindakan.
Belajar cara mengatur emosi marah perlu diterapkan pada anak Anda. Sebab Anda tidak akan tahu bahaya apa yang sedang menghampiri si kecil ketika emosi marahnya meledak-ledak. Kelak, tidak ada yang mau berteman atau bekerja sama dengan anak yang mudah sekali marah.
Yang akan pegang kendali anak Anda nanti adalah dirinya sendiri, bukan Anda.
4. Membuat aturan
Mendengar kata aturan saja sudah membuat beberapa anak memalingkan kepalanya, pertanda ia benci pada aturan. Haruskan aturan itu ditiadakan? Tidak!
Tahukah Anda jika aturan dibuat untuk memberikan batasan pada seseorang agar bebas dari hukuman dan sering kali justru membuat seseorang menjadi merasa lebih aman. Hal ini pun berlaku juga pada dunia anak Anda.
Aturan mampu melindungi anak Anda. Aturan mampu memberikan batas perilaku anak, bahkan mampu membuat anak-anak belajar mengendalikan dirinya.
Sebab selalu ada konsekuensi ketika ia melanggar peraturan. Dampaknya, anak-anak akan memikirkan kembali perilakunya sebelum bertindak.
5. Terapkan delayed gratification
Istilah delayed gratification, yang lebih dulu dikenal oleh Parents di Prancis ini tentu sudah sangat akrab di kepala Anda. Dulu, orangtua di Prancis menerapkan secara tidak sengaja istilah “Ya, boleh. Tapi, tunggu, atau nanti saja, ya.”
Delayed gratification akan mengajak anak untuk menunda terlebih dahulu keinginannya. Misalnya, anak Anda berhasil mendapatkan prestasi di sekolahnya. Ia ingin mendapatkan reward atau hadiah mainan yang sedang tren. Namun harganya mahal sekali, sedangkan kebutuhan Anda saat ini sedang banyak.
Anda tak lantas langsung menolak keinginnya, tapi bisa mengajaknya untuk menunda mendapatkan mainan mahal itu dengan cara mengajaknya menabung.
Lagi-lagi Dr Lim mengingatkan bahwa ketika Anda memberi reward kepada anak, tekankan pada usaha dan disiplin yang mereka lakukan untuk menyelesaikan atau mencapai tugasnya. Hal ini menggeser fokus dari penghargaan eksternal ke kepuasan internal untuk pengendalian diri.
6. Latihan fisik
Kemajuan teknologi selain memudahkan kita dalam banyak hal, tapi juga membawa dampak anak-anak jarang melakukan aktivitas fisik di luar ruangan. Ayo, bawa si kecil ke luar rumah!
Melakukan aktivitas fisik di luar ruangan dapat membuat tubuh si kecil lebih sehat dan kuat. Tak hanya itu aktivitas fisik pun mampu membantu anak membakar energi, sehingga ia tidak lagi sembrono dengan tindakannya.
“Aktivitas fisik juga mampu menanamkan pengendalian diri. Sebut saja olahraga, olahraga membutuhkan disiplin, kerja tim dan perencanaan untuk mencapai tujuan atau untuk menang,” ungkap Dr Lim.
7. Jadikan diri Anda sebagai role model yang baik
Anak-anak menyerap banyak hal dari proses mengamati apa yang ada di sekitar mereka. Setelah mengamati, mereka akan langsung meniru, tanpa melihat apakah yang diamati benar atau salah.
Ya, tanpa Anda sadari, inilah yang anak-anak Anda lakukan. Hati-hati dengan perilaku Anda sehari-hari, selalu ada mata yang mengintai Anda.
Pastikan saja tindakan-tindakan yang keluar dari diri Anda sudah melalui proses pemikiran yang panjang sehingga tidak merugikan orang lain, termasuk anak Anda sebagai follower Anda.
8. Menjadi Pribadi yang Positif
Bila anak Anda melakukan atau mengatakan sesuatu yang membuat Anda marah, segera tanggapi dengan positif. Cobalah ajak si kecil komunikasi, misalnya tanyakan apa alasannya melakukan hal tersebut, lalu jelaskan bahwa yang ia lakukan tadi bisa membuat orang lain sakit hati dan marah.
Katakan dengan nada suara yang lembut, lakukan secara face to face (tatap muka) dan eye level (posisi mata sejajar) pada anak, bahwa apa yang baru saja ia lakukan itu tidak baik.
Ketika Anda menghadapi perilaku si kecil dengan tenang maka pesan Anda akan sampai padanya ketimbang menaikkan nada suara Anda lalu marah-marah.
Faktor lain yang membuat anak-anak asal bertindak
Kontrol impuls juga bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, salah satunya adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), cacat intelektual, Autistic Spectrum Disorder, gangguan obsesif kompulsif (OCD), atau bahkan depresi.
Jika faktor tersebut ada pada anak Anda, segera membawa anak ke para ahli atau profesional untuk dievaluasi lebih lanjut.
Semoga informasi bagaimana cara ajak anak berpikir ini bermanfaat, Parents!
Referensi: channelnewsasia.com
Baca juga:
5 Langkah Mengajari Anak Berlapang Dada Terhadap Penolakan dan Kegagalan