Sederhana tapi penuh makna, inilah sepenggal kisah cinta Habibie dan Ainun

"Gula jawa telah berubah jadi gula pasir," jadi kalimat pertama yang mengawali kisah cinta BJ Habibie dan Ainun.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Rabu 11 September 2019, BJ Habibie meninggal dunia di usia 83 tahun. Pemilik nama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie ini meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Berbicara mengenai sosok BJ Habibie tentu tak lengkap rasanya bila tak berbicara tentang sosok sang istri, Hasri Ainun Besari. Untuk mengenang kepergian sosok hebat tersebut, berikut ini kami rangkuman perjalanan isah cinta BJ Habibie dan Ainun.

Berawal tak saling tertarik

Perkenalan BJ Habibie dan Ainun dapat dibilang cukup unik. Presiden Republik Indonesia ke-3 itu sebenarnya telah mengenal ayah Ainun sejak dia berusia 12 tahun.

Saat itu, Habibie yang datang dari keluarga tak berada sering mendatangi ayah Ainun untuk berdiskusi dan belajar banyak hal. Meskipun sering bertemu, tetapi Habibie dan Ainun belum merasa tertarik satu sama lain.

Tak hanya bertemu di rumah. Habibie dan Ainun juga sering bertemu di sekolah.

Di sekolah, keduanya bahkan kerap dijodohkan karena terkenal sama-sama pintar. Namun saat itu, Habibie mengaku bahwa dirinya tidak juga tertarik dengan sosok Ainun.

Lama berpisah, Habibie mulai tertarik dengan Ainun

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selepas sekolah, Habibie melanjutkan kuliahnya di Jerman. Selama delapan tahun menimba ilmu di sana, ia kembali ke Indonesia untuk menemui ibunya dan ayah Ainun di Bandung.

Kepulangannya itulah yang membuat Habibie mulai tertarik dengan Ainun. Ia mengaku kaget melihat sosok Ainun yang telah tumbuh dewasa dan cantik.

Jika dulu Ainun dijuluki seperti ‘gula jawa’ karena berkulit gelap, kini Ainun berubah seperti ‘gula pasir’ karena berkulit cerah.

“Gula jawa telah berubah jadi gula pasir,” canda Habibie saat melihat Ainun.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ainun pun hanya membalas pertanyaan tersebut dengan senyum dan berkata, “Rudy, kapan kamu datang?”

Artikel terkait: Selamat jalan Pak Habibie, sosokmu akan selalu ada di hati kami…

Resmi menikah

Setelah sama-sama menyadari saling tertarik satu sama lain. BJ Habibie dan Ainun pun berpacaran.

Kurang lebih enam bulan setelah itu, keduanya resmi menikah sebagai pasangan suami istri pada 12 Mei 1962. Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai dua putra, Ilham Akbar dan Thareq Kemal.

Menjadi istri Habibie ialah hal yang sangat menantang bagi Ainun

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Ainun tidak pernah mau menceritakan kehidupan pribadinya di media massa. Ia bukanlah tipe orang yang nyaman ketika diwawancarai tentang topik lain di luar organisasi yang didirikannya seperti Orbit atau Bank Mata.

Namun Ainun pernah menulis surat kepada A. Makmur Makka untuk keperluan publikasi buku Kesan dan Kenangan Setengah Abad Prof.Dr.Ing. B.J. Habibie (1986).

Dalam surat tersebut ia menceritakan kisah hidupnya saat bersama Habibie. Dari semua kisah, Ainun memilih untuk menceritakan tahun-tahun pertama pernikahan mereka.

Menurut Ainun, tiga setengah tahun pertama berumah tangga ialah waktu yang sangat menantang baginya.

Ia didera kesepian di negeri orang, tak punya teman, dan Habibie kerja hingga larut malam agar lancar mendapatkan promosi pekerjaan. Semua itu tidaklah mudah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Penghasilan kami pas-pasan. Suami harus mencuri waktu bekerja sebagai ahli konstruksi pada pabrik kereta api. Ia pulang jam 11 malam dan lanjut menulis disertasi. Dua sampai tiga kali seminggu ia berjalan kaki sejauh 15 km ke tempat kerja.

Sepatunya berlubang dan hanya ditambal ketika musim dingin. Ketika hamil anak pertama, saya belajar menjahit untuk menghemat biaya. Lama-lama jahitan saya tidak jelek.

Saya bisa memperbaiki yang rusak, membuat pakaian bayi, dan menjahit pakaian dalam persiapan musim dingin. Prioritas kami sebelum Ilham lahir ialah membeli mesin jahit. Tidak ada uang kecuali untuk membeli mesin jahit,” tulis Ainun.

Dalam kondisi itu, Ainun berkata harus melakukan segala sesuatu sendiri agar Habibie dapat memusatkan perhatian pada tugasnya.

“Hidup berat, tetapi manis,” ujarnya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kebahagiaan Ainun tiba di malam hari saat ia dan Habibie bisa menjalani aktivitas masing-masing di ruangan yang sama.

Ainun didiagnosis kanker ovarium

Pada Maret 2010, Ainun didiagnosis kanker ovarium stadium 3-4. Hal ini merupakan pukulan yang keras bagi BJ Habibie dan Ainun.

Tepat setelah Ainun didiagnosis, Habibie langsung mencari tiket dan visa untuk menuju Muenchen, Jerman.

“Harus jadi hari ini juga. Saya harus berangkat ke Jerman,” ujar Habibie terburu-buru.

Ainun sempat menolak karena tidak ingin meninggal di luar negeri. Ia bersedia pergi bila Habibie berjanji akan membawa dirinya kembali ke Jakarta pada Desember 2010 untuk menghadiri rapat Bank Mata, organisasi yang bergerak di bidang donor mata bagi para tunanetra. Habibie pun menyetujuinya.

Sesampai di Muenchen, Ainun harus menjalani serangkaian operasi. Total 12 kali operasi dalam kurun waktu satu bulan.

Tak lama setelah itu, Ainun meninggal dunia pada Mei 2010 waktu Jerman. Jenazah Ainun dibawa ke Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Setiap hari selama 100 hari pertama, Habibie terlihat ziarah ke makam Ainun. Setiap malam ia tidur ditemani anak dan cucunya.

Kepergian Ainun meninggalkan luka yang dalam untuk Habibie

Setelah Ainun meninggal dunia, Habibie bertingkah layaknya anak kecil. Ia menangis, berteriak mencari sang istri, berjalan tanpa sepatu, dan memakai baju tidur.

Akibat kondisinya tersebut, Habibie pun mendapatkan masukan dari dokter yang merawatnya untuk membuat catatan pribadi.

Setelah menyelesaikan catatan pribadi tersebut, kondisi Habibie pun menjadi lebih baik dan bisa menerima kepergian Ainun.

Catatan pribadi tersebut diterbitkan dengan judul Habibie & Ainun pada November 2010. Dalam waktu satu minggu setelah terbit, buku itu terjual sebanyak 5.000 eksemplar. Sebulan setelah dipasarkan, buku itu dicetak kembali sebanyak 50.000 eksemplar.

Di tahun 2012, buku berjudul Habibie & Ainun tersebut diangkat dalam bentuk film layar lebar oleh Hanung Bramantyo. Dilanjutkan dengan film Rudy Habibie di tahun 2016 dan Habibie & Ainun 3 yang rencananya akan ditayangkan pada 19 Desember 2019 mendatang.

Kini Habibie dan Ainun tela ‘berpulang’. Keduanya akan dipertemukan kembali dengan sosok belahan jiwanya. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan jenazah Habibie akan dimakamkan di samping kuburan Ainun di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Kamis, 12 September 2019.

Selamat jalan BJ Habibie. Jasamu dan kisahmu akan selalu dikenang dalam hati kami masyarakat Indonesia.

Referensi: Gramedia.com, Tirto.id, Tempo.co

Baca juga

Selamat jalan Ibu Ani Yudhoyono, kami akan merindukan sosok tegarmu